ᝰ໋᳝݊↳ Cursed ↩ᝰ໋᳝݊
.
..
.
Keranjang yang penuh dengan bunga yang diikat dengan pita serupa bingkisan hadiah. Kaki (y/n) melangkah berjalan pelan kembali kekediaman. Sinar jingga kemerahan matahari terlihat memanjakan matanya, kediaman Gojou yang sangat luas membuatnya cukup puas berlari kecil dan berjalan kesana-kemari.Ujung dressnya sedikit kotor terkena tanah, tapi (y/n) hanya tersenyum seolah itu bukanlah hal yang bisa menjadi masalah besar. Bibir persiknya sedikit bersenandung rambutnya yang terurai bebas bergerak pelan sesuai empunya.
Meski dia sedikit jengkel karena dia tidak bisa bertemu dengan teman-teman dikantor penerbitan, (y/n) setidaknya masih bisa bersyukur Gojou tidak ikut menarik koneksi berupa ponsel dan laptopnya.
Dia bisa mati kebosanan dan Gojou mengerti itu. Gojou sendiri cukup memanjakannya selama beberapa hari belakangan.
Menggeser pintu, (y/n) disuguhi pemandangan yang membuatnya mengernyitkan dahi.
"Kok berantakan?" tanya (y/n) pelan. "Kan tadi sudah aku bereskan."
Tangannya meletakkan keranjang bunga disamping pintu lalu mengambil pakaian yang bertebaran dilantai.
Langkah kaki yang terdengar tergesa-gesa terdengar, pintu masuk dari dalam kamar itu terbuka. Disana Gojou terlihat panik dengan mata yang membelalak.
"Sato--" ucapan (y/n) terhenti begitu tahu Gojou memeluknya erat.
(Y/n) menautkan alisnya bingung, "kau kenapa?"
Gojou langsung menjawab,"Aku kira kau menghilang tadi." ucap Gojou pelan.
Tangan (y/n) terasa hangat lalu perlahan berubah menjadi panas dan menyakitkan, membuat (y/n) meringis dan melepaskan pelukan Gojou.
"I...ittai..." ringis (y/n) memegangi tangan kanannya.
Gojou yang mendengar ringisan (y/n) langsung ikut menatap tangan kanan (y/n). Bercak merah perlahan menyebar dimulai dari punggung tangan hingga kelengan.
(Y/n) jadi semakin meringis, sedangkan Gojou malah membeku menatap (y/n) yang mulai berteriak kesakitan. Dengan cepat Gojou tersadar dan menarik lengan (y/n), menatap bercak merah yang berubah menjadi sulur berduri dan melingkari tangan kanan (y/n) hingga selangka.
Gojou bergerak langsung menggendong dan membawa (y/n) berpindah tempat, ketempat Shoko Ieiri.
"Shoko!"
Shoko yang kala itu tengah merokok dikejutkan dengan pekikan Gojou. Tangannya membuang rokok dan langsung berlari kearah Gojou.
Mata Shoko bisa melihat raut kesakitan (y/n). "Baru juga keluar beberapa hari yang lalu, sekarang kenapa lagi?" tanya Shoko.
"Aku tidak tahu, tolong" ucap Gojou cepat. "(Y/n) tiba-tiba saja meringis seperti ini."
Shoko langsung membuka ruangannya dan membiarkan Gojou meletakkan (y/n) diatas kasur.
Tangannya mengelus pelan rambut (y/n) berharap itu bisa sedikit mengurangi rasa sakit yang diderita (y/n).
"Tahan tangannya." kata Shoko memerintah Gojou.
"Sakit!"
Pekikan (y/n) dihiraukan, Shoko terlihat menyuntikkan tangannya dengan sebuah cairan.
"Apa itu?" tanya Gojou.
"Pereda sakit," jawab Shoko. "Keluarlah, aku harus memeriksanya."
Gojou memilih patuh dan langsung keluar dari ruangan Shoko. Tubuhnya terada lelah dan bersandar didinding putih khas rumah sakit.
Suara teriakan dan pekikan dari dalam ruangan Shoko terdengar pilu. Pria itu ketakutan, takut akan kehilangan dan takut akan air mata yang mengalir dari mata (y/n). Cukup sekali baginya membuat (y/n) menangis, Gojou tak tak sanggup mendengar teriakan pilu (y/n) yang kesakitan.
Gojou mengusap kasar wajahnya yang pucat pasi. Memeluk lengan dan menunggu dengan setia tanpa mau beranjak dari sana. Tangannya bahkan tidak sempat barang sekali saja mengetik pesan perihal masalah ini kepada keluarga (l/n).
"Kumohon," lirihnya pilu. "Bertahanlah...."
.
.
.Manik mata (e/c) terpejam erat. Keringat dingin mengalir pelan dari dahi. Nafasnya tak teratur dan sedikit tersengal-sengal. Bibirnya bergetar menahan rasa sakit dan sesekali meringis.
Shoko menatap perempuan yang tengah tertidur dengan tidak nyaman. (Y/n) dikutuk, dan Shoko tidak bisa tahu siapa pelakunya. Yang bisa Shoko simpulkan untuk saat ini adalah jika (y/n) tak bisa bertahan dengan keadaannya saat ini, maka janinnya harus diangkat agar bisa menyucikan kutukan yang ada didalam tubuh (y/n).
Malang, Shoko hanya bisa bertutur duka dihadapan Gojou yang terlihat terluka. "Maafkan aku, tapi kau harus memilih salah satunya."
Gojou menatap Shoko memelas, matanya hampir saja kembali meneteskan air mata, "apa... Tidak ada pilihan lain?"
Shoko menunduk menatap lantai putih khas rumah sakit, "ada, tapi itu akan membuat (y/n) tersiksa."
Gojou mengerjapkan mata, "apa anomaliku bisa menyelamatkan keduanya?"
"Bisa, kau hanya perlu menunggu sampai waktu kelahiran dan itu berarti (y/n) akan terus tersiksa dengan kutukan yang ada ditangannya." ucap Shoko menjelaskan. "Tapi kalau kau tidak mau (y/n) tersiksa lebih dari ini, kau harus merelakan calon anak kalian dan langsung melakukan penyucian. Dan sebaiknya kau hati-hati, karena sepertinya keberadaanmu menjadi pemicu kutukannya mengganas."
Gojou mencengkram bajunya dengan erat, mengingat kembali senyuman yang selalu ada diwajah (y/n). Wajah malu-malu (y/n) yang selalu menjadi kesukaan Gojou pasti akan menghilang seandainya Gojou memilih pilihan kedua.
Keduanya kini tengah berbicara dilorong rumah sakit, tepat didepan kamar (y/n) dirawat.
"(Y/n) hanya bisa disembuhkan oleh teknik anomali milikmu, tapi kau juga tidak bisa leluasa menyentuhnya, sebenarnya kutukan apa yang ada ditubuh (y/n)? Aku benar-benar tak habis pikir, sepertinya orang yang memberikan kutukan itu berniat membunuh (y/n) tepat dihadapanmu." ujar Shoko pelan.
Bahu Gojou kembali bergetar dan ditepuk pelan oleh Shoko. "Sepertinya kau sudah tahu apa jawabanmu kan?"
Gojou menunduk, "ya, aku sudah tahu." mata ocean Gojou tak lagi bersinar, keruh dan terlihat menggelap.
.
.
.T
B
C.
.
.San: Cuman mau bilang.......
Jangan santet san.... 👁💧👄💧👁
.
.
.Btw, ciee nggak ada yg bener teorinya 🤣🤣🤣
Sad/bad/happy? 👀👄👀
.
.
.21 Desember 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
✔ ❝Wife❞ (Gojo Satoru x Reader)
Fanfic•*¨*•.¸¸☆*・゚゚・*☆¸¸.•*¨*•.¸¸☆*・ ┊ ┊ ┊ ┊ ┊ ┊. ┊ ┊ ┊ ┊ . ┊ ✿ ┊ ┊ ┊ . ┊ . ┊ .┊. ┊ º ✶ º◇ ┊. ┊ ◇ ✦. ❀ º ✰. Rasanya jadi...