Twelve

924 123 35
                                    

Freddie mengernyit, "What do you mean?"

"D-dia bukan manusia Fred, aku sangat yakin.." ucap Christian dengan menundukkan kepala sambil menahan tangisnya.

"Not human? You mean spirits?" kedua mata Freddie membola. Begitu terkejut dengan jawaban temannya itu.

"Y-yes. I didn't see it clearly but, I saw his eyes. Bright red. I'm.... I'm so scared, Saat dia berjalan mendekat aku memejamkan mataku. Aku tak sanggup untuk melihatnya" ucap Christian sambil memeluk tubuhnya sendiri.

Freddie pun mengusap bahu sempit Christian. "Calm down, we will accompany you here. Let Logan calm his mind and then we find a solution to this problem." Christian pun mengangguk lalu perlahan merebahkan tubuhnya di atas ranjang.

Freddie masih menatap kearah Christian dengan sendu. Ia merasa kasihan pada temannya itu. Kening Freddie berkerut dengan pandangan menatap ke segala arah. 'Bagaimana ini terjadi? Selama ini Christian tak pernah berurusan dengan hal-hal seperti ini.' pikir Freddie. Setelah beberapa menit larut dalam pikirannya, Freddie pun menoleh pada Christian yang kini sudah terlelap dan ia pun membenarkan selimut Christian yang berada di atas perut naik hingga leher.

 Setelah beberapa menit larut dalam pikirannya, Freddie pun menoleh pada Christian yang kini sudah terlelap dan ia pun membenarkan selimut Christian yang berada di atas perut naik hingga leher

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Di sisi lain, Logan tengah berada di halaman rumah kekasihnya. Mengusap wajahnya kasar dan sesekali terlihat menggeram kesal melihat kondisi Christian yang rapuh. Ia sungguh benci melihat kekasihnya seperti ini apalagi seseorang telah melakukan pelecehan pada Christian, sungguh ia benar-benar kali ini.

Logan kini mendudukkan diri di kursi yang ada di teras. Sebisa mungkin ia harus meredakan emosi nya sebelum ia kembali ke dalam dan meminta maaf pada Christian atas sikapnya tadi. Namun saat ia menatap ke depan sana dimana ada sebuah pohon rindang yang besar, sesosok bayangan hitam tengah berdiri di sana. Logan terus menatap ke sana dengan memicing guna meyakinkan jika di dekat pohon itu benar-benar ada orang.

'deg'

Sebuah tepukan di bahunya membuat Logan terperanjat dan reflek menoleh ke samping di mana Robert berdiri dengan kening mengerut.

"Why?" tanya pria berkulit hitam itu pada logam yang menatapnya kesal.

"Nothing..." ucapan Logan berhenti saat ia kembali menoleh ke arah pohon yang tadi ia lihat namun, Logan di buat heran saat ia tak mendapati siapa-siapa di sana.

"What's wrong?"

"Ah... nothing, maybe I saw it wrong. By the way, why did you come here?" Robert pun menghela nafas lalu ia pun mendudukkan dirinya di samping Logan.

Robert pun menepuk bahunya. "Kau harus bisa bersabar untuknya. Don't be too demanding for an explanation. Sometimes a person is very difficult to explain because of something that allows him not to want to tell." Robert menarik tangannya kemudian melipat tangannya di depan dada. "Kau harusnya mengerti dengan keadaan Christian saat ini, Logan, he was down after what happened to him. Don't be selfish for now."

The Doll ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang