16. Tenang

464 53 7
                                    

Pagi yang cerah dengan Senda gurau burung yang bersahutan, mengiringi kepergian mobil berwarna hitam yang dikendarai oleh Felix dan Hyunjin.

Felix yang kini tengah bersantai sambil beberapa kali mengetuk-ngetukan jarinya di setir mobil merasa sangat amat senang atas kemajuan sahabatnya yang kali ini bisa dengan senang hati mengunjungi makam istri tercintanya.

Hyunjin yang selama ini tak terkendali oleh sosok Kim yang masih hidup di dalamnya, perlahan ingin bebas dari rantai yang menjerat mentalnya dalam kesengsaraan.

Felix tidak dengan mudah membujuk Hyunjin, butuh waktu satu Minggu untuk dirinya bisa membawa Hyunjin untuk mengiyakan kebebasan jiwanya ini.

Bunga yang seminggu lalu Felix beli melalui pak Udin, sudah mengeras dan tidak bagus, karena selama satu Minggu hanya tersimpan di dalam kulkas dingin milik Hyunjin.

Hyunjin hanya diam, merenung, merindukan Anaknya, dan juga wanita yang sudah menjadi korban amarahnya.

Mobil berhenti di sebuah kawasan sepi berpenampilan sejuk, dengan batu yang menuliskan masing-masing nama mereka yang sudah tiada.

Felix menatap sekitar, lalu mempersiapkan Hyunjin untuk keluar dari mobil itu
"Ayo Jin, turun."

"O-okey."

Hyunjin keluar dari mobil, menegakkan badannya sambil membawa sebuah kantong plastik besar berisi bunga baru yang di beli Soobin pagi tadi.

Mereka berjalan sampai ke nisan dimana seseorang terbaring di dalam sana selamanya. Nisan yang di ukir dengan tinta warna emas gemilang, melihatkan sebuah ayat yang menjadi peneguhan hati Hyunjin. Ia mengusap batu nisan itu, berjongkok, lalu tersenyum ke arahnya, menyapa dalam kesedihan yang tidak dapat terbendung.
"Kim. Ki-kim Hyunjin."

Air matanya tak kuasa untuk menahan diri, air matanya Terjun begitu deras. Felix yang melihatnya, ikut berjongkok, lalu mengelus punggung Hyunjin dengan pelan.

"Kim kamu curang, kamu buat aku nangis tanpa sebab." Keluh Hyunjin, mengusap nisan itu, sambil membasuhnya dengan air mineral yang juga ia bawa dalam kantong plastik besar tadi.

"Kim? Kamu gelisah ya? Maaf ya selama ini aku membendung segala ke tidak terimaanku kehilangan kamu. Aku masih ingin kita bersama, aku masih terbayang tentang kenangan yang kita buat beberapa tahun lalu." Hyunjin terduduk, kakinya melemas. Kini ia memeluk nisan Kim, dengan satu tangannya, yang satu mengusap bagian nisan yang lain.

"Kim? Hwang Retta tumbuh sangat baik dan cantik seperti mu. Pasti kamu bahagia ya melihat pertumbuhannya? Jangan lupakan aku yang selama ini sudah berhasil mengasuhnya dengan baik setelah usianya menginjak dua tahun." Ucap Hyunjin lagi, bangga. Ia tersenyum sambil menepuk dadanya kuat. Hyunjin sangat bahagia, karena sebelum Retta menginjak usia 2 tahun itu adalah masa-masa kelamnya tidak bisa menerima kehadiran gadis kecil itu.

"Ketika Retta di titipkan ke kak Tzuyu dan kak Mingyu aku merasa seperti orang gila, Kim. Aku hampir saja kehilangan putri kecil kita karena emosiku yang meledak hari itu, aku juga nyaris menghilangkan nyawaku setelah di tinggalkan Kau, papa, dan mama pergi untuk selamanya."

"Aku dulu selalu berpikir Retta adalah suatu kesialan yang hadir ditengah-tengah kita. Tetapi sekarang aku menyadari kalau Retta adalah titipan mu yang paling berharga."

"Hwang Retta tumbuh menjadi gadis kecil yang pintar dan cepat tanggap. Aku sangat takjub dengan apa yang kak Tzuyu dan Kak Mingyu ajarkan pada Retta di awal tumbuh kembang nya."

Ia terharu, tangisnya semakin deras, tetapi terlihat suatu kebanggan yang terpancar di sana. Ia ingin masa-masa emas Etta dihabiskan oleh dirinya dan Kim, tetapi kehendak Tuhan jauh dari apa yang ada dipikiran manusia. Kesedihan Hyunjin tidak berakhir disitu, karena beberapa saat kemudian, orang tua Hyunjin juga meninggalkannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 19, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Fake Mommy | 2HwangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang