14. Lee Ha-neul

1.1K 160 50
                                    

Kini ... bisakah aku menyebutnya sebagai berkah dari Tuhan untuk kita?

Happy reading!

||

Sebetulnya Gon malu sekali. Bukan karena dia telah berhasil melahirkan putranya, tetapi, dia malu dengan sikap suaminya. Dia dilarikan ke rumah sakit di jam 3 dini hari. Dia mengalami kontraksi, dan suaminya langsung membawanya ke rumah sakit tanpa memberi tahu anak-anak mereka.

"Kau masih marah padaku?"

Gon mendengus. "Menurutmu?"

Min Ho menggigit bibir bawah, dia mengerjap dan bangkit mengambil air putih di nakas samping brankar. "Ingin air putih?"

"Ck. Tidak."

Min Ho diam tidak berkutik. Sebetulnya, dia tidak bermaksud mempermalukan diri sendiri. Tetapi ... dia hanya refleks.

"Aish. Bisa-bisanya kau bertanya seperti itu."

Min Ho mendongak, dia menatapi istrinya dengan desisan pelan.

"Aku hanya refleks," cicitnya.

"Refleks. Refleks. Aku malu, kau tahu?"

"Ya, aku tahu, aku minta maaf, sayang."

Gon berdecak. Dia masih ingat, setelah dokter dan perawat berlalu dari ruangannya, dia langsung memukul lengan Min Ho dengan bantal kecil di samping tubuhnya.

"Dokter ... istriku tidak dalam keadaan yang berbahaya, kan? Maksudku, kelahiran bayi kami memang sudah seharusnya, 'kan?"

"Tentu saja. Memangnya kenapa?"

"Tidak. Aku pikir ... kontraksinya terjadi karena gerakanku."

"Aish!"

"Sudah, ya. Maafkan aku, oke?" Min Ho duduk di sebelah Gon dan menggenggam tangannya.

"Jangan lakukan itu lagi. Kau membuatku malu, Min Ho."

"Baiklah. Aku tidak akan mengulanginya lagi." Min Ho berdiri, dia mencium kening istrinya dan mengusap rambutnya.

Anak mereka laki-laki. Beratnya 3,5 kg dengan panjang 52 cm. Kelahiran anak ketiga mereka memakan waktu yang cukup lama, Gon bahkan nyaris di caesar jika bayinya tetap tidak keluar.

Awalnya memang Min Ho menyuruhnya untuk melakukan operasi caesar saja. Dia terlalu takut jika terjadi sesuatu dengan istrinya. Min Ho tidak memungkiri bahwa keputusan sepihaknya dalam menghamili istrinya adalah keputusan yang agak ... berbahaya. Mengingat usia Gon yang sudah memasuki angka 39 dan itu rawan sekali ketika melakukan persalinan.

Gon tidak masalah dengan permintaan itu, tetapi, dia sendiri ingin mencoba normal selagi dia bisa.

"Kau sudah menghubungi mama dan papa?" Gon bertanya.

"Belum. Aku bahkan tidak membawa ponsel."

Gon tertawa kecil. Dia bukan tidak tahu reaksi panik suaminya semalam ketika dia mengatakan bahwa dia mengalami kontraksi pada perutnya. Kalau saja Gon tidak menarik lengannya untuk setidaknya berpakaian terlebih dahulu, mungkin, suaminya akan pergi ke rumah sakit dengan keadaan toples.

"Ya Tuhan. Bagaimana kita menghubungi si kembar?"

"Ah, ya ... si kembar. Aku sampai lupa mengabarkan bahwa adiknya sudah lahir."

"Eiy." Gon terkekeh. "Kau ingin menamai anak ini siapa?"

Min Ho mengusap rambut halus putranya yang tertidur di box bayi di samping brankar ibunya.

"Ha Neul?"

"Langit?"

Min Ho mengangguk. "Aku suka namanya. Ha Neul. Langit."

Gon mengulurkan tangan dan mengusap rambut putranya dengan lembut. "Ha Neul. Aku juga suka namanya."

"Baiklah, namamu sekarang adalah Ha Neul, sayang. Lee Ha Neul." Min Ho berbisik di telinga putranya, membuat bayi itu menggeliat lucu dan mencebikkan bibir.

"Ugh, lihatlah bibirnya!" Min Ho berseru heboh sambil menatap ke arah anaknya dengan wajah berbinar. "Aigoo, bibirmu mirip sekali dengan bibir mama, sayang."

Gon tertawa. "Baguslah. Dia tidak akan bermulut manis seperti papanya dan hanya berbicara seperlunya saja."

"Aku bermulut manis?"

"Menurutmu?"

Min Ho menunduk dan dia tertawa. "Bukankah bagus jika bermulut manis sepertiku? Itu tandanya dia lemah lembut. Memangnya, kau tidak ingin anak kita lemah lembut?"

"Dan menjadikannya pandai merayu sepertimu?"

"Aku tidak pandai merayu, kau saja yang tidak bisa menahan—"

Bugh!

"Bicara sekali lagi, akan kujambak, kau!"

Min Ho tertawa lagi. "Baiklah, baiklah. Aku akan diam," dia memandang istrinya dan menunduk, guna mencium kening putranya. "Baiklah, papa rela kalau kau tidak bermulut manis seperti papa, Nak."

"Peluk aku."

"Hmm?"

"Peluk aku."

Meski bingung, Min Ho tetap menarik istrinya ke dalam dekapan. "Tiba-tiba sekali. Ada apa?"

Gon menggeleng di dalam pelukan itu. Dia menggesek kepalanya di dada Min Ho dan semakin mengeratkan pelukannya. "Tidak ada apa-apa. Aku hanya ingin ... berterima kasih."

"Untuk?"

"Sudah menyayangi kami."

Min Ho mengusap rambut panjangnya dan mengecup pelipisnya.

"Aku akan selalu menyayangi kalian. Apapun keadaannya."

•••

InsyaAllah minggu ini selesai, ya.

Doakan saja yuks.

—mie goreng—

Kamuflase |LMH×KGE| ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang