PROLOG

14.3K 1.4K 92
                                    


S U M M A R Y


Punya indera keenam membuat Mikana kesulitan sejak kecil. Pasalnya, dia akan berteriak histeris bila berjumpa dengan Paman Mata Bolong atau Aunty Sundel Bolong. Karena itulah, dia jadi dijauhi oleh teman seumurannya. Hanya Kak Tata dan Kak Tasya, anak kembar dari teman orangtuanya yang tinggal satu kompleks, yang mau menemani Mikana.

Namun, keduanya berbeda enam tahun dari Mikana. Jarak umur yang begitu jauh. Ketika Mikana masih kecil, mereka sudah memulai masa remaja.

Ketika Tata tiba-tiba pergi untuk kuliah di luar negeri tanpa pamit pada Mikana, Mikana benar-benar terluka! Apa Mikana nggak penting bagi Tata?

Setelah kepergian Tata, Mikana menjalani hari-hari dengan kesepian tanpa teman. Hingga muncul Sakti yang menemani masa-masa itu, membuat Mikana nggak lagi sendirian.

Tapi ... Sakti tak kasat mata.

Tahun demi tahun berjalan tanpa kehadiran Tata, Mikana mengisi hari demi hari dengan Sakti. Hingga di ulang tahun ke tujuh belas, Tata kembali.

Dan bersiap menjungkirbalikkan hidup Mikana yang tenang.


L E T ' S  B E G I N


"Mikana, makan malem dulu."

Suara Mama dari ruang keluarga seolah berdengung begitu saja di telinga Mikana. Perempuan yang baru berumur 17 hari ini itu, tetap berada di kamarnya, tangan di stik kontroler, mata terpancang layar televisi.

"Mikana, kamu mau makan tv? Ayo, sini."

Suara Mama terdengar lagi.

"Mikana nggak laper!" sahut Mikana.

Sahutan dari Mikana tentu saja menimbulkan omelan yang keluar dengan indah dari mulut sang ibu.

"Dasar, remaja puber. Masa ultahnya cuma main PS? Ini gara-gara bapaknya ngajarin PS dari dia kecil. Aduh ... kepalaku."

Mikana cemberut, kini menyumpal telinganya dengan earbuds bluetooth. Dengan begitu, suara Mama teredam. Tersenyum, Mikana asyik melanjutkan permainan PSnya.

"Mikana, ada tamu. Ayo keluar dulu. Kamu pasti seneng nih liat dia."

Suara Mama tentu saja tidak terdengar.

"Mikana!"

Mikana tetap asyik main PS. Ini adalah hari liburnya yang berharga. Mendengarkan ocehan Mama sama saja membunuh hari liburnya.

Mikana mengira malam ini akan berakhir biasa saja, sampai seseorang tiba-tiba mencabut earbuds dari telinganya.

"Ih, Mama, kok—"

Suara Mikana masuk lagi ke tenggorokan. Matanya terpancang pada manusia yang sedang berjongkok di hadapannya. Manusia yang kini memasang earbuds di telinganya. Setelah mendengarkan lagu yang terputar di earbuds tersebut, mata si manusia menatap Mikana tak suka.

"Kekencengan. Lo bisa kena gangguan pendengaran, Mik," sahutnya.

Mikana masih diam di tempat. Kaku.

Mama muncul di ambang pintu. "Mikana, itu Tata dateng, kok kamu malah main PS terus, sih?" kemudian, Mama tersenyum pada Tata. "Ayo, Tata. Makan malam bareng."

"Iya, Tante. Nanti Tata turun bareng Mikana."

"Mikana, jangan lupa cuci muka dulu," pesan Mama sebelum beliau pergi meninggalkan mereka berdua.

"Ih, jorok. Seharian lo belum cuci muka?" tanya Tata dengan berjengit. Laki-laki itu mengedikkan kepala ke arah kamar mandi. "Sana cuci muka."

Seolah sudah tersadar dari keterkejutannya, Mikana kini bicara. "Jangan SKSD lo."

Ada luka dalam suara Mikana. Ada benci yang begitu dalam. Tata tahu hal itu, tetapi dia malah bangkit, merogoh tasnya untuk mengeluarkan kotak berpita biru. Tata menaruh kotak itu di nakas tempat tidur Mikana. Tata melihat pigura foto yang dibalik tertelungkup. Dia menoleh pada Mikana yang masih menatapnya.

Menatap benci.

"Selamat ulang tahun, Mikana," ucap Tata dengan senyum simpul sebelum melenggang pergi.

Mikana hampir menghela napas lega, ketika Tata tiba-tiba muncul lagi dan menegakkan pigura foto di nakas tempat tidur. "Kamar lo berantakan banget sih," komentarnya, sebelum benar-benar pergi.

Setelah Tata sudah pergi, Mikana mengumpat, "Anjing!" sambil mengusap wajah.

Namun ternyata, Tata masih mendengar umpatan Mikana. "Astagfirullah, Mikana, mulutnya."

"Pergi nggak lo?!" seru Mikana kesal.

"Iya, iya. Ini gue pergi. Buruan turun."

Tata akhirnya benar-benar pergi sambil tertawa, membuat emosi di dada Mikana makin mendidih. Mikana melihat kotak kado yang diberikan Tata. Dirinya bangkit dari permadani dan duduk di tepi tempat tidur. Kado Tata ia buang begitu saja di tempat sampah, sementara dirinya melihat pigura yang ditegakkan oleh Tata beberapa saat yang lalu.

Mikana menatap isi pigura itu. Di mana Mikana dan Tata berdampingan. Mikana mengenakan seragam putih biru, sementara Tata mengenakan seragam putih abu. Keduanya tersenyum lebar. SMP National High menjadi latar belakang foto itu. Ada tulisan tangan dengan spidol putih di pojok kanan atas.

Until we met again

"Met again apaan, tai," gumam Mikana, mengambil pigura itu, dan membuangnya bersamaan dengan kotak kado Tata.

Tanpa mencuci muka, Mikana turun menuju ruang makan, di mana Mama, Papa, dan Tata sudah menunggu. Mikana berdiri diam untuk sesaat, melihat Tata seperti melihat hantu.

Bagi Mikana, Tata lebih seperti hantu, dibanding hantu yang tiap harinya ia lihat.

Bagi Mikana, nama Tata sudah tidak ada di hidupnya.

Sampai Tata kembali seperti badai di kala hidupnya tenang.

"Jangan dibuang ya, kadonya," ucap Tata. "Baca dulu notes dari gue."

Dan Tata siap memporak-porandakan hidupnya lagi.

Untuk kedua kali.


1 6  D E S E M B E R  2 0 2 0


TRS Universe (2) - I Wish We Never MetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang