1. PERKENALAN

327 104 17
                                    

SELAMAT MEMBACA💗

***

Hari pertama mpls lumayan melelahkan, selepas dari sini dirinya akan langsung merebahkan tubuhnya. Beristirahat dengan tenang, mungkin ditemani dengan secangkir teh hangat dan sedikit cemilan. Ah! membayangkannya memang terasa menyenangkan.

Mentari menatap senja yang mulai menampakkan dirinya. Sedikit menggerutu, dirinya menunggu hampir 15 menit tapi angkutan umum itu belum datang juga.

“Kalau nunggu kaya gini bisa kemalaman,” ocehnya. Ocehan itu di dengar oleh salah satu Siswa SMA Bina Tunggal. Kemudian dia menampakkan dirinya di hadapan Mentari.

“Lo lagi nunggu angkot?” tanya Siswa laki-laki itu sembari meneguk air mineralnya.

Mentari menoleh kepada sumber suara. Dia laki-laki yang satu kelas dengannya, dengan seragam yang dikeluarkan, kemudian ia mengangguk. “Iya.”

“Rumah lo dimana?” tanya Siswa laki-laki itu lagi.

Sebenernya Mentari enggan menjawab pertanyaan laki-laki itu, apa urusannya untuk dia. Lagipula alamat itu adalah bentuk privasi, jadi tidak semua orang berhak mengetahui alamatnya.

Siswa laki-laki itu menjentikkan jarinya, “Gue lagi tanya sama lo, kenapa malah diem.”

Mentari mengerjapkan kedua matanya kemudian menyadarinya, “Pentingnya buat lo apa?”

“Gue mau nawarin lo pulang bareng gue, udah mau maghrib gak baik di luar kaya gini apalagi sendirian,” jawab Siswa laki-laki itu. “Kenalin nama gue Bumi Putra Adiwigiano.” Siswa laki-laki yang sedang bersama Mentari ini, Bumi. Kita pertegas lagi dia Bumi.

Mentari sudah tau nama Siswa laki-laki itu, tadi Khalisa sudah memberitahukan namanya beserta nama teman-temannya juga, walaupun itu tidak penting baginya.

“Nama lo pasti Mentari Alina Ibernia, ya?” tanya Bumi. Dia bisa tahu karena membaca badge namenya Mentari. Bumi tidak mengerti kenapa Mentari terus mendiamkannya, padahal dirinya berwujud manusia bukan hantu.

“Mau gue anter gak? Mumpung gue lagi baik sama orang,” ucap Bumi. Bumi mulai menaiki motornya. “Yakin lo gak mau? Tempat ini kalau udah malam angker.”

Bumi sengaja berbohong agar perempuan itu mau naik motor bersamanya. Melihat raut wajah Mentari yang sedikit ketakutan membuat Bumi mengulumkan senyumnya. “Yaudah gue duluan kalau gitu.”

Aksi Bumi ini berhasil membuat nyali Mentari menciut, “Eh tunggu!” ujarnya.

“Gue cuma ada satu helm mau lo yang pakai?” tanya Bumi.

Mentari menggeleng pertanda tidak mau, “Lo aja yang pakai.”

Bumi menjalankan motornya meninggalkan SMA Bina Tunggal. Bumi melirik Mentari dari kaca spion untuk melihat wajah perempuan itu, apakah dia masih ketakutan?

“Rumah lo dimana?” ucap Bumi sedikit meninggikan suaranya agar Mentari bisa mendengar. Suara deru motor sore hari ini terdengar berisik, karna banyak yang baru saja pulang dari tempat aktivitasnya masing-masing.

Beruntungnya Mentari bisa langsung mendengarnya. “Di jalan merpati,” ujar Mentari yang juga meninggikan suaranya.

Bumi mengangguk paham, melajukan motornya dengan kecepatan rata-rata. Membelah jalanan Ibu Kota yang selalu ramai. Tidak ada percakapan lagi setelah Bumi menanyakan alamat rumah Mentari.

Mentari Untuk Bumi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang