Jarak Lima Meter

4.6K 446 69
                                    

Bangkok, Chulalongkorn University
Agustus, 2020

---------------------------
16 Desember 2020
---------------------------

Tadi malam mereka berdua sama sama terlelap dengan sesekali tersenyum sambil memekik lirih. Mungkin sudah hampir gila jika tidak tersadar pada kenyataan bahwa mereka masih mahasiswa yang harus lulus dan membanggakan diri mereka serta orang orang di sekitar mereka.

Pagi ini Gun bangun dengan perasaan yang bercampur aduk. Sedikit takut, sedikit gugup, sedikit bahagia, sedikit bingung. Semuanya serba sedikit, namun walau begitu, campuran perasaan yang sedikit sedikit itu bisa membuatnya mengoleskan pasta gigi ke seluruh tubuhnya karena mengira itu sebatang sabun.

"Ish!" Pekiknya kesal menyadari bukannya berbusa banyak, tubuhnya justru lengket kesat. "Tenang Gun, tenang." Tepuknya pada dadanya sendiri. "Off udah janji nggak akan kasih tahu siapa siapa. Kamu yang tenang ya." Lanjutnya. "Kalau nggak tenang bisa bisa mulut bodohmu sendiri nanti yang ngebocorin semuanya. Oke, oke..." Gun berganti menepuk nepuk pelan pipinya.

Dia sudah berjanji pada dirinya untuk tidak memikirkan permasalahan di rumah. Rasa terkejutnya atas keputusan berpisah orang tuanya sudah jauh berkurang. Hatinya bisa menerima. Terima kasih juga karena ada Off malam itu, setidaknya Gun tahu dia tidak sendiri. Paling tidak dari miliyaran orang di luar sana, masih ada beberapa orang yang bisa dia andalkan.

Saat Gun sedang mengeringkan rambut, pintu kamarnya berbunyi.

"Pasti Off." Batinnya sambil menggigit bibir berusaha mengendalikan jantungnya yang berdetak lebih kencang setelah nama Off berlalu lalang di kepalanya. "Semoga dia nggak nyinggung pesan aku semalem." Doanya dalam hati.

"T-tunggu!" Pekiknya lalu berlari kecil ke depan cermin memastikan dirinya pantas bertemu dengan Off. Gun lalu mengernyitkan dahinya, "Sejak kapan aku peduli pada penampilanku coba?" Gun menepuk dahinya lalu berlari membukakan pintu untuk Off.

"Kenapa?" Tanyanya sambil berpura pura biasa.

"Nanti mau berangkat bareng nggak?" Off cemas menunggu jawaban Gun.

"Off, kan aku udah bilang aku nggak mau siapa siapa tahu."

"Kan cuman berangkat bareng aja, Gun. Lagi pula ngga aneh kog..kan dorm kita sama, kamu juga asisten kelas aku, mereka nggak bakal curiga, please." Off memanyunkan bibirnya membuat Gun menatapnya kesal.

"Enggak Off, aku belum siap." Gun menatap Off meminta pengertian.

"Oke oke, aku nggak bakal maksa kamu lagi." Off mengalah. "Tapi aku boleh bantu kamu ngeringin rambut kan?" Cengirnya.

"Hah?"

"Udah nggak usah hah segala." Off dengan tidak sopannya melangkah masuk sambil menarik salah satu pergelangan tangan Gun. Pria mungil itu hampir saja terjatuh karena oleng, untung saja tangan satunya berhasil meraih tangkai pintu sekaligus menutupnya.

"Off!" Gun memekik kesal, tapi Off tidak peduli. Pria itu, dengan tangan yang masih menggenggam milik Gun segera melompat ke atas tempat tidur dan menarik Gun untuk duduk di depannya.

"Off!" Pekik Gun sekali lagi.

"Udah kamu diem dulu, aku bantuin kamu keringin rambut ya.." Gun, dia menurut pada akhirnya. Off tersenyum puas lalu meraih handuk yang tersemat di leher Gun dan mulai mengusap usapkannya ke kepala Gun. Canggung sekali, di tambah dengan tepat di depan mereka terpajang sebuah kaca berukuran besar yang memantulkan bayangan mereka seluruhnya.

Tapi ada rasa nyaman di sana, Gun seperti merasa berharga diperlakukan Off sedemikian rupa. Tapi dia harus pintar pintar menahan ekspresi wajahnya karena Off tidak boleh tahu Gun suka diperlakukan seperti ini.

My Every "First" With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang