Part 14💜

17 12 9
                                    


"Alen, aku sangat menyayangimu. Kamu menjadi alasan untukku bersemangat setiap hari, aku ingin berada di sisimu. Dimataku kamu adalah wanita sempurna. Tapi sekarang... mungkin aku cukup sadar dengan posisiku. Aku tau, aku bukan orang spesial dimata kamu. Aku hanyalah pria yang menginginkan kamu tersenyum. Alen, maafkan aku...." Tangannya memegang wanita yang ia sayangi itu.

Pria itu merasa kalimat yang ia ucapkan adalah kalimat yang akan terakhir diucapkan, ya, kalimat perpisahan. Karena mulai saat ini, ia tak mau lagi berada di dekat Alen. Ia ingin Alen bahagia dengan orang lain, yang juga mencintai Alen, sama seperti dirinya.

Mata Alen berkaca-kaca, dengan bibirnya yang kian merapat. Dan akhirnya air matanya terjun bebas. Air mata kesedihan, kekecewaan, takut. Sedih karena karena Galih tidak ingin dekat dengannya lagi. Kecewa karena mengetahui perasaan Galih yang sebenarnya. Dan takut jika Galih tidak akan mau membantunya lagi, tidak menyayanginya lagi.

"Kenapa? kenapa begini? aku kecewa sama kamu! aku kecewa! kamu perhianat!" ucap Alen yang tidak bisa ia tahan lagi, kalimat yang penuh penekanan. Wajahnya yang menggambarkan kepedihan yang mendalam. Sebenarnya ini salah siapa? kenapa serumit ini?

"Aku akan pergi, dan aku tidak mau melihatmu lagi, aku benci kamu!" Alen dengan uraian air mata, pergi meninggalkan pria yang kini pikiran kacau dan hatinya bagai tertusuk ribuan anak panah, melihat wanita yang dicintainya benar-benar membencinya sekarang. Galih sadar, Ia pantas diperlakukan seperti itu. Apakah ini salahnya? ia pikir begitu, salahnya karena telah membawa perasaan di dalam hubungan persahabatan. Membiarkan perasaan itu tumbuh dalam hatinya. Itu salah Galih! ini semua salah Galih.

"Tunggu Al, tunggu!!!" teriaknya memanggil.

"Galih, kamu kenapa teriak-teriak? apa kamu bermimpi?" Kalimat lembut yang ia dengar, tangan yang sedikit keriput itu juga menyentuh lengan yang basah karrna cairan dar pori-pori, membuatnya membuka mata. "Mama," ucap manusia itu yang nyawanya belum ngumpul. Ia berfikir itu bukanlah mimpi, karena rasanya benar-benar nyata. Perasaan yang hhh pasti kalian juga tau. Tapi tadikan ia tidur, oke baiklah dia bermimpi.

"Sepertinya kamu mimpi buruk ya? atau kamu lagi ada masalah? sampai kamu memimpikan seseorang." Tangan Mamanya sambil meraih air putih diatas meja, kemudian menyodorkan gelas itu pada anaknya.

"Masalah? engga kok, emang Mama tau tadi aku mimpiin siapa?"

"Menurut kamu?" seringai Mamanya mengejek. Mamanya selalu saja begitu, bahkan Mamanya tau, Galih dekat dengan Alen. Tapi masalalahnya Mamanya itu mengira, Galih punya hubungan asmara dengan Alen. Menyebakkan bukan? Galih tidak masalah jika Mamanya tau ini, tapi ia tidak mau memberi tau sajalah.

"Hhh bodo amad, aku mau tidur lagi." Jawabnya setelah meneguk air itu habis dan meletakkannya dimeja lagi. Sementara Mamanya, dengan geram menjewer telinga Galih. "Auu! lepasin Ma," kini dia merasa kesakitan karena menerima jeweran maut Mamanya, yang juga terus mengomel setiap pagi. Tentu saja mengomel, Ibu kalian juga akan sepeeti itu jika punya anak seperti Galih. Dia selalu susah dibangunkan, tapi ya begitulah, berkat omelan Mamanya dia tidak pernah telat ke sekolah dan ya, menjadi ketua OSIS yang teladan yang patut dicontoh. Walau jika tidak ada omelan Mamanya dipagi hari, entah ia akan bangun jam berapa.

"Kamu lihat jam gak?! alarm dari tadi bunyi gak bangun-bangun. Apa gunanya kamu punya alarm! dasar anak pemalas,mau jadi apa kamu hah!?" err-- Galih yang selalu peringkat 1 dikelasnya kemudian menjadi ketua OSIS, sering memenangkan Olympiade nasional bahkan dia juga pernah menjuarai tingkat Internasional. Masih dibilang pemalas oleh Ibunya? Hei bagaimana dengan kita? sepertinya Mama Galih tidak bersyukur mempunyai anak seperti Galih, bayangkan jika kita ada diposisi Galih. Mungkin kita akan dibuang dijalanan karena tak berguna.

"Iya mah," jawabnya malas sambil mengambil handuk krmudian melesat kekamar mandi. Sementara Mamanya membereskan tempat tidurnya yang berantakan. Sebenarnya ada asisten rumah tangga disini. Tapi untuk anaknya, Mamanya melakukan segalanya, bahkan menyetrika baju Galih juga.


***

Pikirannya dilanda kebingungan, hatinya yang entah bagaimana. Dia berjalan menuju kekelasnya, tampak sepi karena jam masih menunjukkan pukul 05.31 WIB. Ia masih mrmikirkan kejadian kemarin, bukannya dia mengharapkan semua kasih sayang orang-orang dan tidak membumiarkan orang terdekatnya menyayangi orang lain. Tapi, Galih, dia bersikap berbeda padanya. Seolah olah dia orang asing yang dulunya tidak pernah mengenal.

Jangankan menyapa, kini melihat Alen saja tidak. Alen bingung, kenapa harus begini. Jika Galih memang mempunyai kekasih, ya sudah, toh Alen juga tidak apa-apa kok. Itu hak Galih kan? seharusnya Galih tidak perlu menjauh darinya. Dari kemarin ia terus saja memikirkan itu, berfikir apakah aku mempunyai salah padanya? memangnya ala yang aku buat terakhir kali padanya, hingga dia menjauhiku?

Apa mungkin, Galih menjauhi Alen karena takut, orang yang dianggap Alen kekasih Galih itu cemburu. Makanya dia menjauh dari Alen karena tidak mau terjadi kesalahpahaman diantara mereka. Mungkin begitu....

"Nih nasi goreng, tadi Mamaku nitip buat kamu." Alen menoleh pada bangku yang ada disebelahnya, tepatnya bangku Irvan. Alen hanya diam menatap kotak nasi berwarna biru yang tutupnya tergambar kartun doraemon.
"Ada masalah?" sepertinya Irvan sudah sangat paham dengan Alen, padahal Alen belum cerita apa-apa, tapi dia sudah menduga kalau Alen sedang banyak pikiran.

"Hhh-- entahlah." Sudut bibirnya terangkat sedikit, seperti sebuah senyuman paksaan. Apa lebih baik cerita pada Irvan, mungkin itu membantu, fikirnya sendiri. "Aku tidak yakin kau sedang baik-baik saja, kalau kau butuh pendengar aku siap mendengarkan. Tapi aku gak maksa sih huehe." Wah lihatlah sekarang dia sangat sangat peduli pada Alen. Sampai Alen tak tau bagaimana cara membalas kebaikannya. Irvan memang benar-benar ngengerti.

"Galih, dia sekarang menjauhiku." Ucapnya setelah menggeser kursi bangkunya untuk menghadap ke arah Irvan, kini dia menompang dagunya. Alen yakin Irvan bisa menjadi pendengar yang baik. "Apa kau tau alasannya?" tanya Irvan yang malah mengikuti gaya Alen menompang dagu. Membuat Alen sedikit kesal walaupun terhibur.

"Aku tidak tahu jelas, tapi aku fikir, mungkin karena dia kini sudah dekat dengan perempuan lain. Sebab itu dia menjauhiku, agar tidak terjadi kesalahpahaman antara mereka berdua." Sepertinya Irvan sangat antusias mendengarkan Alen, bahkan matanya tak beralih daeggi Alen sampai tidak berkedip. Irvan kini terdiam sejenak, mungkin saja dia sedang berfikir bagaimana bisa Galih menjauhi Alen?

"Dari mana kau tau Galih punya pacar? ku harap kau tidak mengetahuinya dari Mela, si biang gosip itu! lihatlah dia! masih pagi sudah membicarakan topik gosipnya." Matanya sambil melihat ke arah kerumunan cewek-cewek yang berada didepan kelas. Terlihat Mela yang begitu antusias menjelaskan kepada cewek-cewek lain, entah apa yang mereka bicarakan.Bahkan para pendengarnya pun memperhatikan Mela dengan serius, sesekali menimpalinya.

"Lihatlah dia! dia sangat pandai berkomunikasi dan menjelaskan topik gosipnya. Gikiran maju presentasi saja seperti orang yang gagap. Kau jangan seperti itu ya, aku tidak suka."




Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 11, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

I See YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang