Seorang wanita duduk tenang di depan meja riasnya sambil memoleskan lipstick merah di bibirnya yang ranum. Matanya sebiru lautan, alis dan bulu mata yang lebat membuat wanita itu tampak menawan. Saat dia tersenyum, mungkin tak ada laki-laki yang mampu menolaknya. Namun...
Hanya satu orang yang hanya menginginkan tubuhnya tapi tidak berusaha mencintainya.
Alaric Patlers.
Jasmine menghela napasnya, berusaha tetap tenang dan menyembunyikan luka di hatinya. Dia tau dirinya salah. Dialah yang memilih kehidupan seperti ini. Semua karena cintanya yang begitu besar mungkin? Dia tak akan peduli pada apapun selama Alaric menjadi miliknya. Miliknya secara utuh.
Cinta dapat tumbuh seiring berjalannya waktu bukan?
"Kenapa kau selalu memakai makeup?" Tanya Alaric yang tengah mengancingkan kemejanya. Raut wajahnya dingin saat dia menatap ke balik cermin, langsung menusuk pada mata sang istri.
"Agar aku terlihat cantik."
"Kau sudah cantik tanpa perlu memakai segala sesuatu yang tak perlu. Aku lebih suka melihat wanita natural." Alaric mencoba tersenyum walaupun hatinya tak dapat melakukan itu.
Sialan.
Sampai kapan dia harus melakukan drama ini?
Kecantikan. Adalah awal bertumbuhnya sebuah perasaan bukan? Entah itu perasaan kagum, obsesi atau cinta. Bagi Alaric, Jasmine adalah sosok wanita yang sangat dia sayangi. Bagaimana tidak? Sudah sedari kecil mereka bersama-sama layaknya sahabat, adik dan kakak.
Baik? Tentu. Cantik? Jangan ditanya. Tapi itu semua belum berhasil menumbuhkan rasa cinta di dalam hati pria itu.
"Jika bisa lebih cantik, kenapa tidak?" Jasmine tersenyum lebar sambil bangun dari kursinya kemudian datang menghampiri Alaric dan membantu suaminya itu memakai dasi."Apakah kau akan pulang larut lagi malam ini?"
"Sepertinya." Jawab Alaric."Pekerjaanku banyak."
"Memang tidak bisa bekerja di rumah saja?" Rengek Jasmine.
Alaric menahan napasnya sambil melingkarkan tangannya di pinggang Jasmine."Kalau aku bekerja di rumah, aku tidak akan bisa fokus. Apalagi saat kau ada di sebelahku. Aku akan berakhir dengan bekerja di atas ranjang."
Jasmine tersipu malu. Terkadang rayuan Alaric yang seperti ini lah yang membuat dirinya berbunga-bunga dan merasa diinginkan. Jasmine suka itu, tapi selalu ada hal yang membuatnya marah.
Alaric tak pernah menyebut namanya saat mereka bercinta. Dan Jasmine tau siapa yang ada di dalam otak pria itu. Tapi dia yakin lambat laun dirinya dapat membuat Alaric menyebut namanya seorang.
"Baiklah, aku pergi." Alaric mengecup kening Jasmine sekilas lalu berjalan menuju pintu setelah memakai jas nya.
"Alaric..."
Pria itu menoleh, menunggu Jasmine melanjutkan kata-katanya. Wajahnya tenang, nyaris tanpa ekspresi.
"Apakah kau masih memikirkan dia?"
Alaric tersenyum kecut tanpa mau menjawab dan segera melanjutkan jalannya lagi.
"Kau masih marah padaku, Alaric?" Suara Jasmine lebih keras dari sebelumnya.
Alaric memejamkan mata, menarik napasnya dalam-dalam sebelum dia menetralisir emosinya dan tersenyum tipis.
"Aku tidak marah padamu, Jasmine." Kata Alaric dengan nada pelan namun menusuk."Aku marah pada diriku sendiri."
"Kita sudah membicarakan ini bukan?" Jasmine berjalan mendekat, menatap bola mata Alaric dengan tajam."Kau berjanji akan mencoba untuk—"
"Yes honey." Alaric membungkam bibir Jasmine dengan bibirnya. Itu adalah tindakan yang dia lakukan setiap kali kupingnya akan pecah."Aku sedang mencobanya, bukan? Sudah setahun aku mencobanya. Bersabarlah sampai aku berhasil. Jika tidak berhasil, aku bisa apa hm?"
KAMU SEDANG MEMBACA
LAS VEGAS
Roman d'amour[ 21+ ] CERITA INI MENGANDUNG AKTIVITAS SEKSUAL DAN BAHASA VULGAR. HARAP BIJAK DALAM MEMBACA Javier Louis Rayan adalah seorang titisan billionaire berusia dua puluh delapan tahun yang luar biasa tampan. Sisi keras dan pemberontak yang dimiliki Javie...