Part 1. Gadis kursi roda'Aku menunggu saat fajar hingga senja mendatang, entah apa yang aku tunggu, mungkin kebahagian untuk hari ini, atau kesedihan apa lagi yang akan ku lalui esok hari.'
-Gadis kursi roda, Rayna
Semburat jingga memenuhi langit Kota Jakarta, gadis bermata coklat terang itu duduk di halaman depan rumahnya terlihat seperti tengah menunggu sesuatu. Memegang gelas berisi susu rasa strowberi yang tinggal separuh, gadis itu Rayn, Rayna Adira Maheswari.
Gadis 21 tahun dengan wajah ayu, mata coklat terang dan rambut yang selalu terkepang menyamping. Cantik, kata yang tepat untuk mendeskripsikan visual dari seorang Rayn. Pergi ke mall, kuliah, memiliki kisah cinta, hmm itu hanya sebatas mimpi. Yang sebenarnya terjadi adalah ia gadis yang hanya duduk diatas kursi roda, bahkan untuk merebahkan badannya ia membutuhkan bantuan, tidak ada yang ia lakukan selain duduk dan melamun.
Setiap pagi setelah sarapan ia hanya duduk di depan jendela besar rumahnya, siang hari ia akan duduk di depan piano kesayangannya dan memainkan satu atau dua lagu untuk menghalau rasa sepi, lalu menjelang sore Rayn akan duduk di halaman depan rumahnya dengan segelas susu rasa strowberi buatan bi Sari sambil menunggu kepulangan kedua kakaknya, ya, Rayn punya dua orang kakak, Raka dan Rafka.
Raka adalah pimpinan dari sebuah perusahaan yang bergerak di bidang properti di sekitar kota Jakarta, perusahaannya bisa dibilang cukup besar, pencapaian hebat dari seorang Raka Andreas Maheswari yang umurnya masih di angka 29 tahun.
Kemudian Rafka, ia adalah seorang dosen di universitas ternama kota Jakarta, umurnya masih 27 tahun, namun ia telah menyelesaikan pendidikannya, lulusan universitas di NewYork S2 sarjana komunikasi. Nama lengkapnya Rafka Andreas Maheswari.
Tiinn
Pak Sabar selaku satpam di rumah tersebut, berlari lalu membuka pagar setinggi 5 meter agar mobil sang majikan bisa masuk.
"Makasih pak." seru pria dari dalam mobil.
Rayn tersenyum tipis, melihat seseorang yang ia tunggu akhirnya datang. Keluar dari mobil, pria yang tak lain adalah Raka, kakak Rayn itu berlari menuju sang adik sambil merentangkan tangannya.
"Uhh, adik manis masih nungguin aja, ini kenapa susunya enggak dihabisin?" Raka memeluk adiknya, berjongkok mengambil alih gelas susu strowberi dari tangan Rayn.
"Rayn udah kenyang, tapi bik Sari tetep aja bikinin Rayn, padahal tadi Rayn udah bilang nggausah." Seperti seorang anak yang mengadu pada ayahnya, Rayn memeluk kembali sang kakak.
Raka hanya tersenyum lalu membalas pelukan sang adik, ini yang menjadi obat lelahnya selama ini. Setelah setumpuk pekerjaan yang membuat penat, hanya senyum tipis Rayn yang dapat memulihkan lagi tenaganya, hanya dengan pelukan Rayn tubuhnya seolah mendapat pasokan energi. Hanya Rayn, adiknya.
"Habisin ya, kasian susu nya nanti nangis." Raka membujuk Rayn.
"Rayn bukan anak kecil lagi kak, mana ada susu nangis." jawaban adik kecilnya.
Raka terkekeh melihat Rayn yang mengrucutkan bibirnya, 'lucu' batin Raka.
"Udah?" tanya Raka yang hanya dibalas anggukan Rayn. "Sekarang masuk ya, nanti masuk angin, mau kakak gendong?" ajak Raka, seperkian detik kemudian tubuh Rayn yang mati rasa digendong oleh Raka dibawa masuk kedalam rumah menghindari hawa dingin yang kian menusuk kulit.
***
Flashback*
"sore ini, Saga sibuk enggak?" tanya gadis yang duduk dibangku sebelahnya.
"sore nanti gue ada rapat buat turnamen minggu depan, kenapa emangnya?"
"anterin Rayn ke toko bunga ya, nanti Rayn beliin teh kotak 3 bungkus deh."
Saga tersenyum lalu mengangguk singkat, Rayn ikut tersenyum lebih lebar dari Saga.
"makasih Sagaa, Rayn makin sayang deh." Rayn memeluk Saga, senyum tak luntur dari wajahnya, hari ini ia begitu bahagia, setidaknya Saga masih ada bersamanya saat ia merasa sendiri seperti saat ini.
Lampung, 2020:)
KAMU SEDANG MEMBACA
Eccedentesiast
General FictionKisah gadis 21 tahun bernama Rayn mengalami kelumpuhan total yang kecil kemungkinan dapat berjalan secara normal, hidupnya yang hanya seputar hitam dan putih perlahan kembali berwarna seiring hadirnya seorang wartawan TV swasta bernama Arya laksmana...