frame.

369 66 14
                                    

Do i need to stop?

.
.
.
.

Entah sudah berapa kali Seulgi menyebut kalimat kagum dari informasi yang disampaikan Taehyung.

Sedari tadi, Taehyung menjadi buku panduannya secara cuma-cuma, menjelaskan tanpa diminta dan memberikan kalimat deskripsi yang tentu saja mudah diterima.

Seulgi memang sudah lama menganggumi seni klasik dan bertemu dengan Taehyung yang ternyata memiliki kekaguman serupa merupakan satu hal yang harus disyukurinya.

Pameran lukisan ini diadakan oleh seniman dengan nama yang tidak disebutkan, tapi Seulgi yakin artis ini sungguh berbakat melihat goresan tinta yang dibingkai apik dengan frame kayu putih dan dipajang tidak urut itu sungguh membuat matanya terasa diberkahi.

Taehyung membiarkan Seulgi berjalan beberapa langkah di depannya, memberikan perempuan Kang itu meneliti beberapa lukisan yang dibiarkan tergeletak.

"Apa ini memang belum dipajang?" Seulgi menunjuk dan Taehyung mengikuti arah pandangnya.

"Sepertinya sengaja dibiarkan."

Bersisihan dengan Seulgi, Taehyung menautkan jari-jarinya ke belakang, mungkin menahan untuk tidak merangkul pundak perempuan di sebelahnya itu.

"Aku tidak mengerti," monolog Seulgi namun cukup untuk didengar Taehyung.

"Mungkin itu memang tujuannya."

Seulgi menoleh, samar mengerutkan alisnya dalam, "tujuan? Maksutmu untuk membuatku tidak mengerti?"

Taehyung ikut menoleh, mengangguk menggemaskan dan diikuti tawa renyah Seulgi setelahnya.

"Terkadang kau tidak harus mengerti untuk mengagumi sesuatu," sekarang giliran Taehyung yang bermonolog.

"Aku tidak tahu kau mengutip darimana, tapi kalimat barusan sungguh indah."

Membawa tawa mereka beradu, Seulgi berjengit sadar Taehyung memperhatikannya dalam senggukan tawanya barusan.

Seulgi masih diam memberi waktu Taehyung untuk membuka kalimatnya lagi, "cantik."

Begitu kata Taehyung.

"Aku tidak tahu segala tentangmu begitu menarik." Taehyung membuang mukanya, kembali menghadap lukisan di dinding.

Sedang Seulgi telah menghadap Taehyung sepenuhnya.

"Apa barusan aku baru saja diajak berkencan?" Tanya Seulgi main-main.

Taehyung mendengus acuh, karena Taehyung paham Seulgi tidak serius dengan ucapannya.

"Aku akan mengantarmu pulang, ada yang harus aku lakukan."

"Apa mendesak? Aku bisa naik taxi saja." Seulgi menerima uluran Taehyung untuk membantunya turun dari trotoar setelah keluar dari gedung pameran.

"Urusan hati, bisa menunggu." Taehyung tertawa pelan, berinisiatif membukakan pintu namun ditahan Seulgi.

Seulgi hendak bertanya namun ditahan kembali dengan Taehyung yang sudah berlalu masuk melalui pintu kemudi.

Jika diperhatikan, segala tentang Taehyung juga menarik bagi Seulgi.

***

Jika sekiranya ini adalah hal yang menjadi urusan Taehyung yang barusan ia katakan dengan Seulgi, maka benar adanya.

Urusan hati.

Entah kejolak darimana, Kim Taehyung membawa kemudinya berlawanan arah dari rutenya pulang seperti biasanya setelah mengantar Seulgi sampai rumah dengan selamat.

Tidak lupa sebuah ucapan selamat malam yang akan Taehyung simpan setibanya di rumah nanti, hitung-hitung oleh-oleh manis dari Seulgi.

"Aku tidak berniat menjadi antagonis diantara hubunganmu dengan Seulgi."

Ini dia urusan hati yang Taehyung maksud.

Jungkook mengedar pandangnya, memastikan jika seseorang dihadapannya kini benar-benar berbicara padanya. Sedang si lawan bicara terlihat tak sabar, Jungkook mendengus pelan.

"Lalu?"

"Aku menyukainya."

Lagi, Jungkook memahan tawanya dengan dengusan pelan, "aku tahu."

"Bagus."

Jungkook melempar kain lap lensa kameranya asal, langkahnya dibawa mendekat ke arah Kim Taehyung yang masih bersandar di balik dinding tempat meja kerja Jungkook berada.

Lima menit yang lalu, Taehyung mengetuk pintu flat Jungkook yang dibiarkan terbuka, memasuki teritori laki-laki Jeon itu tanpa basa basi dan melontarkan kalimat tak masuk akal tentang Seulgi dihadapannya.

Sungguh tidak sopan.

"Aku akan melupakan bagaimana kau bisa tahu tempat tinggalku, namaku dan tentangku yang lain. Yang lebih penting-," sudut bibir Jungkook terangkat, menampilkan senyum remeh yang dibuat-buat, "apa maumu?" tanya Jungkook penuh penekanan.

"Tidak ada," jawab Taehyung seadanya, dan memilih mengamati cetakan foto yang terpasang di atas meja, yang sebagian besar hanya ada wajah Seulgi disana.

Jungkook setengah sebal dengan respon Kim Taehyung yang terlihat sangat acuh.

"Katakan yang jelas, apa maumu?" ulang Jungkook lagi.

"Sudah kukatakan-" Taehyung menjeda kalimatnya ketika tangannya meraih satu lembar foto dengan figur Seulgi yang tengah tertawa diantara salju yang mungkin turun di bulan januari, "tidak ada."

Baik, sekarang Jungkook sungguh kesal dengan Taehyung bukan main.

Keduanya berbagi pandang dengan tatapan kaku.

Sedang Jungkook masih tidak mengerti dengan tujuan Taehyung yang tiba-tiba menemuinya, sedikit berbeda dengan Taehyung yang terlihat santai-santai saja.

Raut wajah keduanya juga terkendali dengan baik, tanpa tahu sebenarnya hati mereka menyumpahi satu sama lain.

Deringan dari salah satu telfon genggam bersuara, memecah hening sebelum Jungkook-lah yang ternyata menyeringai menang, "Halo, Seul?"

Sapanya dari balik seberang sambungan daring, menatap Kim Taehyung tak segan setelah mengucapap tegas kalimat sapaan seakan memperjelas siapa tokoh yang sedang berbicara dengannya sekarang.

Dan seperti keraguannya yang tiba-tiba datang, keyakinannya pun turut menyapa tanpa sebab dari angin yang entah datang darimana.

Ya, dan ternyata inilah jawaban atas keraguannya sendiri.














Ini belum saatnya untuk berhenti.














Karena memang tidak seharusnya Jeon Jungkook menyerah.

















Terlebih yang ia perjuangkan adalah Kang Seulgi. Bukan orang lain.














To be continue✨

Mons Igneus || seulkook • vseul Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang