Pagi ini Profesor melanjutkan teorinya tentang 82 teknik kepenulisan (Bagaimana ia bisa ke delapan puluh dua poin itu tanpa melihat buku?!) dan rasanya kami takkan pernah menyelesaikan bab satu ini.
Kelas telah menjadi pembicaraan yang panjang dan lama, hingga pada akhirnya beberapa murid mulai mengangkat tangan dan bertanya. Dengan bertanya, mereka mengulur sedikit waktu dan akhirnya aku bisa meregangkan sedikit otot-otot jari yang mulai mati rasa. Jangan salah, kelas Profesor Zhong selalu menarik, tapi setelah mencatat dan mengarbsorbsi teori tanpa henti selama dua jam, otakmu benar-benar terasa panas.
Biasanya aku akan beranjak ke kantin dan memesan sejumlah makanan untuk mengembalikan kalori yang terbakar (Asal tahu saja, otak memakan 40% kalori ketika bekerja).
"Profesor, aku ingin tahu...teknik mana yang lebih Anda rekomendasikan dalam sebuah tulisan?" seorang pria kurus dan berkacamata berdiri dengan tidak percaya diri.
Dari gerak-geriknya, kutebak seharusnya ia adalah adik kelas tahun kedua atau ketiga yang memilih pelajaran para kakak kelas.
"Masing-masing memiliki keunggulan tersendiri," Profesor menjawab.
"Teknik objektivitas bisa digunakan ketika kau menuliskan sesuatu yang berisi perdebatan, dan teknik perumpamaan biasanya digunakan agar para pembaca bisa lebih mudah memahami sesuatu yang terlalu sulit dan tidak banyak diketahui orang," Profesor menjelaskan. Murid kurus itu mengangguk, berterima kasih dan mencatatnya dengan bersemangat.
Beberapa murid lain turut bertanya, dan Profesor menjawabnya dengan santai. Mereka akan menanyakan sesuatu seperti: "Apakah teknik perdebatan cukup efisien?" atau "Bagaimana cara menguasai seluruh teknik kepenulisan?"
Hingga pada akhirnya, seorang lelaki lain yang duduk di ujung seberang, dan bertanya tentang: "Apa pendapat Profesor tentang 'New Odyssey'?"
Aku tahu 'New Odyssey' yang ia katakan, aku membacanya di artikel China Daily beberapa waktu lalu, ketika Melanie berbicara dengan pegawai resepsionis di ZhanJiang. Mereka menyediakan koran di meja resepsionis setiap pagi.
Dan setelahnya, judul itu seolah-olah terpampang dimana-mana: di berita, di kolom diskusi berita, di cover majalah, di judul kepenulisan internet. Sebuah karangan jenius yang membuat sensasi, pro dan kontra setelah judul itu diterbitkan.
"Judul baru atas karangan klasik 'Odyssey', aku tidak tertarik. Belakangan anak-anak muda suka menambahkan sesuatu pada sesuatu yang klasik, yang sebetulnya hanya memperburuk," kalimatnya terlontar dengan mudah dari mulut Profesor, sama seperti ia menjawab pertanyaan-pertanyaan lainnya. Pemuda itu mengangguk, lalu kembali pada catatan di depannya.
"Apa ada pertanyaan lain?" Profesor melihat sekeliling, dan tak ada yang mengangkat tangannya lagi.
Aku mengerti maksud Profesor. Karya klasik selalu melegenda dan sempurna tanpa takut ditelan zaman, dan belakangan banyak orang-orang yang muncul dengan ide baru, mulai merombak atau berusaha meneruskan ide klasik-- yang kebanyakan sebetulnya memperburuk legenda itu sendiri.
Tapi 'New Odyssey' berbeda, dan Profesor seharusnya membacanya, karena karangan itu brilian. 'New Odyssey' bukan lanjutan atau rombakan dari judul lama 'Odyssey', tapi menuliskan sesuatau yang betul-betul baru.
Apa ia tahu banyak media mempublikasikan ulang karangan itu dan banyak pihak yang mendiskusikan poin-poin yang tersembunyi di dalamnya? Apa ia tahu karangan itu sedikit banyak telah mengundak pro dan kontra?
"Kalau tak ada pertanyaan, kita lanjutkan pelajaran."
Mungkin diriku berharap terlalu banyak, tapi aku jelas-jelas kecewa. Terlalu banyak senior yang menolak ide-ide baru, dan ide-ide baru itu akan mati begitu saja. Begitu Profesor menolaknya di depan semua orang seperti ini, dan orang-orang akan menutup diri mereka pada 'New Odyssey'.
"Apa Anda sudah membacanya?" aku tahu takkan cukup untukku hanya dengan mengacungkan tangan dan bertanya, maka aku berdiri.
"Ya, em...?"
"Hanna Choo, Pak."
"Ya, apa pertanyaanmu, Hanna Choo?"
"Saya setuju kebanyakan karya baru 'merusak' karya klasik. Namun saya kira 'New Odyssey' tidak begitu, itu adalah karangan dengan ide segar...."
"Kita tidak membahas karangan itu di kelas," Profesor menolak.
"Saya hanya berpikir Anda setidaknya perlu membacanya sebelum membuat kesimpulan bahwa sesuatu itu tidak ada nilainya," suaraku keras dan lantang, orang-orang mendengarku dengan jelas, dan mendadak kelas menjadi sunyi.
"Menurut saya 'New Odyssey' adalah tulisan jenius yang membicarakan permasalahan kaum muda dengan latar belakang sosial, lingkungan, budaya bahkan politik. Bukan kisah cinta senilai lima ratus perak seperti yang Anda kira."
Ketika ia bahkan tak memberi kesempatan untuk mendengar, aku merasakan api membara di dalamku. Aku tak bisa mengontrol apa yang kukatakan, namun sadar bahwa aku mengatakan apa yang benar-benar kupikirkan.
Profesor tak mengatakan apapun dan ekspresinya tak terbaca. Seisi kelas sunyi senyap, dan semua orang menatapku. Anak yang pertama kali mengungkit soal 'New Odyssey' terbelalak, menatapku dengan wajah pucat pasi. Kulirik Melanie yang duduk dua baris di depan, ia tengah melotot dan wajahnya sama pucat pasi.
"Sa-saya hanya...berpikir bahwa Anda memegang peran penting dalam dunia tulisan, dan...pemikiran Anda berpengaruh besar pada kami dan...em, penulis-penulis baru. Saya hanya berharap Anda tidak mematikan semangat para penulis baru," aku meminta maaf.
Dan kelas masih sunyi tanpa suara, seolah tak ada yang berani bergerak atau bahkan menghembuskan nafas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Girls Like YOU! (END!)
Chick-LitUntukmu yang merasa tidak cantik, gemuk, tidak pintar ...dan tidak diperhatikan orang. Hanna Choo dikenal pemalu, tak cantik, tak diperhatikan di universitasnya... Sampai suatu hari, Mama hendak menjodohkannya. Akhirnya Hanna sadar ia membenci hidup...