Chapter 4

386 66 11
                                        


Wendy menghentikan langkah kakinya saat lampu merah untuk pejalan kaki dinyalakan. Ia memandangi setiap mobil yang melaju melewatinya. Tidak banyak kendaraan yang berlalu lalang disana sehingga cukup ramah untuk para pejalan kaki.

Ia menatap lesu satu kantung belanjaan berisi beberapa bahan makanan yang dibeli dari minimarket. Ia menatap kedalam kantung tersebut untuk sekedar melihat apa saja barang yang dibelinya secara acak tadi. Embusan nafasnya keluar saat bahan bahan tersebut tidak cocok untuk dipadu padankan sebagai hidangan masakan. Sejujurnya, ia tidak berniat untuk membeli bahan makanan disana. Ia hanya ingin mencari waktu sendiri tanpa harus bersusah payah menghindari kontak mata dengan Chanyeol.

Tak bisa dipungkiri dirinya tertegun ketika pria itu dengan mudah menawarkan bantuan lain untuknya. Mungkin, jika dirinya menjadi Chanyeol ia akan berpikir dua kali sebelum mengajak seseorang yang belum sebulan ataupun seminggu dikenalnya.

Ia menggelengkan kepalanya pelan seraya keluar dari lamunannya yang kian menyesakkannya hatinya. Ia melirik orang orang disampingnya yang kini mulai berjalan ketika tiang lampu jalanan berubah menjadi hijau menandakan pejalan kaki boleh melewati zebra cross kembali. Dengan langkah berat, ia segera bergerak menuju sebrang jalan sebelum warna tersebut berganti.

Wendy menepi menuju sebuah bangku kosong yang berada disamping trotoar. Ia mendongak menatap cuaca cerah langit yang berbanding balik dengan perasaannya yang sedang diselimuti awan hitam sejak kemarin hari dimana sebuah kalimat yang keluar dari mulut Chanyeol sukses membuatnya kepikiran sepanjang malam.

Ia tahu pria itu memang tidak memiliki maksud tertentu, hanya saja ia masih meragukannya. Terlebih, tidak masuk akal kalau Chanyeol dengan tiba tiba mengakui perasaannya padanya padahal mereka baru saja bertemu, kan?.

Wendy memijat pelipisnya pelan saat rasa pening mendera. Ia tidak cukup tidur semalam karena pikirannya sedang terpecah belah. Disatu sisi ia masih memikirkan seorang pria yang sudah membuatnya menjadi menderita dan sisi lainnya perkataan Chanyeol membuatnya menambahkan beban pikirannya lagi. Ia butuh waktu dengan semua itu, bahkan ia belum memberitahu Chanyeol tentang keputusan akhirnya sejak kemarin, ia masih bimbang.

Gadis itu hendak mengambil botol mineral dari kantung belanjaan yang ditaruhnya disamping, namun karena tidak seimbang kantung tersebut terlepas dari jemari tangannya lalu menyusur tanah. Ia segera bangkit mengambil barang barang yang tercecer disana tanpa pikir panjang lagi. Pikirannya sedang kacau sekarang.

Ia menatap juluran tomat yang dipegang seseorang padanya. Ia pun tersenyum tipis lalu mengambil tomat tersebut kedalam kantung. "Thankyou." Sahutnya ramah tanpa melihat wajah orang tersebut.

Wendy berdiri seraya mengeratkan pegangannya pada kantung berbahan dasar kertas tersebut. Ia mengalihkan pandangannya ke orang yang sudah membantunya tadi. Raut wajah ramahnya memudar saat ia menatap sapaan kedua bola mata yang penuh kemenangan.

"Samchon." Bisiknya pelan.

Son Chilhyun mengembangkan senyumannya seraya melambai kecil pada Wendy yang terkejut. "Annyeong, my little girl."

Wendy menatap tajam pada sosok yang sedang ia hindari akhir akhir ini, ia tidak menyangka Pamannya mampu menemukannya secepat itu. Ia melangkah mundur saat pria itu berjalan mendekat ke arahnya.

"Aku ingin bicara sesuatu padamu, Wendy-ah. Ini sangat penting. Ayo, kita masuk kedalam mobil." Kata Chilhyun lembut seraya mengarahkan tangannya pada mobil hitam yang tak jauh dari mereka.

"Kau pikir aku masih percaya padamu, Paman?, setelah semua ini?, Aku akan berteriak kalau kau memaksaku."

Wendy mendengar dengusan Chilhyun. Pria itu menggaruk belakang kepalanya sebelum memasukan salah satu tangannya ke dalam saku celana. Ia tidak bisa lengah jika dirinya berada disekitar pria itu, bisa saja ia menyembunyikan sepotong kain beraroma parfum yang dapat membuat orang pingsan.

The Bond Of FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang