Namun, jangan juga mudah suuzan dengan orang lain.
***
17 Mei.
Bukan hanya mewah, justru rumah baru kami terasa sangat nyaman sekali. Bahkan, rasanya aku ingin berlama-lama di sini. Tempatnya yang asri dan terdapat kolam renang di belakang bisa meredakan panasnya otak setelah belajar.
Aku juga biasa menghabiskan waktu untuk belajar di dekat kolam renang. Jika ingin sambil menikmati makanan atau camilan, tinggal memanggil pembantu untuk mengambilkannya. Tak perlu susah-susah, sih, hidupku bagaikan ratu.
Peribahasa 'Sudah jatuh tertimpa durian runtuh' sangatlah pas dengan keadaanku saat ini.
Tiba-tiba aku teringat keluarga lama. Ingin rasanya aku menghubungi mereka, tetapi tidak! Aku akan membuat mereka terperangah dengan pencapaianku setelah ini.
Hari ini adalah hari ketujuh setelah kami pindah dari Sumedang ke Jakarta. Aku tengah asyik mengambang di kolam renang kala seorang ART tergopoh datang.
Katanya, "Non, ada tamu. Kata Nyonya, Non harus segera keluar untuk ikut menyambut."
"Siapa, sih? Tentor baru?" tanyaku.
Pembantu itu menggeleng. "Saya kurang tahu, Non. Lebih baik Non segera mentas dan ke ruang tamu sekarang.
Aku segera mentas dan mengeringkan tubuh sebentar di kamar. Tanpa mandi, setelah memakai baju biasa, aku segera menghampiri beberapa orang di sana.
Tatapanku mengarah pada semua orang yang terlihat sangat menungguku. Bahkan, Mama tersenyum sangat manis mengajakku duduk di sampingnya.
Aku, Mama, dan Papa duduk di satu sofa yang sama. Sedangkan kelima tamu itu duduk di sofa berhadapan dengan kami.
Aku tersenyum canggung menatap dua orang paruh baya, dua perempuan cantik yang sepertinya kembar, dan satu laki-laki berusia sekitar 28 tahun dengan mata menatap ke sana kemari.
"Rin, kenalin, ini kakak kandung Mama dengan keluarganya."
Aku segera menjabat tangan mereka satu per satu. Mereka juga mengucapkan nama masing-masing meskipun tak aku hafal. Toh, setelah ini aku akan ke Jepang dan tak terlalu penting dengan keberadaan mereka.
"Hari ini, mereka akan main di sini. Jadi, kamu akrabi mereka, ya. Ajak main coba, kayaknya kalian sepantaran, deh." Papa menunjuk aku dengan dua perempuan cantik tadi.
Aku kembali tersenyum canggung. Mereka juga hanya melambai seadanya.
"Ajak main ke belakang, gih, Rin."
Aku semakin tidak paham dengan maksud mereka. Bukankah hari ini jadwalku bimbel? Ah, sebentar lagi akan dimulai. Sudah menunjukkan pukul 9 yang mana setengah jam lagi harus diantar Papa ke gedung besar kemarin. Lagian, besok adalah hari tes masuk di Waseda University.
Lagi-lagi aku berpikir positif bahwa keberadaan mereka di sini hanya sebentar. Mama dan Papa pasti tidak lupa.
Lalu, dua perempuan cantik tadi tiba-tiba menyeretku ke belakang. Ke tempat terakhirku belajar tadi pagi.
"Lo nggak suka sama keberadaan kami, ya?" tanya salah satu dari mereka.
"Hah? Enggak, kok. Kalian kenapa?"
"Oh, nanya aja, sih."
Mereka duduk di gazebo dekat kolam renang dan menganggap seolah rumah sendiri. Aku semakin curiga dengan hal ini.
Karena penasaran, akhirnya kuputuskan bertanya saja. "Sebenernya kalian hari ini kenapa tiba-tiba datang?"
"Kenapa? Enggak suka?"
Aku tersentak. "Bukan gitu." Aku menjeda sejenak. Mereka bahkan menatapku seolah menunggu apa yang akan kukatakan selanjutnya. "Apa Mama nggak bilang kalau hari ini gue harus bimbel?"
Dua orang itu menyeringai. "Lo masih belum paham juga? Buat apa, sih, bimbel kalau akhirnya lo nggak akan pernah lanjut kuliah? Apalagi di Negeri Sakura impian lo itu?!"
Otakku loading. Maksudnya apa?
*****
2-12-20.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gue Belum Pengen Nikah! [END]
Genç KurguYa, kalau dijodohkan dengan cowok ganteng ala Oppa Korea. Lah, ini? Ganteng enggak, burik iya. Alhasil, Azzarine memilih minggat saja daripada mengikuti perintah orang tuanya. Sesekali membangkang demi masa depan, tidak masalah, 'kan? Ia sudah memu...