"diem lo selama setengah jam di situ, terus pulang."
Mikana berusaha menelan makanannya dengan cepat, meski Mama dan Papa sudah meminta Mikana untuk pelan-pelan. Mikana memakan dua potong kue. satu ayam bakar, satu ayam sayur, satu mangkuk sayuran capcai, dan diakhiri dengan segelas air putih. Setelah selesai makan, Mikana bersendawa dengan cantiknya.
"Mikana udah selesai makan," ucap Mikana, dengan gesit menaruh piring bekas makannya ke wastafel.
Ketika Mikana buru-buru ke kamar, Mama menahan Mikana. "Piringnya dicuci dulu, Cantik."
Mikana mendengus. Dia kembali ke dapur dengan langkah menghentak. Tata sejak tadi hanya melihat Mikana dengan senyum dikulum.
Saat Mikana sedang mencuci piring, dirinya tak sengaja mendengar percakapan orangtuanya dengan Tata. Gimana tidak terdengar? Ruang dapur dan ruang makan sangat dekat. Hanya dibedakan dengan sekat.
"Tata baru pulang banget?" tanya Mama.
"Iya, Tan. Tadi flight-nya agak ngaret, harusnya pagi, malah jadi siang."
Papa menyahut. "Papamu tadi nge-WA Om. Katanya gini," kemudian Papa membaca isi pesan di ponselnya. "Ternyata kamu nggak mau dijemput di bandara karena mau ketemu Mikana, ya? Oh."
Suasana meja makan hening untuk sesaat. Papa berdeham-deham. "Kenapa cenayangnya Matt selalu nyeremin, sih?"
"Namanya juga Matt," sahut Mama santai.
Setelah selesai mencuci piring, Mikana berjalan ke tangga. "Udah selesai nyucinya," serunya sambil lewat begitu saja.
"Eh, anak cantik," Mama tiba-tiba menarik tangan Mikana. "Itu Tata masih makan, loh?"
Mikana mengerutkan alis. "Terus?"
"Temenin, dong."
"Kenapa harus ditemenin?"
"Tata ke sini buat ketemu kamu."
Tata yang jadi topik perbincangan kini mendongak dari makanannya. "Nggak apa-apa, kok, Tan."
"Idih, carmuk," gumam Mikana.
Gumaman itu tentu saja terdengar Mama. "Mikana!"
Mikana mengembuskan napas kesal. Dirinya mengirim tatapan laser pada Tata, seolah mengatakan kalau omelan Mama adalah karena dirinya. Mikana pun duduk di tempatnya, menunggu Tata selesai makan.
Begitu Tata selesai makan, Mikana beranjak dari tempat duduk. Kali ini, Papa yang menahannya.
"Mikana, ngobrol-ngobrol gih, sama Tata. Kalian kan udah lama nggak ketemu."
"Ogah," ucap Mikana langsung.
"Mikana," peringat Papa. "Nggak boleh gitu."
Mikana cemberut. Di sebelahnya, Tata menikmati pemandangan itu. Tersenyum-senyum, malah. Senang sekali membuat Mikana kesal.
"Buru sini!" seru Mikana sambil menarik-narik tangan Tata ke ruang baca.
Tata menurut-nurut saja. Setiap ke rumah Mikana, ruang baca selalu jadi ruangan favorit Tata. Tata duduk di kursi berlengan, sementara Mikana duduk di permadani, dengan buku Mempelajari Algoritma Komputer di pangkuannya.
"Algoritma Komputer? It's new," gumam Tata.
"Diem lo selama setengah jam di situ, terus pulang," ketus Mikana.

KAMU SEDANG MEMBACA
TRS Universe (2) - I Wish We Never Met
Novela Juvenil[SEASON FINALE] Punya indera keenam membuat Mikana kesulitan sejak kecil. Pasalnya, dia akan berteriak histeris bila berjumpa dengan Paman Mata Bolong atau Aunty Sundel Bolong. Karena itulah, dia jadi dijauhi oleh teman seumurannya. Hanya Kak Tata d...