SEJAK semalam Antares dibuat uring-uringan tidak jelas hanya karena satu gadis bernama Hawline. Pasalnya pesan yang dikirimkannya belum juga bertanda biru padahal jelas jika pesan itu telah diterima oleh sang penerima terbukti dari tanda centang dua pada pesannya.
Antares menyeringai sesaat dan mengembalikan fokus pada ponsel miliknya.
"Gue liat gelagat Dexter mencurigakan." Jordan datang menyampirkan handuk baru kepundak Antares. Pemuda satu itu baru saja kembali dari kamar mandi yang berada diluar kamar karena Antares yang meminta sebab kamar mandi yang didalam akan digunakan namun, sampai Jordan kembalipun Antares bahkan belum beranjak dari posisi awal ketika Jordan pergi tadi.
"Pergi kemana dia?" Tanya Antares membagi fokus antara bicara dengan sepupunya dan ponsel ditangannya.
"Arah tangga belok kanan."
Antares melempar ponselnya kearah Jordan yang tengah berdiri didepan lemari pakaian. Dengan tergopoh Antares bergegas keluar dari kamarnya tak lupa memberitahu Jordan apa yang harus dilakukan pada benda pintar yang teronggok dilantai akibat Jordan yang gagal menangkapnya.
"Perintahin Kenzo buat jemput Hawline. Dan minta anak Galvador buat awasin apapun yang Hawline lakuin. Buat laporan ke gue minimal sejam sekali."
Jordan menggelengkan kepala, mencerna panjangnya kata yang barusan diucapkan Antares.
"Bangsad! Udah ilang aja tuh anak." Maki Jordan sambil memungut ponsel Antares.
Semua orang tau betapa pisesivenya Antares jika sudah menyangkut Hawline. Cowok jangkung itu tidak akan main-main dengan ucapannya. Dan tidak segan untuk melukai siapapun yang mengusik miliknya. Itu juga yang membuat Hawline tidak mempunyai banyak teman. Padahal gadis itu adalah gadis ramah dan over welcome kepada orang. Tapi ya begitulah pengaruh Antares dihidup Hawline mempunyai pengaruh besar, terutama pada pergaulannya.
Namun rupanya hal itu tidak berlaku bagi sang ketua Osis yang sekaligus orang yang secara terang-terangan mengatakan ketidaksukaannya terhadap Antares, siapa lagi jika bukan Onix. Bahkan dengan berani cowok itu mendekati Hawline dan menunjukan ketertarikannya kepada gadis yang sudah di klime oleh kosong satu Galvador sebagai miliknya.
Antares mengikuti arah yang disebutkan Jordan untuk mencari keberadaan Dexter. Sampai diarea tangga tanpa pikir panjang Antares langsung belok kanan. Langkahnya merindik saat tahu kemana arah lorong ini. Matanya memicing. Menyadari bahwa kamar Olive berada didepan sana. Hanya tinggal belok kanan maka ia akan menemukan pintu yang akan membawanya ke kamar wanita itu.
"2 mangsa dalam 1 waktu." Sennyumnya terbit. Senyum yang bahkan tidak satu orangpun mengerti artinya.
Antares semakin dekat kekamar Olive. Ia melihat sekeliling dan beruntung, semesta sedang berpihak kepadanya.
"Bodoh!" Lagi, Antares merasa sangat beruntung saat pintu itu tak tertutup rapat. Ia bisa memanfaakan hal itu untuk melihat apa yang Dexter dan Olive lakukan didalam sana.
Antares mengendap maju. Menajamkan telinga dan pengelihatannya.
"Aah.." Satu kata itu berhasil Antares dengar. Sudah cukup dengan apa yang ingin diperolehnya Antares berjalan cepat meninggalkan lorong itu.
-Antares-"Aaaaaaa...." Teriakan melengking itu berasal dari kamar milik olive. Semua penghuni mansion itu langsung tergopoh keluar dari tempatnya dan menuju sumber suara.
"Ada apa ibu?" Tanya Andreas terlihat begitu khawatir.
"Seertinya ada yang ingin mengancam nyonya Olive, Re." Ucap Dexter cepat, mendekati jendela kaca yang sudah hancur berkeping akibat ulah oknum yang tidak diketahui. Kaca itu dilempar dengan batu berdiameter sedang yang dibungkus kertas putih berisi ancaman yang ditujukan langsung oad Olive.
"Kau disini Dex?" Andreas nampak terkejut melihat Dexter sudah ada dikamar ibunya. Karena dia merasa jika tadi dia orang pertama yang masuk kesana.
"Sudahlah Re" Alih Olive, dengan mudahnya Andreas mengangguk begitu saja.
"Bisa aku melihat isi kertasnya?" Marko mendekati Dexter dan mengambil aih kertas itu ketangannya. Untuk beberapa saat Marko diam, menganalisis setia baris kalimat pada tulisannya.
"Aku rasa ini hanya permainan rubah kecil. Kau tidak perlu mengambil pusing masalah ini Olive." Terang Marko mengambil kesimpulan.
"Tapi ini tidak pernah terjadi pada ibu sebelumnya." Sanggah Andreas tidak percaya.
"Benar Tuan, ini baru pertama kali." Dexter ikut menimpal.
Jordan mengamati sekelilingnya, dan dia baru menyadari jika Antares tidak ada disana bersama mereka. Fikiran Jordan langsung melayang buana apakah ini perbuatan Antares? Tapi Jordan tidak yakin. Sebab yang dia tahu Antares tidak akan bermain menggunakan cara kecik seperti ini.
Jordan melihat Ayahnya yang juga menatapnya penuh tanya.
"Apa?" Tanya Jordan ketus.
"Dimana Antares?" Marko mengedarkan pandang begitu juga dengan orang disana.
"Aku tidak tau." Jawab Jordan acuh.
"Jika kalian pikir gue yang lakuin. Gue gak main cara murahan kaya gini" Entah datang darimana Antares sudah berdiri menyender pada ambang pintu kamar Olive.
"Darimana kamu?" Marko menyelidik.
Antares mengangkat tangannya, menunjukan satu keresek putih belanjaannya.
"Kenapa kau belanja sendiri An, disini banyak pelayan yang bisa kau suruh." Olive kembali berusaha mencuri hati Antares. Namun dengan cepat Antares kembali menjauh dari wanita yang menghampirinya tadi.
Marko menghembuskan nafas berat melihat tingkah Antares yang tidak berubah.
"Sebelum keluar dari mansion apa yang kau lakukan?" Marko tak ingin menyerah begitu saja untuk mengintrogasi Antares.
"Tentunya membuka pintu, apa lagi?" Jawab Antares polos.
Jordan menahan tawanya, baru kali ini Antares bersikap polos dan itu sukses membuatnya merasa bengek.
"Sudahlah Marko, ini bukan hal yang besar. Lebih baik kita lupakan saja. Aku akan meminta Dexter memperketat keamanan" Olive menebgahi.
Dexter mengangguk setuju begitupun dengan Andreas.
Satu persatu semua bubar dari kamar Olive. Seperti biasanya Antares akan selalu meninggalkan tempat paling akhir. Olive bingung kenapa Antares tak kunjung pergi.
"Kau butuh sesuatu An?"
Dengan tak memperdulikan Olive, Antares memungut kertas yang ditinggalkan Marko diatas meja rias milik Olive. Menyelipkannya di saku celana yang ia gunakan.
Antares berjalan mendekati Olive membuat posisi mereka berhadapan. Meski begitu tatapan matanya tidak pernah tertuju pada Olive.
"Besok-besok kalau mau main kuda-kudaan pintu kamar dikunci." Sinis Antares kemudian langsung pergi tanpa menunggu respon Olive. Bahkan untuk melihat raut wajah wanita itu saja Antares merasa enggan.
Votmentnya boleh?
Next? Teror me.Keyfralldy.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANTARES
Teen Fiction⚠️FOLLOW SEBELUM MEMBACA ⚠️ Antares Gasta Hardhana, cowok berwatak keras, bengis, tengil, dan tempramental. Tidak takut dengan apapun dan siapapun. Apa yang dikehandakinya harus terlaksana. Narkoba dan antek anteknya sudah menjadi makanan sehari har...