television.

1.1K 140 18
                                    

I told u not to comeback because when u do, -

I don't wanna you go again.

.
.
.
.

Suara pekikan tertahan terdengar dari balik pintu kamar mandi, dari tempatnya berdiri, Seulgi mendelik,

"Seulgi? Bisa kemari sebentar?"

Itu suara Jungkook.

"KANG SEULGI?"

Melirik ke arah air dalam panci yang belum mendidih, Seulgi meletakkan pisaunya, menghentikan kegiatannya mencincang paprika.

"Seulg-"

"Panggil dengan benar."

Jungkook mengaduh ketika belum sampai tangan Seulgi membuka pintu memukul pelan lengannya.

Tanpa laki-laki itu berkata lebih, Seulgi menarik Jungkook ke arah wastafel.

"Kebiasaan, eh? Sudah dibilang jangan pakai air dingin."

Jungkook menyandarkan punggungnya di pinggiran wastafel dengan irisnya yang tak segan menatap Seulgi lamat.

"Apa lihat-lihat?"


Seulgi membuka suaranya, memberanikan diri membalas tatapan Jungkook, tangannya masih sibuk membereskan kekacauan yang Jungkook buat.

Sementara si pelaku tersenyum dengan ringisan, menahan perih akibat goresan pisau cukur diujung dagunya.

"Tidak merindukanku, Seul?"

Ucap Jungkook tanpa rencana.

Masih dengan tatapan yang sama, Jungkook mengamati Seulgi yang tak kunjung membuka suara.

Ditahannya lengan Seulgi yang hendak menyampirkan handuk di atas kepala Jungkook.

Namun, sebelum tatapan mereka bertemu, Seulgi memilih menepis dan berlalu, "cepat mandi, setelah itu sarapan."

Tangan Seulgi menggantung dicelah pintu sebelum berbalik lagi menghadap Jungkook, "dan panggil aku dengan benar Jeon Jungkook," ucapnya penuh penekanan.

Jungkook mematung.

Menahan nafasnya dalam melihat Seulgi yang sedikit membanting pintu kamar mandi.

Jungkook mengusap helai rambutnya yang sedikit basah, "wah lihat, galak sekali, hampir saja aku memeluknya."

**

Satu set alat makan kini berhadapan dengan satu set yang lain, dua gelas air putih, dua mangkuk soup panas dan dua insan yang hanya memadu hening.

Salah satunya tergerak untuk menatap dan memilih memutus pandang ketika salah satu yang lain mendongak.

Dan terjadi beberapa kali sampai salah satu tersenyun menahan gemas.

Benar kata Kim Namjoon, dosen Jungkook semasa kuliah yang juga rekan sejawat Seulgi.

Melihat Jungkook makan sudah membuat kenyang.

Seulgi tak yakin masakannya sekelas master chef, tapi melihat Jungkook hampir menghabiskan setengah porsi makannya dalam hitungan berapa menit saja membuat Seulgi senang bukan main tanpa alasan yang jelas.

Mau tak mau Seulgi juga menahan senyumnya, matanya mengedar menatap Jungkook yang masih lahap dengan sosis bakar ditangan kanannya sampai pandangan itu terhenti dilekuk punggung jari milik Jungkook.

"Sejak kapan-"

Tanyanya menggantung dan Jungkook mengikuti arah pandang Seulgi sebelum mengangguk paham, "ini? Sudah berapa lama ya?" pemuda itu melanjutnya kunyahannya yang sempat terhenti dengan gelagat berpikir yang dibuat-buat, "beberapa bulan yang lalu kalau tidak salah ingat."

"Ibu tahu?" giliran Seulgi melempar tanya dengan guratan samar di ujung pelipisnya.

Jungkook mengangguk, "ya, ibumu tahu."

"Jangan membual," ucap Seulgi yang memilih meletakkan sumpitnya keras-keras.

"Salah siapa tidak pernah membalas pesanku, jadi tidak tahu kan kalo aku punya tatto sekarang."

Jungkook tak acuh, masih dengan kunyahannya yang berirama.

"Setelah ini pulanglah," tutup Seulgi sebelum berlalu meninggalkan Jungkook yang berdesah maklum.

Kang Seulgi dan sentimennya.

Seulgi tidak paham mengapa ia harus uring-uringan melihat Jungkook mempunyai tatto. Tidak ada yang salah.

Jungkook sudah dewasa.

Tatto bukan hal yang buruk.

Tatto sama sekali tidak membuat Jungkook seperti kriminal.

Tidak ada yang salah.

Bahkan ia pernah mendengar bahwa pasti ada alasan tersendiri orang memilih melukis tubuhnya, menorehkan tinta permanen di atas kulit, entah apa yang telah terjadi pada Jungkook setengah tahun ini, ia sama sekali tidak berhak untuk menentang, toh ia juga yang memilih menyibukkan diri selama ini agar meminimalisir interaksinya dengan pemuda itu, tapi kan-

Tetap saja.

Seulgi hampir saja kelepasan. Sudah lima belas menit berlalu tapi rasanya emosi Seulgi masih bertengger dipuncak kepalanya. Entah berdasar apa. Intinya Seulgi hanya sebal.

Terlebih ketika masih sibuk mengganti saluran televisi, dari ekor matanya ia menangkap sosok Jungkook yang berdiri tak jauh darinya sedang sibuk dengan jaket yang semalam dipakainya.

Seulgi memilih mendekat, "mau kemana?"

Sementara Jungkook mengalihkan pandangnya, "pulang?"

"Hm?" deham Seulgi semakin mendekat.

"Hm? Bukannya tadi menyuruhku pulang?"

Seulgi berkedip dengan cepat dalam sepersekon.

Benar juga.

"Sungguh ingin pergi?" bisik Seulgi dengan meraih ujung jaket rider hitam itu yang belum sepenuhnya terkancing.

Jungkook memandang Seulgi dan kepalan jarinya yang mengait erat disaku jaket yang tengah ia pakai.

Serasa dihantam kesadarannya yang cukup waras, Seulgi menunjuk jendelan, "masih hujan," ucapnya tergesa sebelum kembali meraih remote tv.

"Jadi aku tidak boleh pulang?" tanya Jungkook dengan tawa diujung kalimatnya.

"Siapa yang menahanmu? Setidaknya tunggu hujan reda."

Jungkook menatap keluar jendela, rintik bahkan tidak sebanyak hitungan sekon dalam satu menit, lalu apa yang harus ditunggu reda. Diluar bahkan bukan sedang hujan yang terdefinisikan dengan kata lebat setelahnya.

Jika boleh memilih berpihak pada asumsinya yang berkata Seulgi ingin ia tetap tinggal, maka ia tidak ingin repot menanyakan pada perempuan sudah bergelung selimut di atas sofa.

Toh diminta atau tidak, Jungkook juga akan tetap kalah menahan egonya untuk pergi.

Dan pukul sembilan pagi di hari minggu yang mendung, Jungkook berlalu menanggalkan kembali jaketnya dan duduk disebelah perempuan yang amat sangat ia rindukan itu.






Another series of 'continue soon'.

Mons Igneus || seulkook • vseul Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang