17. Teka-Teki

2.9K 752 135
                                        



"bertengkar tuh wajar dalam hubungan."


Dairy Milk. Chiki Ball. Oreo. Magnum. Good Day. Samyang. Indomie. Pocari Sweat. Apa lagi, ya?

"Mikana, buruan. Mama udah mau bayar, nih."

Dari arah kasir, suara Mama sampai pada Mikana yang masih memilih cemilan di selasar minimarket. Tangan cewek itu memeluk jajanannya. Rempong.

"Bentar, Maaah. Aku lupa satu lagi. Apa, ya?"

"Sukro Balado?"

"Oh, iya!" Mikana menepuk jidat, berlari ke selasar kacang-kacangan dan mengambil cemilan kesukaannya.

Begitu Mama melihat jajanan Mikana, wanita paro baya itu menatap anaknya. "Ini buat diabisin malam ini?"

Mikana mengangguk ceria.

Mama menatap Mikana penuh selidik. Ada gerangan apa anaknya yang biasanya berekspresi aku-benci-dunia-dan-semua-orang menjadi sebahagia ini? Seperti ada tulisan tak terlihat di jidat Mikana–permisi, yang bahagia mau lewat!

Kita pancing, yuk.

Mama memberikan kartu debit pada kasir, "Kemarin sore katanya jalan sama Tata dulu, ya?"

"Mama kok tau?" Mikana mengambil kantung Go Green yang disodorkan kasir.

Melihat wajah Mikana yang sangat terkejut dengan senyum lebar di bibir, Mama tersenyum paham.

Oh, karena itu.

"Tau, Tata kan izin dulu ke Mama di WA," jawab Mama seraya menekan pin kartu debit. Setelah proses pembayaran selesai, Mama menggamit bahu Mikana keluar minimarket.

"Pantes Mama nggak ngomel waktu aku pulang telat."

"Emang Mama sering ngomel?"

Mikana langsung menggebu. "Sering! Yang nggak sering tuh, Papa. Papa mah ngelawak mulu."

Luna tersenyum kecil. Ia suka perubahan yang terjadi di diri Mikana. Anaknya itu kembali ekspresif dan ceria. Seperti Mikana beberapa tahun lalu. Entah apa yang terjadi hingga Mikana kembali membuka dirinya. Yang pasti, Luna bersyukur Mikananya kembali.

Mereka hendak menyebrang ke kompleks perumahan. Luna yang kurang awas karena menaruh kartu debitnya di tas, tak sadar bahwa Mikana berjalan lebih dulu dibanding dirinya.

TIIIN!

Suara klakson mobil menyadarkan Luna. Wanita itu dengan cepat menarik lengan Mikana ke belakang.

"Mikana! Liat-liat dulu kalau mau nyebrang!" teriak Luna cemas setengah mati. Ia kira, jantungnya sudah keluar dari rongga saking terkejutnya.

Wajah Mikana berubah pucat. "Ta-Tadi sepi, Ma ...."

"Tengok kanan-kiri dulu!"

"Ma-Maaf," Mikana membawa mamanya ke bangku yang tersedia di teras minimarket. "Duduk dulu. Muka Mama pucet banget."

Mikana merelakan Pocari Sweatnya diminum Mama. Remaja berumur tujuh belas itu menatap mamanya yang masih meredakan kepanikan yang tiba-tiba menyerangnya.

"Maaf, ya, Mikana, tadi Mama teriak."

Mikana mengangguk. "Aku yang salah kok, jalan nggak liat-liat dulu."

Setelah Mama menandaskan minum, mereka kembali berjalan. Kali ini menyeberang dengan hati-hati. Kompleks rumah dari minimarket memang dekat, jadi mereka terbiasa berjalan kaki.

TRS Universe (2) - I Wish We Never MetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang