34. - Pindah Tugas

59 9 0
                                    

Raja menghempaskan tubuhnya di atas sofa. Tidak peduli kepalanya terbentur sekalipun Raja tetap merebahkan diri, nyaris terlelap jika saja Raksi tidak mengumpat sampai menggema di seluruh penjuru apartemen.

"Ja! Woy! I-ini,"

Raja berdecak kesal lalu mendudukkan dirinya sebelum menyambar handphone Raksi. Lagipula Raja heran, apa yang sedang diributkan Raksi sampai-sampai harus mengganggu istirahatnya.

Setelah kenaikan pangkat terakhir kali mereka menjadi sangat sibuk menyesuaikan diri dan beradaptasi dengan petinggi-petinggi militer yang lain. Mengingat dirinya berjuang mati-matian sendiri tanpa ada campur tangan Papa yang bahkan posisinya masih sebagai jenderal. Posisinya sebagai atasan Raja.

Raja jadi ingat terakhir kali ia dan Raksi kembali ke Jakarta itu empat tahun lalu, saat pernikahan Bayuaji, tapi sekarang waktu berlalu begitu cepat. Pangkatnya sudah semakin naik dari tahun ke tahun. Sekarang ia menjabat sebagai Mayor Jenderal, dan tinggal selangkah lagi perjuangan Raja untuk mendapatkan posisi Letnan Jenderal. Ia berjanji tidak menyerah semudah itu demi membahagiakan Papa dan Mama yang sudah membesarkannya penuh kasih sayang.

Ia menilik handphone Raksi, tidak salah. Ternyata apa yang terjadi ketika mereka berkeliling mengamati kerja para perwira polisi di posnya masing-masing viral. Bukan tanpa alasan video berdurasi kurang dari satu menit itu viral. Pasalnya ada seorang ibu-ibu yang memarahi polisi karena di tilang, padahal jelas-jelas ibu-ibu itu yang salah karena tidak mematuhi aturan. Tidak memakai helm, padahal akan bepergian jauh, tidak memiliki kelengkapan kendaraan, tidak membawa kartu identitas atau KTP. Dan lebih menyebalkan nya lagi, ibu-ibu itu memaki-maki polisi itu padahal si polisi hanya menegurnya baik-baik.

"Kesel gue liatnya." Gerutu Raksi, laki-laki itu ikut membaringkan tubuh di bawah sofa, lebih tepatnya di karpet bulu yang baru dibeli satu Minggu lalu.

"Ya gitu lah, kadangkala banyak orang yang meremehkan pekerjaan polisi." Respon Raja lantas memberikan handphone itu kepada pemiliknya.

Beberapa saat tidak ada suara apapun. Keduanya sama-sama sibuk dalam keterdiaman yang menenangkan. Pikiran mereka melanglang buana pada masa-masa yang sudah mereka jalani di Magelang. Rasanya Raja sudah tidak tahan lagi, ia ingin kembali ke Jakarta. Ia rindu keluarganya, terutama kasih sayang Mama dan Papa.

"Kabar mereka apa kabar ya?"

Raja menoleh ke pinggir sofa, lebih tepatnya pada tempat Raksi berada di karpet bulu. "Maksudnya?"

Raksi berdecak, "Ya kabar sahabat kita, Ja. Terakhir kali kita ke Jakarta cuma sebentar, gak sempat bertukar nomor lagi."

Benar. Mereka sudah berganti nomor dan berganti akun aplikasi chatting, sosial media mereka memang masih sama tapi tidak aktif sama sekali. Raja terlalu sibuk untuk sekadar bermain sosial media seperti saat masa SMA dulu.

"Gue punya nomor Lexi, dia pasti dapat dari Mama. Lo mau?" Tawar Raja.

"Enggak ah, gue takut Jovan salah faham dan ngiranya gue berusaha deketin Lexi, kan mereka terakhir kali lagi Deket."

Raja tersenyum simpul, terakhir kali Lexi cerita hubungannya dengan Jovan memburuk dan memilih untuk tidak meneruskan kedekatan mereka. Ia faham, Jovan tidak bisa menunggu lama, sahabatnya yang satu itu juga katanya sedang dekat dengan orang lain.

"Sebenarnya gue gak mau bilang ini sih, tapi mungkin kayaknya perlu. Kalo elo mau deketin Lexi ya silahkan, dia sama Jovan udah gak ada hubungan apapun. Lexi gak mau terusin kedekatan mereka karena udah ngerasa gak cocok. Dia bilang Jovan berubah,"

Diam-diam Raksi tersenyum kecil, "Jovan pasti punya alasan berubah. Kita kenal baik sama dia, mungkin alasan mereka gak nerusin kedekatan mereka karena lelah menunggu, setiap orang pasti punya batas sabar, dan mungkin batas Jovan habis." Ungkap Raksi. Dia tidak bermaksud menjelekkan salah satunya, Raksi hanya berspekulasi dari apa yang dia tau tentang Jovan.

RAJA | Na Jaemin [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang