Elina’s Horror Diary
Horror/09
#Bel*Teng... ting... teng... nong...
Suara bel masuk kelas sudah berbunyi, para murid-murid yang tadinya berkeliaran sekarang satu persatu masuk kelas. Walau masih ada beberapa murid bandel yang masih berkeliaran walaupun sudah bel, mereka juga pada akhirnya masuk kelas. Tiba-tiba Tatsuya memanggilku, “Elina...” ucapnya lantang dengan suara pelan. Aku menoleh kearahnya dan melihat dia dengan wajah ketakutan, kedua tangannya saling menggenggam dan tubunya gemetaran. Tapi sepertinya walau dia bertingkah seperti itu dia tidak dipedulikan siapapun.
Akupun coba menanyakan apa yang terjadi padanya, “Ada apa Tatsuya?” kataku dengan suara pelan. “Bunyi..., bunyi apa itu tadi?” tanyanya. “Ah? Apa maksudnya suara bel itu?” pikirku sambl melirik bel yang terdapat di depan kelas lain. “Maksudmu suara bel? Iya suara bel yang dulu telah diganti karena rusak,” kataku. “Bel?... itu bukan suara bel biasa. itu suara... Bel Kematian.” Katanya dengan suara pelan dan tatapan kosong. Akupun bingung dengan maksudnya, “Apa?” ucapku bingung.
Lalu terdengar suara hentak sepatu dari luar kelas, suaranya semakin lama semakin mendekati kelas. Terlintas seragam guru dari depan kaca, semua murid segera diam dan senyap, guru memasuki kelas dan kebetulan kami mendapatkan dua mata pelajaran yang sama di hari yang berdekatan yaitu bahasa Indonesia. Guru yang mengajar kami namanya Pak Andi, dan penampilannya sungguh beda saat dia masuk kekelas.
Dengan kulit pucat dan mimik menyeramkan, membuat beberapa siswa bercakap-cakap tentangnya. Matanya melotot tajam ke suatu sudut kosong, aku benar-benar ketakutan melihatnya. Matanya melotot seakan-akan bola matanya ingin lepas dari kepala. Dikarenakan kondisi kelas sudah mulai tidak kondusif, Rena nama ketua kelas kami, langsung memberi aba-aba untuk salam, “Berdiri,” diikuti oleh siswa yang lain, “Selamat Pagi Pak” serempak semua siswa mengatakannya.
“Silakan duduk” yang seharusnya Pak Andi katakan setelah salam tidak keluar. Dia hanya berdiam diri dengan mata melototnya. Disisi lain aku melihat Tatsuya semakin gemetar ketakutan melihat Pak Andi. Kondisi kelas yang tadinya sunyi menjadi semakin menakutkan, Rena sebagai ketua kelas tentunya tidak diam diri saja. Dia beranjak dari kursinya dan mengambil buku pelajaran Bahasa Indonesia untuk menanyai apa ada tugas atau materi yang harus dipelajari. “Permisi pak, apa ada tugas untuk hari ini?” tanya Rena.
Aku mulai merasa ada yang aneh dengan mata Pak Andi, matanya seperti bergerak ingin lepas.
*Creek...
Dan benar saja dugaanku bola matanya melompat keluar mengenai wajah Rena. Disaat bersamaan bola mata itu mulai menempel di mata Rena, “ARRRGGHH!!... SAKIT, INI SANGAT SAKIT!!” teriak Rena dengan sekencang kencangnya. Bola mata itu seperti memakan mata Rena hingga kedalam. “AAH-AHH, SUDAH KUDUGA SESUATU YANG BURUK AKAN TERJADI, MINGIR!!” ujar Tatsuya dengan nada ketakutan dan nafas terenga. Dengan mendorong salah seorang siswa yang menghalangi pintu belakang, dia pergi meninggalkan kelas dengan membawa tasnya. Rena terus merauh-rauh kesakitan sementara tidak ada yang bisa menolongnya. Beberapa sisawa dalam kelas panik dan meninggalkan kelas, beberapa lagi kebingungan dan tidak tahu harus berbuat apa, dan sisanya trauma dan menangis. Tubuh Pak Andi tergeletak dan mengeluarkan daging cair berserta darah yang mengaliri lantai.
Sementara Rena masih meronta-ronta dan mencoba melepaskan bola mata aneh yang terus menggrogoti matanya untuk mencoba masuk sampai mengeluarkan banyak darah. Dia mencakar, mecabit, dan menarik paksa bola mata itu, “AARRRGHHH!! SIAPAPUN TOLONG AKU!! ARRGGGHH!!!” teriak Rena yang makin kencang dan tak terkendali. Salah seorang guru dari kelas lain tiba dan langsung meneghubungi petugas medis.
“Apa yang harus aku lakukan?” pikirku dalam hati. Lalu aku coba mendekatinya yang sedang tergeletak kesakitan sambil terus menarik bola mata yang ukurannya dua kali lipat dari bola mata manusia normal. Tanganku habis ternodai oleh darahnya. Aku ikut membantu menarik keluar mata itu dari tengkorang Rena, “ARRRKK!!...” teriak Rena. “Ini tidak ada gunanya, semakin aku mencoba menariknya, bola mata itu seperti mengebor lebih dalam,” kataku dalam hati, aku mencoba untuk memikirkan cara lain. “RENA! KAU DENGAR AKU!? BERHENTILAH MENARIK PAKSA BOLA MATA ITU!” teriakku padanya, tapi sepertinya dia tidak mendengarkanku dan terus menarik paksa bola mata itu.
Sampai akhirnya tim medispun datang dengan membawa tandu, mereka terkejut dengan kejadian ini, “Ap-apa yang terjadi di sini?” tanya salah satu petugas dengan nada heran dan ketakutan, “Cepat bawa dia ke rumah sakit segera!” “Baik!” jawab sekumpulan tim medis. Mereka mengangkut Rena terlebih dahulu ke atas tandu dan membawanya kedalam ambulan saat sedang diangkut Rena banyak bergerak sehingga pengevakuasian menjadi sulit, dan beberapa menit kemudian tim lain datang bergiliran mengangkut Pak Andi.
Bercak darah menandai jejak Rena dan Pak Andi. Tidak lama setelahnya pak kepala sekolah mengumumkan agar siswa segera pulang secepatnya. Banyak murid yang sudah pulang duluan, kondisi dikelas menjadi sedikit sepi, hanya ada beberapa murid yang sedang merpikan bukunya. Aku mengambil tasku dan dan berjalan menuju tangga, kondisi lapangan sekolah sudah kosong hanya ada beberapa petugas kepolisian dan juga guru yang sedang berbincang mengenai kejadian ini.
*nong... neng... teng...dong...
Sebelum aku meninggalkan lingkungan sekolah terdengar dari kejauhan bunyi suara bel sekolah, tapi kali ini untuk bel pulang. Aku memandang kembali sekolah dan terdiam.
Setelah kejadian itu dari pihak sekolah ataupun keluarga korban tidak mau membuka mulut ke media atas kejadian ini. Tidak ada yang tahu tentang kondisi Rena, ada beberapa yang mengatakan Rena menjalani transplantasi mata, ada yang mengatakan Rena sudah buta total, dan ada juga yang mengatakan...
DIA SUDAH MATI.
Horror/09
#BelElina’s Horror Diary
Stories and Written
By Nui Yakazi
KAMU SEDANG MEMBACA
Elina's Horror Diary
HorrorElina seorang gadis biasa yang hidup di sebuah kota kecil. Hal-hal aneh dan horror sering menimpanya setiap saat. Tetapi orang-orang sekitarnya tidak mempedulikan hal itu, dan masih menganggapnya hal biasa. Apa yang sebenarnya kota itu sembunyikan...