Aku tak pernah menjadi cantik selama hidupku- bukan berarti aku terlahir jelek atau semacamnya, tapi aku tak pernah termasuk golongan cantik. Ketika sekelilingmu penuh dengan wanita seperti Katie Leung atau Joanna Zhang atau bahkan Melanie, mau tak mau kau percaya bahwa kau bukan apa-apa dibanding wanita lainnya. Mereka membuatmu membenci mengapa kau tak punya pinggang dan perut datar tanpa lemak, mengapa kau tak punya lengan ramping, mengapa kau tak punya wajah tirus dan tungkai kaki yang lebih seperti seukuran lengan kelihatannya.
Tapi semalam, aku merasa cantik. Untuk pertama kalinya, aku suka pada lenganku dengan lemak, mereka seperti jelly dan lembut. Untuk pertama kali, aku menyukai tungkai kakiku yang tak sejenjang wanita lainnya, aku menyukai bagaimana tubuhku berkelok dengan halus. Untuk pertama kalinya, aku merasa cantik dan tak lagi menutup diri.
Jaden benar soal sistemasi percaya diri. Dengan hanya memakai swimsuit, aku menjadi percaya diri. Tanpa peduli bagaimana orang-orang menilai polkadot dan bagaimana mereka menilai lemak di bawah kulitku. Aku menyukai diriku, itu yang terpenting.
Aku tak menghitung waktu seberapa lama kami menari, tapi Melanie menemukanku ketika pesta hampir usai. Dan begitu sampai di vila kecil miliknya-- mungkin sekitar pukul 12 malam, dan aku baru sadar betapa melelahkan melompat dan berputar selama berjam-jam, jadi aku mandi dan tidur.
Aku terbangun di Minggu pagi ketika matahari sudah tinggi sekali, dan Melanie baru saja selesai dengan mandi pagi. Karena kami tak ingin tiba di Guangzhou terlalu larut, jadi kami berangkat begitu aku selesai dengan mandi bebek dan menghabiskan beberapa potong roti.
Dan sekarang kami dalam mobil perjalanan pulang dan aku masih lanjut tidur kalau mau.
"Jadi, semalam kau berdansa bersama Jaden Yap, huh?"
Aku tahu ia akan membawa topik ini. Hanya tinggal tunggu waktu hingga ia membahasnya.
"Em-m," aku mengangguk.
"Jadi, apa ceritamu?" Melanie melirik ke arahku diantara kacamata hitamnya dan sebelum kembali fokus pada jalan di depan, "Hanna, kau menari bersama Jaden Yap!"
"Tunggu, bagaimana kau bisa tahu namanya?"
"Itulah tipe dirimu, kau bergaul dengan orang tanpa tahu siapa mereka," Melanie memutar bola matanya. Dan ia benar. Sebelumnya, aku bahkan tak tahu kalau ia sepupu Katie Leung.
"Teman Joanna Zhang tahu soal Jaden Yap. Ia anak fakultas pemograman, dan asal kau tahu-- kalau kau mengumpamakan fakultas IT adalah sebuah kerajaan, dan Jaden Yap adalah rajanya."
Dan aku menatap Melanie, tak mengerti maksudnya.
"Pemegang IP tertinggi selama tiga setengah tahun berturut-turut-- dan pastinya juga akan begitu di semester terakhir. Peraih piagam murid berprestasi, juara pertama lomba nasional, dan juara tiga di lomba internasional di Australia tahun lalu," Melanie melirik ke arahku.
"Dan yang terpenting, ia tampan," godanya.
"Sebetulnya, ia adalah orang paling cerewet yang pernah kutahu."
Melanie menaikkan sebelah alisnya. "Mereka bilang Jaden Yap memang seorang jenius, tapi mereka takkan menggambarkannya sebagai seorang yang cerewet."
"Tapi ia memang cerewet," aku berusaha membela diri, "Ia membuatku melepaskan kaos besar itu, kau tahu."
"Em-hm, dan aku ingin dengar cerita dibaliknya," Melanie memberikan tatapan penuh arti. Jadi aku menceritakan semuanya
"Kalau mendengar dari ceritamu, dan ia benar-benar banyak bicara," komentar Melanie.
Kami tiba di Guangzhou dua jam kemudian, dan perjalanan pulang selalu terasa lebih cepat daripada perjalanan pergi. Melanie menurunkanku di bawah gedung apartemen, dan menyetiri dirinya sendiri untuk pulang.
Kau selalu bersemangat dan terlalu senang untuk sebuah pesta, namun ketika segalanya usai, bayarannya datang. Aku membongkar rasel dan mengeluarkan semua pakaian yang perlu kucuci sebelum membusuk setelah tercampur dengan pasir air laut. Lengan, pinggang dan betisku mulai pegal, dan aku hanya ingin menghabiskan sisa hari ini dengan berbaring di kasur. Aku mencuci pakaian, mandi, membongkar segala makanan yang pernah kusimpan di lemari dapur sebelum akhirnya menghempaskan diri di atas kasur. Matahari telah tenggelam ketika aku sibuk beres-beres, dan sebungkus mie instan cukup mengenyangkan perut.
Tapi bahkan setelah membersihkan diri, aku masih bisa mencium bau air laut. Perasaan tentang bikini tak lepas dari pikiranku. Seperti seharusnya aku menyadarinya sejak dulu, tentang membuka dirimu pada dunia. Kau lebih berharga dari yang pernah kau kira, dan Jaden benar, tak peduli apakah orang-orang menyukaimu atau tidak.
Rasanya seperti menemukan sesuatu yang baru. Kau menunjukkan dirimu pada dunia, benar-benar menjadi dirimu sendiri. Katakan apa yang benar-benar kau maksud, tak peduli seberapa polos atau aneh, kau tak lagi takut orang-orang menertawakanmu. Kau tak lagi takut orang lain menganggapmu bodoh. Dan kau tak lagi takut orang-orang menghakimimu. Sama seperti ketika kau memakai swimsuit polkadot merah itu. Kau tak lagi khawatir apakah mereka akan menertawakan bentuk tubuhmu dan semacamnya.
Aku tak ingin perasaan ini hilang, dan aku tahu aku harus melakukan sesuatu. Jadi aku meraih secarik kertas dan bolpoin, dan suara-suara dalam kepalaku tak berhenti sebelum aku benar-benar menuliskannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Girls Like YOU! (END!)
Chick-LitUntukmu yang merasa tidak cantik, gemuk, tidak pintar ...dan tidak diperhatikan orang. Hanna Choo dikenal pemalu, tak cantik, tak diperhatikan di universitasnya... Sampai suatu hari, Mama hendak menjodohkannya. Akhirnya Hanna sadar ia membenci hidup...