IL 03 - Renungan Malam

328 36 0
                                    

Jangan ambil barang yang bukan hakmu.

=IndigoLove=

Angin dingin menerpa kulitnya yang terbuka saat tungkainya melangkah memasuki gerbang sekolah. Banyak hal yang menyambutnya bahkan sempat membuatnya merinding saat mendengar suara-suara aneh juga bisikan-bisikan lirih yang membuat bulu kuduknya berdiri.

Sial!

Kenapa ia harus menjalani renungan malam pada malam jum'at, sih? batinnya kesal.

Tungkainya masih melangkah, walau ragu langkahnya tak bisa berhenti. Berusaha agar tak menoleh ke belakang. Menurut beberapa guru saat melakukan renungan malam mereka memiliki pantangan untuk tak melihat ke belakang apa pun keadaannya.

"Berasa di kuburan gue. Bahkan kuburan gak seseram ini," gumamnya.

Sesampainya di koridor utama ia menyalakan lilin dengan satu buah korek api. Gila memang, ia hanya di beri lilin yang sudah digunakan setengah dengan sebuah korek api. Kalau tahu seperti ini ia akan membawa senter atau lightstick EXO yang menumpuk di kamarnya.

"Kemana dulu, ya?" tanyanya pada angin mamun, aneh dari belakang ada yang menyahuti ucapannya.

"Ke belakang, Neng."

"Diem lo, setan!" cetusnya berjalan menuju ruang kelasnya sendiri. Ya, ia tak perlu takut jika ke sana karena ia sudah hafal dengan hantu-hantu aneh.

Menyusuri koridor yang gelap sendirian ditemani sebuah lilin juga diikuti beberapa makhluk yang sayangnya ia merasa aman. Entah kenapa ia merasa ada aura lain dari hantu-hantu itu.

"Nih kelas sepi amat kek kuburuan," celetuknya asal tanpa tahu di atap-atap kelas beberapa bayangan sedang berlarian hingga menimbulkan suara kelas.

Ia mendongak. "Lo sebenarnya gak cape? Keliling atap kelas terus-terusan?" tanyanya tentu tak ada jawaban membuatnya berdecak kesal.

"Setan bolot!" umpatnya berjalan menuju mejanya.

Ia merogoh laci mejanya dengan tenang sebelum sesuatu membuatnya menjerit ketika melihat apa yang  dapatkan.

Aaaaa!

Bola mata berdarah lengkap dengan darah segar yang menetes ke lantai membuat gadis itu berjengit kaget. Tanpa ba-bi-bu ia melemparkan kelopak mata itu ke dinding kelas kemudian berlari keluar kelas.

"Tenang huftt... tenang huftt... lo gak takut oke, cuman kaget aja." Berulang kali mengatuh napasnya membuat gadis itu terserang haus dan rasa lapar.

Baaa!

"Setan!" Ia kembali lari terbirit-birit membuat suara yang mengagetkannya tadi tertawa terbahak-bahak.

"Katanya gak takut." Ia berdecih kemudian dalam kedipan mata menghilang.

Suasana semakin mencengkam saat denting jam terdengar nyaring di sekolah yang penerangannya masih temaram. Aura mistis terasa kental di setiap langkahnya. Seperti banyak langkah kaki yang mengikutinya, berulang kali menahan debar jantungnya yang semakin menggila serta rasa penasaran yang sudah memuncak agar tak menoleh ke belakang.

Masih di koridor yang sama Natha berjalan santai dengan kertas sebagai kipasnya. Wajah juga badannya sudah penuh dengan keringat. Banyak hal yang menurutnya menjadi misteri yang tak terpecahkan seperti berada di sebuah labirin yang tak memiliki jalan keluar.

Netranya menangkap sekotak makanan juga sebotol air yang membuatnya menelan ludah susah payah. Tangannya terulur berusaha mengambilnya sebelum ada tangan lain yang mencengkalnya.

Matanya membola melihat tangan penuh darah itu. Secepat mungkin menghempasnya sebelum berjalan cepat tanpa ada niatan menatap ke belakang. Sekali lagi, kenapa sekolahnya begitu menyeramkan? Ia pikir hanya ada beberapa hantu dan itu yang berada dalam kelasnya. Ternyata? Lebih banyak lagi.

Baru saja berbelok menuju koridor yang menyambungkannya ke aula. Ia kembali dikejutkan dengan kehadiran poci yang berdiri di samping pilar dengan bola mata memerah serta wajah yang menghitam. mencoba mengabaikannya dan sebisa mungkin tak melihat mata itu.

Mulutnya terus mengucapkan rapalan doa yang bisa membuatnya tenang meski jantungnya masih berpacu cepat. Berusaha setegar mungkin melewati sesuatu yang ditutupi kain putih tersebut.

Langkah yang awalnya pelan dan santai semakin lama semakin cepat sebelum akhirnya ia memilih berlari sekuat tenaga.

"Hufft! Alhamdulillah," ucapnya bersyukur karena terbebas dari makhluk putih bernama poci.

"Masa sama poci aja takut. Mana slogan lo yang katanya 'kalau ditakutin hantu ya takutin balik' nyehh!" sindir Dilan yang bersandar di salah satu pilar.

"Heh! Sejak kapan lo di sana? Ngikutin gue, ya?" Tuduhnya dengan tatapan mengintimidasi.

Dilan berdecih. "Tipe-tipe manusia yang tingkat pedenya overdosis," sinisnya.

Natha mencebikkan bibirnya sebal memilih mengabaikan hantu tak tahu diri bernama Dilan yang sialnya tampan.

"Mau gue bantuin, gak?"

Natha menatapnya sinis kemudian menggeleng. "Gak perlu."

"Yakin? Padahal gue tahu loh, tempatnya." Ia mengusap dagu deolah tengah berpikir.

Natha masih menatap pria itu sinis sembari bergumam. "Enak banget nih ghost tinggal melayang gak peru capek-capek jalan," gumamnya dengan suara pelan yang sayangnya masih di dengar oleh Dilan.

Dilan terkekeh mendengar gumamnya gadis itu. Natha itu unik dan hal itu yang membuanya sangat menyukai berada di sekitar gadis itu.

"Minta gih sama Tuhan," ujarnya memberi saran.

Matanya melotot tajam. "Lo doain gue mati? Gue buat lo mati dua kali mampus!" Sebelum pergi ia menyempatkan tangannya untuk menampol keras kepala ghost itu.

"Setan bego. Belum dapat ijazah saja sudah mati, secara gak elit lagi." Ia berjalan meninggalkan Dilan. Tak memperdulikan ocehan hantu gila yang mengikutinya.

"Gadis bodoh. Dia pikir mati itu salah satu rencana gue apa? Kalau tahu gue bakal mati sebelum wisuda, ya gue bakal minta ijazah gue dia awal lah. Biar bisa dibilang hantu pinter berijazah SMA lengkap dengan rangking satunya," gerutunya mengekor di belakang Natha hanya untuk menjaga gadis itu dari beberapa hantu jahil.

=IndigoLove=

INDIGO LOVE Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang