Minggu pertama di kelas Professor Zhong setelah insiden, aku sengaja duduk di belakang. Semua orang di kelas tahu maksudku, dan mereka dengan senang memberikan kursi di pojokan dan dua baris dari belakang. Namun setelahnya, semua orang mengenalku. Minimal mereka akan tahu siapa Hanna Choo, dan beberapa orang mulai menyapa bahkan duduk berbicara denganku.
"Aku tak tahu harus bagaimana mengatakannya, tapi menurutku kau benar. Dan kau berani sekali mengatakannya langsung di depan Professor!" Beberapa orang mengatakan kalimat yang intinya kurang lebih padaku.
Dunia ini aneh, ketika kau merasa telah membuat suatu kesalahan yang besar dan dikatakan gila oleh teman-temanmu, mendadak kau menjadi pahlawan bagi orang-orang tertentu.
Sepanjang pelajaran Profesor tentu tak melihatku, dimana mata tuanya harus mencari diantara sembilan puluh lebih murid lainnya-- kalau ia berniat mencariku. Tapi tidak, kelas berlangsung seperti biasa dan seolah tak ada yang pernah terjadi di kelas sebelumnya. Semua orang mencatat dengan serius, dan kami tengah membakar otak rasanya hingga bel berbunyi.
Orang-orang berhamburan keluar, sedangkan Profesor masih sibuk membereskan kertas-kertasnya di meja. Ia membereskannya lebih lambat hari ini.
Ketika orang-orang yang menyumbat pintu mulai berkurang, giliranku dan Melanie meluncur keluar dari kursi dan beranjak pergi. Namun sebelum kami mencapai pintu, PRofesor memanggil.
"Hal-loo," suaranya serak dan ia melambai dengan tangannya. Lalu menunjukku, pertanda agar turun menghadapnya.
Kukira masalah itu akan lewat begitu saja dan Profesor bukan tipe pendendam, tapi mungkin aku salah. Melanie melirik ke arahku dengan cemas, lalu berusaha mengundur waktunya untuk keluar dengan berpura-pura mengikat tali sepatu.
"Aku sudah membaca 'New Odyssey' yang kau katakan," ia mengangkat wajahnya setelah selesai memasukkan semua benda ke dalam tas kulitnya, "Dan aku rasa kau benar."
Sesaat kukira diriku salah dengar, tapi kemudian aku menghembuskan nafas lega.
"Kurasa di zaman sekarang ini kita tak bisa lagi menggunakan pola pikir lama, ya? Secara tak sadar aku telah membatasi diri dengan karya anak muda yang ternyata berpotensi."
"Dan kau adalah murid baik yang berpotensi".
Aku tak tahu harus bagaimana, aku nyaris tak pernah berbicara langsung pada para dosen sebelumnya. Tidak ketika mereka memanggilku hanya untuk memberi pujian. Dan terlebih, aku tak pernah membayangkan kalau orangnya Profesor Zhong. "A-aku tidak...Anda terlalu memujiku, Profesor."
"Kenapa? Kau gugup berbicara padaku?" tanyanya terkekeh.
Aku ingin menjawab 'tidak', tapi siapapun pasti tahu aku berbohong. Namun aku juga tak bisa langsung mengatakan 'Aku gugup setengah mati', kan?
"Sedikit."
"Lalu katakan padaku, apa kau tak gugup berbicara di depanku dan sembilan puluh sembilan orang lainnya?"
"A-aku gugup." Dan kami tertawa. Aku tak pernah tertawa bersama dosen sebelumnya, dan ternyata Profesor tak seserius yang terlihat, tak seseram yang dikatakan orang-orang. Dibalik nama besar, gelar dan jabatan tinggi serta wajah seriusnya, nyatanya Profesor hanyalah seorang pria tengah baya yang berwajah serius namun lembut.
"Kalau kau gugup, kusarankan kau membaca koran sekolah kita minggu ini" ia mengeluarkan lipatan koran dari tasnya.
"'Berbicara Dengan Monster yang Sebenarnya Adalah Dirimu Sendiri'. Karya anak sekolah kita, cocok untukmu!" Ia menutup kembali kancing tasnya.
Judulnya terdengar tak asing, dan setelah menyadarinya aku tak bersuara, diam mematung di tempat.
"Aku punya kelas berikutnya, sehingga aku harus pergi sekarang," Profesor melirik jam tangannya dan mulai beranjak pergi. "Sampai jumpa di kelas minggu depan."
"A-apa Profesor membaca karangan ini?"
"Ya," Profesor menghentikan langkahnya, "Tulisan yang cerdas, cocok dibaca untukmu". Dan Profesor meneruskan langkahnya, hilang di balik pintu.
Aku menatapi koran ini tak berkedip selama beberapa detik, kemudian perasaan melayang menghampiriku. Profesor membaca tulisanku. Profesor.
Dan apa katanya? Tulisan yang cerdas.
Cerdas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Girls Like YOU! (END!)
ChickLitUntukmu yang merasa tidak cantik, gemuk, tidak pintar ...dan tidak diperhatikan orang. Hanna Choo dikenal pemalu, tak cantik, tak diperhatikan di universitasnya... Sampai suatu hari, Mama hendak menjodohkannya. Akhirnya Hanna sadar ia membenci hidup...