my neighbor chiharu

140 20 3
                                    

AN : sebenarnya wip nggak lanjut dari cerita yang tadinya mau dibikin. Sayang, jadi ditaroh sini.

Pov cewek tapi di cerita aslinya sebenarnya ada subtle hints of homosexuality, jadi boleh lah ya ditaroh di sini (walau di wip bawah belum masuk ke plot itu).

Warning : gantung.

.

Tak biasa bagi cewek manis sepertiku memulai hari dengan teman bunuh diri.

Saat itu musim gugur. Aku ada di stasiun seperti biasa, menunggu kereta menuju sekolah. Kulihat Chiharu – Chi-chan, pemuda teman masa kecilku, membaca buku sambil berdiri di antara kerumunan orang. Syal rapat di lehernya, juga leherku, dan beberapa orang lainnya. Tapi aku langsung tahu yang mana Chi-chan-- karena hanya Chi-chan cowok yang pakai syal motif semangka.

Kutepuk bahunya, melempar canda. Tidak ada tanggapan, tapi aku tahu dia mendengatkan. Kuintip-intip bukunya—textbook kimia. Pilihan yang membosankan. Kulempar lagi beberapa lelucon andalanku, berusaha mencairkan suasana.

Chi-chan menutup buku. Sesaat, kukira dia akan menengok padaku. Namun dia hanya maju.

Dan maju. Terus melewati batas aman. Tak biasanya Chi-chan melanggar peraturan.

Kereta datang dan ia meloncat. Tak sekalipun Chi-chan menatap ke arahku.
.
.
.
Proses pemakamannya  dilakukan tanpa menunggu kehadiran kakak Chi-chan, yang tengah menempuh pendidikan di Inggris.

Mayat Chi-chan terbelah dua sempurna, terpisah  atas dan bawah, seperti legenda hantu Teke-Teke. Tapi berbeda dengan sang hantu yang sempat tetap hidup meski terbelah, Chi-chan sama sekali tidak bergerak. Ia tergeletak di atas rel begitu saja, entah memandang ke mana. Tidak ke arahku, pastinya. Aku tahu karena memang benar-benar melihatnya.
Bahkan setelah menjadi mayat pun Chi-chan tetap keras kepala. Sekali marah padaku, dia bisa bertahan untuk tidak menoleh.

Aku menghadiri pemakamannya bersama teman-teman. Selama hidupku, aku cuma pernah menghadiri pemakaman sekali-dua kali—kebanyakan tetangga karena kerabatku anehnya sehat-sehat semua— dan di antara pengalaman itu, yang kuingat adalah Chi-chan di kursi sebelah. Tapi sekarang pemakaman Chi-chan, sehingga yang ada di sebelahku adalah Suzue, teman semasa SMP-ku dan Chi-chan.

Meski terkenal tak ramah pada orang, tapi cukup banyak yang datang ke pemakamannya. Kulihat guru dan teman-teman SMA kami, mantan teman SMP kami, dan mantan teman SD kami juga. Lalu ada beberapa orang asing tak kukenal. Kerabat Chi-chan, mungkin.

Aku memikirkan tes matematika esok hari. Mulai besok, sebaiknya aku berusaha sendiri untuk belajar, karena Chi-chan sudah tidak ada.

Maaf Chi-chan. Ini pemakamanmu dan yang ada dalam benakku malah tes matematika.

.

Pemakaman berlangsung dan aku masih melayang-layang di langit kota sementara di sini-sana mulai muncul parade tangis. Isakan ibu Chi-chan. Raungan sahabat Chi-chan, Hi-kun. Beberapa suara-suara lain yang bercampur menjadi satu, terdengar nun jauh di sana. Terpisah dariku seakan aku tak benar-benar ada di sini.

Aku tidak mendengar suara tangisanku sendiri.  Hanya aku yang tak menangis di situ.

Hanya aku yang tak menangis di situ. Tapi dengan mata sembab, kawan-kawanku memeluk satu-persatu. Dasi pita merah mereka menyala di tengah blazer warna temaram, seragam yang sama denganku. Seragam yang sama dengan Chi-chan.

“Kasihan sekali Lala-chan.”

Kenapa aku dikasihani dan dipeluk-peluk? Padahal kukira wajahku masih memasang senyum seperti biasa. Bukankah aku Lala-chan si maskot kelas yang mudah tertawa? Memang seperti apa ekspresiku sekarang?

Almost Love, But Not Quite [BXB]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang