12. Angin Tenang Sebelum Badai

1.1K 160 46
                                    

Orang yang jatuh cinta
Memang punya aura yang berbeda.

Happy reading!

||

Hana jelas menyadari ada yang berbeda pada mama pagi ini. Perempuan di akhir 30 tahunan itu terlihat lebih ceria, dan wajah mama pun ... tidak luntur akan senyuman.

Hana menebak-nebak, mungkinkah hubungan mama dan papa sudah kembali baik-baik saja? Kalau iya, kenapa dia baru melihatnya sekarang? Kenapa setelah ... setelah dirinya menginjak usia ke-12 tahun.

Well ... its better than never, huh?

"Kau ingin tambah selainya, sayang?"

Hana mengerjap, membuat potongan roti yang hanya tersisa seperempat jatuh ke atas piringnya. Dia menarik bibir dan tersenyum ke arah mama. "Tidak, Ma. Aku sudah cukup."

"Baiklah," kata Gon. Senyumnya terbit dan dia sudah lupa sebetulnya, berapa jumlah senyuman yang dia keluarkan pagi ini. Dia seperti ... orang yang jatuh cinta di masa muda.

Oh astaga.

"Kau ingin tambah selainya?" Gon bertanya pada anak lelakinya.

Lee Hyun menganggukkan kepala dengan semangat. Dia menyodorkan roti gandum ke arah mama dan menunggu wanita itu mengoleskan selai kacang ke rotinya. "Akwu ingin swelainya ywang bwanyak, Ma."

"Habiskan dulu roti di dalam mulutmu, Hyun—aaa."

Lee Hyun memberikan mama cengiran kuda, cengiran yang persis seperti milik papa. "Mianhae."

"Its okaaay. Terima kasih karena kau menyadarinya dan berusaha merubah itu."

Gon selalu mengucapkan terima kasih atas hal-hal baik yang dilakukan putra dan putrinya. Ini bukan semata-mata karena dia mendidik anak itu untuk tidak lupa mengucapkan tiga kata ajaib—maaf, tolong dan terima kasih—saja. Lebih dari pada itu, Gon sadar, bahwa sebagai orangtua, dia adalah cerminan anak-anaknya. Dia tidak bisa mengharapkan anaknya untuk menjadi orang yang enteng mengucapkan tiga kata itu jika dia tidak melakukannya.

"Selamat pagi!"

Ketiga orang di meja makan itu serentak menoleh ke arah tangga. Di sana ada papa yang sudah rapih mengenakan pakaian kantornya seperti biasa.

Sama seperti mama, papa juga terlihat lebih bahagia.

Aku jadi berpikir bagaimana cara mereka menyelesaikannya?

"Oh, selamat pagi juga!" Gon menyematkan senyuman manis kepada suaminya.

Kan ... dia tersenyum lagi.

Ah, orang jatuh cinta memang selalu sama.

|

"Apakah tidurmu nyenyak semalam?"

Gon mengerjap dan dia mengangguk pelan. "Tentu."

"Syukurlah. Kalau kau merasakan sesuatu lagi, katakan padaku ya, sayang."

Demi Tuhan, Min Ho, Gon rasanya ingin mencopot pipinya karena dia tidak tahan melihat semburat merah itu hadir terus menerus.

"Jangan seperti ini."

"Seperti ini ... apa?" Min Ho menatap lampu jalanan yang berubah menjadi warna hijau dan dia menekan pedal gas untuk kembali melanjutkan perjalanannya.

Hari ini, mereka berangkat bersama. Setelah mengantar Lee Hyun dan Hana ke sekolahnya, Min Ho bergegas mengantar istrinya ke kantor penerbitan sebelum dia pergi ke kantornya sendiri.

"Kau berubah banyak. Aku agak sedikit canggung dan juga ... malu." cicit Gon.

Min Ho tertawa. Jenis tawa yang tidak pernah dia keluarkan di depan siapapun kecuali Rin, mantan pacarnya dulu.

"Hei, apakah aku sedang berhalusinasi, hm? Bagaimana mungkin aku bisa melihat seorang Gon malu-malu seperti ini? Ya Tuhan, Sayangku! Kau lucu sekali!"

"Bisakah kau berhenti memanggilku sayang? Demi Tuhan, Min Ho, aku malu sekali."

Gon menutup wajah dengan kedua tangan. Dia benar-benar malu dan tidak bercanda.

"Oh, baiklah, Mama. Maafkan aku."

Gon melirik Min Ho dengan tatapan aneh. Panggilan Mama yang Min Ho sematkan untuknya membuat dia bergidik. Astaga, dia kenapa?!

"Jangan terlalu sering memanggil aku dengan sebutan mama atau sayang, Min Ho. Aku malu. Panggil saja aku Gon."

Min Ho menoleh dan dia tersenyum tipis. Tangannya menarik tangan Gon dan menautkan jari-jari mereka. "Memangnya kenapa hm? Aku ingin melakukannya bukan semata-mata karena kau istriku, atau karena kau ibu dari anak-anakku. Tetapi lebih dari pada itu ... aku ingin melakukannya sebagai bentuk kasih sayangku untukmu."

"Sejak kapan panggilan bisa mempengaruhi rasa sayang seseorang?"

Min Ho mengangkat bahu, "aku tidak tahu. Tetapi setidaknya, itu lah pandanganku."

"Baiklah." Gon mengangguk. "Meski malu, aku harus menghargai apa yang kau lakukan, bukan?"

"Tentu saja." Min Ho membawa jari istrinya ke bibir dan mengecupnya. "I love you."

"Me too." Gon berbisik. Membuat Min Ho tertawa.

"Omong-omong, kau ingin aku panggil apa?"

"Aku?" Min Ho menunjuk dirinya sendiri.

"Ya, kau ingin aku panggil apa?"

Mereka benar-benar seperti pasangan yang baru jadian. (x.x)

"Mmmm ..." Min Ho terlihat berpikir sebentar, sebelum kemudian menjawab pertanyaan istrinya. "Panggil saya aku hunny bunny sweety!"

Gon tahu, Min Ho menggodanya. Maka, dia melayangkan pukulan manja ke lengan suaminya dan mereka tertawa.

Yang benar saja, Min Ho.

Dasar alay.

•••

Siapa yang bagi raport hari ini?! Ayo semangat, semangat untuk dimarahin HAHAHA! Enggak deng.

Selamat hari Sabtu, ketemu lagi Minggu depan, ya. (InsyaaAllah).

—telur dadar—

Kamuflase |LMH×KGE| ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang