PROLOG

776 51 1
                                    

Mentari muncul menyinari langit suram kali ini. Harinya dimulai dengan mengerjapnya mata. Menatap hal yang biasa ia lihat setiap ia membuka mata.

Dibangunkan oleh suara ribut yang tak bisa orang lain lihat adalah hal biasa baginya. Menatap wajah penuh darah dan bau anyir membuatnya dengan spontan memukul kepala itu hingga terpental.

"Aku hantu seperti tidak ada harga dirinya, di hadapanmu." Ia bergerak menjauh sebelum akhirnya menembus dinding membuat Geanantha atau biasa dipanggil Natha itu mendengus.

"Setan bego," umpatnya turun dari ranjang kemudian berjalan menuju kamar mandi.

Whaaa!

Bukan ia yang berteriak melainkan hantu yang berada di atas kloset yang awalnya duduk termenung dengan rambut menjuntai kini terjengkang kebelakang. Tawa terbahak-bahak keluar dari bibir manis Natha.

"Mampus!"

"Jantungku hampir lepas. Kamu ini tidak berperike-hantu-an. Aku meninggal itu karena jantung lemah, bukannya membantu justru membuatku terkejut." Natha cengo mendengarnya. Bukankah hantu tidak memiliki jantung? Ah, dasar bego.

"Lah? Mana saya tahu, saya kan ikan." Ia menampilkan wajah polosnya menatap hantu itu dengan pandangan tajam memberi isyarat agar makhluk bukan human itu segera pergi dari kamar mandinya.

"Saya pamit dulu, mau mencari tempat lain. Benar kata para hantu lain 'jika tinggal di sini hantu tidak dihargai' saya pamit," ujarnya sebelum menghilang bagai asap.

"Bodo amat, tan setan."

=Indigo Love=

Melangkah menjauh dari rumah menyisahkan jejak kenangan ditiap tungkainya melangkah. Menatap sekitar banyak makhluk aneh yang berkeliaran tak urung kadang kepala menggelinding muncul di bawah kakinya lalu secara spontan ia menendangnya hingga terpental jauh.

Banyak juga hantu-hantu yang menangis atau pun merintih ketika bagian dari tubuhnya tak lengkap. Ia menatap iba beberapa hantu itu sembari berdoa agar segera kembali ke tempat yang seharusnya.

"Wihh! Apaan nih? Kalung yang keren," ujarnya saat tak sengaja menginjak sebuah liontin berbentuk peluru yang diitari dengan tali hitam yang panjang.

"Lumayan, daripada beli." Ia memasang kalung itu pada lehernya yang terlihat begitu keren tanpa menduga jika ada yang memperhatikannya dari jauh dengan senyuman smrik.

Terkadang ia bahkan tak bisa membedakan mana manusia mana bukan. Karena kemiripan mereka yang bisa seratus persen mirip hingga membuatnya bingung.

Indigo itu istimewa terlepas dari hal-hal mistis. Anak indigo juga memiliki insting yang hampir menjadi nyata.

=Indigo Love=

INDIGO LOVE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang