12. PENGAKUAN

6.7K 754 345
                                    

"Tawa itu dulu milikku

Senyum itu dulu milikku

Bahkan tangismu pun milikku

Karena itu, akan kuambil lagi

Karena kutahu kalau kau tidak terganti."



[Name] yang berjalan sejak tadi terus memasang wajah masam. Suasana hatinya menjadi tidak karuan karena seseorang terus mengikutinya seperti anak ayam. Gadis itu mencoba untuk mengabaikannya, dan ia berhasil selama satu jam ini. Namun sepertinya orang tersebut tidak punya niat untuk menyerah. [Name] sudah mulai geram, tidak enak rasanya dibuntuti oleh orang yang bisa mengambil nyawanya kapan saja ini.

"Mau sampai kapan kau terus mengikutiku, Dazai-san?" tegur [Name] yang sudah tidak kuat dengan tingkah gila Dazai—orang yang mengikutinya sejak tadi.

"Oh, akhirnya kau bicara juga padaku," sindir Dazai dengan senyum yang tak sanggup [Name] mengerti sama sekali.

"Apa maksudmu terus mengikutiku?" tuntut [Name].

"Hanya ingin melakukannya saja," jawab Dazai yang sontan langsung membuat [Name] mulai naik pitam.

[Name] mengambil napas panjang, mencoba menenangkan diri. Tanpa mengatakan apa pun, ia kembali berjalan. Kali ini ia justru berjalan masuk ke dalam sebuah gang yang membelah dua bangunan di kanan dan kiri.

"Kurasa tempat ini sepi," ucap [Name], menghentikan langkahnya saat ia berada dalam gang dan tidak terlihat oleh orang yang berlalu lalang.

Dazai tentu masih mengikutinya. Ia mengerutkan dahi, mencoba membaca pikiran gadis yang ada di depannya karena tiba-tiba berjalan ke gang gelap dan bau seperti ini.

[Name] merogoh kantung jaket merah gelapnya, kemudian melemparkan sesuatu ke Dazai dan berkata, "Kau bisa melakukannya di sini, aku tidak akan bergerak atau melawan."

Mata Dazai melebar saat ia benda yang ia tangkap dari [Name] justru adalah sebuah pisau cutter yang sebelumnya melukai jari gadis itu di kantor tadi. Dazai mengerti apa yang gadis itu maksud, ia memasang wajah marah seklaigus sedih.

"Ah, aku akan berbalik untuk memudahkanmu," kata [Name] yang membalikkan tubuhnya hingga membelakangi Dazai.

Dazai memandang [Name] tidak percaya. Gadis itu terlihat sangat santai padahal [Name] dengan terang-terangan menyuruh Dazai untuk membunuhnya di sini sekarang. Selama ini [Name] selalu melawan dan menghindar jika Dazai melakukan hal berbahaya terhadapnya, tapi sekarang gadis itu justru menyerahkan diri. Ketika Dazai sudah melupakan kebenciannya pada [Name], kenapa justru gadis itu dengan mudah memberikan nyawanya?

"Apa maksudmu, [Name]?" tanya Dazai, wajahnya terlihat serius dan sedikit menyeramkan karena amarah yang terpancar.

"Kenapa bertanya? Bukankah kau ingin membunuhku? Kau menggunakan cara baru untuk bersikap baik padaku sebelum akhirnya menusukku dari belakang? Aku tidak suka cara seperti itu. Aku lebih suka kau menusukku secara langsung, atau menyayat leherku dengan benda yang kau pegang sekarang," jawab [Name] tanpa beban.

"Apa kau bodoh?!" seru Dazai, mengagetkan [Name] hingga gadis itu berbalik melihat Dazai. "Apa kau sebodoh itu sampai menyia-nyiakan hidupmu dengan mudah?! Kenapa begitu mudah menyuruh orang membunuhmu?! Bukankah selama ini kau selalu menghindari setiap pisau yang kuhunuskan padamu?! Tapi kenapa sekarang kau justru memberikan benda yang membuatku bisa membunuhmu kapan saja?!"

[Name] terdiam. Ia tidak mengerti kenapa Dazai terlihat semarah ini. "Aku hanya memberikanmu benda itu untuk membunuhku. Bukankah selama ini kau memang ingin membunuhku? Aku memberikanmu kesempatan untuk membunuhku tapi kenapa kau justru malah marah seperti ini?"

REFRAIN (DAZAI X READER)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang