Happy Reading guysss!!!
Jangan lupa untuk vote and komennn••••••
Sekarang Alika sudah sampai di rumahnya, dia melihat mobil keluarganya terparkir di garasi. Alika berlari ke dalam dan langsung memeluk Alya atau Mamanya itu. Alya kebingungan melihat Alika anak bungsunya itu memeluk dirinya.
"Hiks ... Mama, Alika mau cerai! Mama tau, Kelvin selingkuh di depan aku, Ma," adu Alika dengan Air mata palsunya.
Alya memutarkan matanya malas mendengar penuturan Alika. Alika pikir dirinya bodoh untuk percaya pada perkataan seperti itu.
"Gak usah ngada-ngada. Kelvin itu mantu idaman Mama, dia gak mungkin seperti itu. Mama lebih percaya sama Kelvin daripada kamu." Alya mengatakan itu dan melanjutkan perbincangannya dengan Dinda atau sang ibu mertua.
Alika berdiri sebentar dan langsung berlutut. Keluarga yang berada di sana mengernyitkan alisnya tanda kebingungan.
"Ohh Ibunda, Ratu. Komohon percaya sekali ini saja bahwa suamiku telah selingkuh. Aku mau minta keadilan, wahai Ratu," kata Alika dengan mata yang penuh harapan.
Alya menggelengkan kepalanya dan tersenyum kepada Alika. "Wahai putriku, keadilan apakah yang engkau inginkan?"
Seperti mendapat lampu hijau, Alika langsung berdiri dan menyerahkan surat perceraian yang selalu dirinya bawa-bawa, kemanapun dirinya pergi. Alya memicingkan matanya seketika melihat bahwa Alika punya surat perceraian cadangan.
Alya tersenyum evil dengan mengelus pelan kepala Alika. Alika yang tengah sibuk mencari bolpoin tidak tahu bahwa mata dengan sinar merah melihatnya dari arah lain menuju padanya.
"Alika, kamu punya suratnya banyak yah?" tanya Alya yang diangguki oleh Alika. Saking fokusnya mencari bolpoin, Alika tidak sadar bahwa dirinya tengah di interogasi.
"Nah, kamu punya cadangan berapa?"
Alika menghitung jarinya dan fokus kembali pada tasnya. "Waktu itu Alika bikin seratus, tiga puluh satu udah disobek-sobek sama mama, berarti tinggal enam puluh sembilan," ungkap Alika yang membuat Alya tertawa menang.
"Terus kamu simpan di mana itu surat."
Alika berfikir sejenak memikirkan dimana dirinya menyimpan surat tersebut. "Ehh ... Sepuluh di dalam bantal aku, lima belas di bawah ranjang, lima di atas lemari, dua puluh di rak buku Kelvin, Sembilan di Rumah Mama, dua puluh ada di---" Alika menghentikan ucapannya saat dia menemukan bolpoin.
Sebentar! Alika berfikir terlebih dahulu, sebenarnya apa yang barusan dia ucapkan? Dia melototkan matanya saat sadar bahwa dia mengatakan sesuatu yang seharusnya tidak.
"Alvin, Anita! Cepat kalian ambil surat yang dikatakan Alika dan bakar semuanya!" perintah Alya dan dengan sigap Alvin beserta Anita lari ngacir menuju kamar sang adik.
"Mama! Ihhh ... Kok mama tega sama Aku."
Alika berlari untuk menangkap Alvin dan Anita. Gawat! Jika Semuanya dibakar dia tidak akan bisa hidup lagi. "Abang! Kak Ita!"
Terlambat! Alvin dan Anita sudah berada di kamarnya, terlebih lagi mereka beneran mengambil semua hidupnya. Mereka sengaja mengunci pintu supaya Alika tidak bisa masuk.
"Cari di bawah ranjang, Vin. Terus di atas lemari," perintah Anita yang tengah mati-matian menjaga pintu agar Alika tidak masuk.
Alika memicingkan matanya dengan ekspresi kesal. Dia memikirkan cara bagaimana agar Alvin dan Anita keluar. Dia melihat sekeliling dan Yap! matanya menuju pada pagar lantai dua yang berada tak jauh dari dirinya. Apakah jika dia terjun dari lantai dua Alvin dan Anita akan keluar?
Dengan Ragu-ragu Alika mendekati pagar besi itu dan menaikinya. Apakah dirinya benar-benar harus terjun ke bawah. Tangan Alika sudah berkeringat, Alika takut ketinggian tapi dia lebih takut hidupnya di bakar sama sang mama.
"Abang, Kak Ita! Kalau kalian gak keluar Alika lompat nih," teriak Alika yang membuat keluarganya di bawah alias terkejut. Tapi bohong, ekspresi mereka datar-datar saja, karena mereka tahu bahwa Alika itu takut ketinggian dan dia gak mungkin berani lompat.
"Aku taruhan bahwa Alika gak bakalan lompat, ini satu juta," kata Alya sembari menyimpan uang di atas meja.
"Yah aku juga yakin Alika gak bakalan lompat dan setelah ini dia akan nangis. Satu juta setengah," kata Dinda Heboh.
Alika yang berada di atas melototkan matanya saat tahu dirinya jadi bahan taruhan. Dia bingung, kenapa dirinya mempunyai keluarga yang bobroknya minta ampun.
"Alika beneran lompat, Nih!"
"Yaudah lompat aja," ujar Alya tidak peduli.
Tangan dan kaki Alika rasanya sudah gemetaran. Dia bingung, kalau gak jadi percuma dong dia inisiatif lompat dari lantai dua. Tapi, dia phobia ketinggian dan sepertinya dia sudah tidak punya tenaga.
"Huwaaa!!! Mama, Alika takut. Tolongin Alika!" teriak Alika sembari menutup matanya. Sudah, dirinya sudah tidak tahan, dia tidak akan berani melompat.
"Yaudah cepat naik ke pagar, sok-so'an mau lompat udah tahu phobia ketinggian!" cerca Alya dengan nada meninggi. Siapa bilang dia tidak khawatir, justru dalam lubuk hatinya dia ketakutan anaknya jatuh.
"Mama! Alika takut, Alika udah gak kuat mah."
Alvin dan Anita langsung keluar kamar saat mendengar teriakan Alika. Mereka terkejut melihat Alika tengah menangis dengan posisi seperti itu.
"Alika, pegang tangan Abang, Oke. Jangan lihat ke bawah! Pokus pada mata Abang aja!" perintah Alvin yang membuat Alika menggelengkan kepalanya.
"Jangan mendekat! Alika gak mau, Alika takut!"
Kelvin yang mendengar kegaduhan di rumahnya itu langsung berlari ke dalam. Dirinya melihat Alika tengah menangis dengan ekspresi ketakutan. Dia menaiki tangga dengan cepat dan langsung menangkap tubuh Alika yang akan jatuh. Alika berteriak histeris saat ada seseorang yang menangkap tubuhnya.
Kelvin memeluk erat tubuh Alika, dirinya bernafas lega saat tepat waktu menangkap tubuh Alika yang akan jatuh. Alika balik memeluk erat Kelvin dengan tangisan yang masih terdengar.
"Bodoh! Ngapain pake acara mau lompat, Hah. Udah tau takut masih aja ngeyel. Ngapain nangis! Itu akibatnya yang mau lompat gak mikir dulu!" bentak Kelvin yang membuat tangis Alika makin kencang.
Kelvin mengangkat tubuh Alika untuk melewati pembatas pagar, setelah berhasil dia menjauhkan Alika dari sana. Alika yang menangis tidak melepaskan pelukan itu, malah dia memeluk Kelvin layaknya koala. Kelvin menuruni tangga dengan memangku Alika. Alya beserta yang lain lega Kelvin datang tepat waktu, jika tidak mungkin entah apa yang akan terjadi.
Mereka duduk menenangkan Alika yang tidak berhenti menangis, Alya menceritakan apa yang terjadi sampai-sampai Alika berniat bunuh diri. Posisi Alika masih sama, yaitu duduk dipangkuan Kelvin dengan pelukan yang tak mau lepas. Mereka berbincang-bincang lumayan lama, mereka tidak mendengar idaman Alika dan ternyata Alika sudah tertidur.
"Alikanya udah tidur, kasian dia, kamu bawa ke kamar aja, Vin," kata Alya dengan mengusap pelan kepala Alika.
Mereka semua sekeluarga berniat untuk pulang dikarenakan sudah sore. Alya, Dinda dan Anita sudah pergi duluan. Di sana hanya ada Alvin, Kelvin dan Alika.
"Vin, Lo jaga baik-baik macan kesayangan gue, ya," kata Alvin sembari mengecup kening Alika. Kelvin hanya mengangguk sembari melihat Alvin yang sudah keluar.
Kelvin mengelus kepala Alika dengan lembut, dia mengecup kening Alika berkali-kali tanda dia bersyukur Alika baik-baik saja.
"Coba setiap hari Lo kayak gini. Manja dan juga cengeng, mungkin gue akan betah dan gak marah-marah mulu," ucap Kelvin dan menutup matanya. Akhirnya mereka terlelap menuju dunia mimpinya masing-masing.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dosen Galak [SUDAH TERBIT]
Chick-LitKelvin Radika Putra adalah Dosen galak and dingin. Semua orang takut padanya, yah kecuali satu orang Alika Maharani. Cewek bar-bar dan juga garang kalau lagi kesel sama Kelvin. Alika mempunyai impian untuk menikah dengan seorang pria yang baik, roma...