11. ADIK (BUMI)?

132 72 8
                                    

HAI SEMUAA, SELAMAT MEMBACAAA💗

SEMANGAT UNTUK HARI-HARI YANG AKAN DI LEWATII

SEMANGAT UNTUK CITA-CITA YANG SEBENTAR LAGII

SELAMAT MENYELAMI KISAH INII

***

Mentari mendatangi sebuah lahan sederhana, tempat perpulangan manusia selamanya, yang menjadi alasan kedukaan banyak manusia, ada doa yang mengalir, ada untaian kata-kata yang diiringi buliran air mata, dan ada bunga yang ditebarkan diatas tanah. Tempat ini hanya diisi dengan banyak tangis dari para manusia yang merasakan kehilangan abadi, selamanya.

Ini, makam cinta pertamanya, Ayahnya. Hari ini ia menyempatkan untuk berkunjung ke makam Ayahnya. Selepas pulang sekolah dengan berbalutkan cardigan warna biru muda. Ia menaburkan bunga diatas makam tersebut. Sudah lama tidak berkunjung kesini.

"Assalamualaikum Ayah," ucap Mentari seolah Ayahnya mendengar.

"Maaf, Alina jarang kesini." Alina nama panggilan kesayangan dari Ayahnya, hanya sang Ayah yang boleh memanggil nama itu.

"Ayah, maafkan Alina ya? Dulu sering sekali marah-marah kalau Ayah lagi nasehati, Alina nyesel saat itu," tutur Mentari menyesal dengan perbuatannya.

Mentari mengusap nisan tersebut, Beni Setiawan Bin Alm. Umar. "Nggak terasa, Ayah sudah dua tahun ninggalin Alina sama Ibu. Alina rindu sekali dengan Ayah, Ayah juga disana harus rindu dengan Alina," paksa Mentari lalu tersenyum hambar.

"Alina sudah resmi jadi anggota osis lagi lho, Ayah dulu senang sekali kalau Alina ikut organisasi ini, katanya banyak ilmu yang bisa didapat." Tapi apapun itu, Ayahnya selalu mengapresiasi setiap hal-hal kecil, apapun yang diraih Mentari selama itu hasil kerja kerasnya.

"Terima kasih banyak banyak, sudah menjadi Ayah yang baik, sudah menjaga Alina sampai dititik terakhir Ayah, sudah menyayangi Alina."

"Alina sekarang sudah berada dititik ikhlas, sudah tidak khawatir lagi untuk manusia yang akan pergi. Alina belajar banyak setelah kepergian Ayah."

Karena manusia datang hanya untuk pergi kembali, begitulah konsepnya. Perihal kepergiannya biarkan itu menjadi urusan pribadinya.

"Ayah tenang disana, ya?" pinta Alina.

"Al-fatihah." Mentari menyatukan kedua tangannya lalu mengaminkannya.

"Alina pulang, ya? Maaf sekali jika jarang berkunjung, tapi Alina selalu mendoakan dari jauh, yah," ucap Alina dengan hangat.

Mentari bangun, beranjak pergi dari tempat pemakaman. Tidak jauh dari tempat pemakaman, ia melihat ada seorang perempuan yang sedang terduduk memegangi kakinya, dengan segera ia menghampiri perempuan itu.

Mentari mensejajarkan tubuhnya dengan perempuan yang sedang terduduk, ia melihat ada luka dilututnya. "Mau dibantu?" tawar Mentari yang diangguki oleh perempuan itu.

"Kita duduk disana dulu, mau?" tunjuknya pada kursi panjang.

"Aku bantu kamu berdiri," ucap Mentari lalu memapah perempuan itu untuk berjalan menuju kursi panjang itu.

"Kamu tunggu disini sebentar ya, Aku ke apotik dulu," izin Mentari untungnya ada toko obat yang tidak jauh berada di pemakaman, setelah mendapat izin ia pergi untuk membeli obat.

Tidak berselang lama, Mentari kemudian kembali membawa kotak P3K, ia kemudian membersihkan lukanya terlebih dahulu dengan alkohol setelah itu memberikan obat betadine tepat diatas lukanya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 13 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Mentari Untuk Bumi Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang