neo house • nct

5.2K 679 30
                                    

warning typos
fanfiction

○●○

Lalisa menatap koper merahnya. Ia sangat lelah tetapi mobil suruhan paman dan bibinya belum datang juga. Hari mulai malam ketika Lisa sadar ia sudah menunggu selama tiga jam di halte.

Sejak tadi banyak orang menatapnya heran. Antara bingung kenapa Lisa tidak segera masuk bus yang berhenti atau karena keberadaan koper merah yang sangat mencolok.

Benaknya memerintahkan untuk menelpon nomor si paman lagi. Namun pemberitahuan bahwa nomor tersebut sudah tidak aktif membuat Lisa ketakutan.

Ia beralih menelpon nomor bibinya, dan sama-sama tidak berhasil.

Air mata sudah di ujung mata. Lisa merasa dibuang. Padahal ia kira paman dan bibinya benar-benar menyayangi Lisa.

Ayah, Bunda, kenapa Lalisa ditinggal sendirian? Lalisa rindu kalian berdua, batin Lisa sedih.

"Loh, masih disini?"

Lisa mengangkat wajah. Rupa seorang pemuda familiar tertangkap matanya. Ia adalah pemuda beberapa jam lalu yang sempat Lisa tolong, dompetnya terjatuh dan Lisa berbaik hati mengembalikan.

"Nii-san, tolong aku." Lisa mulai berkaca-kaca.

Sebenarnya Lisa benci menangis apalagi di depan orang lain. Alasannya karena ia dikenal sebagai pribadi hangat dan ceria. Tapi kesialan hari ini sungguh mengguncang mental Lisa.

Pemuda yang dipanggil nii-san mulai panik. "Hei, kau kenapa? Hei!"

"Heh! Kau apakan anak orang lain, Jae?!" seorang pemuda asing datang.

Wajahnya tak kalah panik dengan pemuda pertama--Jaehyun. Ia hampir jantungan saat melihat Jaehyun membuat seorang gadis menangis. Ia kira Jaehyun telah berbuat buruk atau mesum di tempat umum.

"Bukan aku, hyung. Sumpah!"

"Hiks, tolong aku." lirih Lisa.

Pemuda kedua bernama Johnny memeluk Lisa dalam keadaan berdiri. Rambut cokelatnya dielus pelan dan menggumamkan kata-kata menenangkan.

Johnny tidak tahu gadis itu siapa, tapi sepertinya dia sangat kesusahan.

Setelah Lisa mulai tenang, ia diberi air mineral untuk minum. Langit sudah benar-benar gelap ketika Lisa menyelesaikan tangisannya.

Mereka berpindah dari halte ke depan minimarket, mencegah pikiran buruk orang lain.

"Rumahmu dimana?" tanya Jaehyun penasaran.
Jam tiga sore Jaehyun sudah melihat Lisa ada di halte, sendirian dengan koper merah.

Mengingat tadi Lisa memanggilnya keras untuk memberi tahu dompetnya jatuh, Jaehyun yakin Lisa bukan orang jahat.

Lisa menggeleng lemas. "Tidak punya,"

"Hah?" reflek Jaehyun, kemudian langsung menutup mulut rapat saat Johnny menatapnya tajam.

"Bisakah kau bercerita? Tenang, aku dan temanku akan membantumu. Kami bukan orang jahat."

Lisa diam sejenak. Karena sadar ia sudah sebatang kara, Lisa memilih bercerita.

"Orang tuaku meninggal tiga bulan lalu, perusahaan mereka diurus pamanku sebelum diberikan padaku. Lalu kemarin paman bilang aku akan pindah ke Seoul, katanya bersekolah di kampus sini lebih bagus mengingat aku akan mengambil alih perusahaan tou- maksudku, ayah."

Jaehyun dan Johnny bertukar pandang, seolah tahu apa kelanjutan cerita Lisa.

"Bibi bilang aku tinggal membawa semua barangku. Mereka juga bilang sudah menyiapkan apartemen dan urusan pindah. Katanya aku tinggal menunggu di dekat bandara dan suruhan mereka akan menjemputku. Tapi tidak ada yang datang, aku sudah lelah di bandara sejak pagi."

The Story of UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang