10. Disappear

1.9K 180 15
                                    

Don't be a silent reader please. Thanks
.
.
.
Jika tertawa kau manis sekali, jadi lebih seringlah tertawa.

Seulgi telah duduk menghabiskan malam di ruang kerja Jimin. Dia mengunci ruangan ini dari dalam setelah memberitahu Ravi. Menikmati alunan musik yang lembut. Walau matanya fokus pada layar laptop. Beberapa kali gadis itu mengernyit, artikel yang tadi siang ia terima tidak ada di internet. Ya Tuhan. Seulgi, bukankah itu sudah berlalu selama dua puluh tahun.

Ia menjadi ragu tentang kebenaran kasus ini, tidak pernah disinggung apapun. Tidak ada kabar, bahkan yang menyerupaipun tak ada.

Ia menghela napasnya, bersender di kursi putar Jimin yang empuk. Matanya terpejam menikmati kedamaian. Aroma maskulin Jimin masih tertinggal di kemeja yang Seulgi gunakan saat ini.

Apa dia merindukan pria itu? Yah... Seulgi mulai mencintai pria itu. Bukan sekedar karena dia bisa berlindung di balik kekuasaan Jimin.

Lelaki itu, senyumannya yang paling menawan. Membuat hati tenang dan bahagia. Entahlah, itu terjadi begitu saja. Mengingat sisa kontrak mereka, hati Seulgi merasa nyeri. Apa dia harus menempuh perpisahan setelah ini? Apa yang bisa Seulgi lakukan? Dia jadi berharap banyak pada Jimin.

Tiba-tiba dia teringat ucapan Sehun tempo hari, sudah bisa ditebak pasti pemuda itu yang mengirimkan artikel ini padanya.

'Sehun? Sebenarnya kau siapa?'

Seulgi membatin. Bukankah hidupnya begitu tenang. Setidaknya dalam sebuah hubungan, lalu kenapa sekarang begitu rumit. Ia bahkan berpikir Sehun ada di masa lalunya, apakah bagian yang terlupakan salah satunya adalah Sehun?

Jemari Seulgi mengetuk meja beberapa kali. Dalam beberapa detik matanya terbuka. Ia bergegas mematikan laptop dan semua yang menyala di ruangan itu. Keluar dan mengunci kembali ruangan.

Ravi! Setidaknya dia harus bertanya pada ayah angkat Sehun untuk menghilangkan rasa penasarannya.

Secangkir hot cinnamon milk mix dan sepiring kue kering yang manis. Seulgi bersorak menerima pemberian Ravi. Pria tua itu kembali ke bangunan utama setelah Seulgi membangunkannya. Dia mengadu kesulitan tidur dan merasa lapar. Jadi Ravi yang telah setengah mengantuk hanya menerima panggilan Seulgi dengan tersenyum ramah.

Masih jam sebelas malam. Tidak terlalu dini hari, tidak terlalu gelap karena bulan di luar sana bersinar terang setelah badai kemarin malam.

Ravi menarik kursi dan duduk di depan meja bar. Berhadapan dengan Seulgi yang menikmati cemilan malamnya. Sejak kedatangan Seulgi, rumah ini menjadi sedikit ramai. Penuh warna dan kemarahan Jimin bahkan tak terlihat lagi. Tuan besar mereka menunjukkan kebenaran tentang dirinya. Yah, Jimin memang baik pada para pelayannya. Tapi tidak sekali dua kali dia juga terlihat marah besar. Bahkan dikategorikan sering.

"Nona menyukainya?"

"Hm?" Seulgi mendongak dengan mulut penuh kue kering. Ravi sedikit tertawa lalu meminta maaf pada Seulgi. "Maaf Nona, anda benar-benar lucu. Tolong seka bibir anda dengan ini," dengan sopan ia berikan kain bersih pada Seulgi membuat perempuan itu merasa malu.

"Aku merasa lebih baik. Makananmu yang terenak. Hmm sudah berapa lama sejak kau bekerja dengan Jimin? Dia beruntung sekali menikmati makananmu setiap hari."

Ravi terkekeh. Tidak menyadari maksud pertanyaan Seulgi. Pria tua itu tampak berpikir. "Baru lima tahun Nona." Ravi menuangkan kembali minuman untuk Seulgi. Nonanya itu makan dengan lahap.

"Yah, sejak Sehun bilang ada temannya yang akan bekerja di sini. Dan tuan muda setuju saja ketika aku yang menjadi kepala pelayan."

"Jadi... Kau tidak pernah bertemu dengan Jimin sebelumnya?"

𝙇𝘼𝘿𝙔 𝙍𝙊𝙎𝙀 [𝙈] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang