7.

1.8K 69 14
                                    

"Lo gak capek hidup gini-gini aja Lien?"

"Maksud lo?"

"Lo sama Antares."

Hawline melihat lurus kedepan tak sedikitpun nenoleh pada lawan bicaranya yang tengah duduk berada disampingnya.

Berbicara mengenai Antares udara disekitar Hawline seolah menyusut. Bahkan dengan jarak mereka yang terpisah jauh pun tidak ada pengaruhnya.

Antares tetaplah cowok over protective. Bila sudah masuk dalam kehidupannya makan akan sulit untuk keluar begitu saja.

Banyak yang ingin masuk namun sayangnya jika waktu dapat diulang Hawline akan berdoa tidak pernah dipertemukan dengan cowok arogan yang sialnya sekarang menetap dalam dihati Hawline. Antares datang secara tiba-tiba menyeretnya masuk kedalam hidup cowok itu yang bahkan waktu itu Hawline tidak tau nama atau hal lain tentang Antares.

"Lo tenang aja, im happy" Yakin Hawline. Dia membenarkan rok hitam kotak-kotak selutut yang merupakan bawahan dari seragam khas sekokahnya setelah bangkit dari kursi semen yang ada dibawah pohon.

Onix mengikuti Hawline bangkit memposisikan mereka saking berhadapan satu sama lain. Disana bibir Hauwline tersenyum tulus, Onix menggeleng tak percaya bagaimana bisa gadis didepannya itu nampak baik-baik saja padahal Onix yakin batinnya sedang tersiksa karena ikut terjebak dalam kehidupan Antares yang tidak ada terang-terangnya. Bukannya Onix sok tau tapi bukankah itu kenyataannya?

Tentu ada alasannya kenapa Onix sampai mengatakan hidup Antares gelap. ya, meskipun ia tahu kalau Antares berasal dari keluarga kaya bahkan lebih kaya darinya namun, coba fikir dengan logika bukankah harta bisa hilang dan habis? jadi, keturunan orang kaya suatu saat juga belum tentu tetap menjadi orang kaya.

Ingat kata pepatah kalau roda kehidupan itu berputar kadang diatas dan kadang lagi dibawah. Kecuali jika Antares mampu mengganjal rodanya agar tidak berputar.

"Gue pergi dulu Nix." Onix sigap menahan tangan Hawline membuat gadis yang akan beranjak itu kembali membalikan badannya yang tadinya menyerong.

Tatapan keduanya bertemu untuk beberapa saat sebelum Hawline melempar ke arah tanggannya yang masih dicekal Onix, dengan perlahan Hawline melepaskan tangannya menyisakan tangan itu menggenggam udara.

"Gue gak mau anak Galvador liat ini dan jadi salah paham."

-Antares-


Antares sudah siap dengan ransel serba guna dan beberapa peralatan kecil yang disembunyikannya dibalik mantel tebal warna hitam yang ia gunakan.

Kakinya  yang terbungkus snikers terus berjalan cepat menyusuri setiap gang becek yang akan membawanya kesuatu tempat. Berbekal instruksi arah yang dkirimkan Jordan melalui layar kecil dipergelangan tangannya Antares memantapkan langkahnya mengikuti kemana tujuan seseorang didepan sana.

Beberapa kali Antares berpapasan dengan orang yang melihatnya tidak ingin mengundang curiga ia menganggukan kepala lalu menurunkan sedikit topinya agar wajahnya tak ketara jelas.

"Kenapa berhenti Ant?" Suara Jordan terdengar.

Antares memutar badan melihat sekelilingnya. Namun yang disadarinya adalah gang ini buntu. Orang yang ada didepannya pun lenyap entah kemana tanpa meninggalkan jejak.

"Buntu."

Sedangkan diposisinya Jordan mengernyit bingung mengenai pernyataan Antares barusan padahal pada layar monitor didepannya target mereka masih berada pada satu garis lurus dengan Antares.

"Gak mungkin"

"Maksud lo?" Tanya Antares skiptis.

"Target masih jalan lurus kedepan." Jordan menyampaikan kejanggalannya.

ANTARESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang