Minggu pagi Tara sudah disibukkan dengan mengurus kucingnya yang sedang sakit. Kemarin sudah dibawa ke dokter, tapi hari ini Zipi masih lemas dan tidak mau makan sendiri. Maka dari itu sekarang Tara sedang memangku dan menyuapi Zipi menggunakan alat bantu makan khusus hewan.
Kadang Mama sampai heran karena menurutnya perhatian Tara ke kucing warna hitam-putih itu berlebihan. Tara sering menyangkal. Bukannya berlebihan, tapi kalau sudah berkomitmen untuk memelihara hewan ia akan totalitas dalam merawatnya. Mungkin memang hanya pecinta binatang yang tau perasaan semacam ini.
"Tante Taya!"
Tara mendongak, tersenyum melihat gadis kecil yang baru saja memanggil namanya. Namun, lengkungan bibir itu sebentar saja lenyap setelah Tara tahu dengan siapa Arin datang.
"Kucing lo sakit?" tanya Roy setelah ia berada tepat di samping Tara.
Tara hanya mengangguk sambil terus memastikan wetfood rasa tuna tetap Zipi makan meski sedikit demi sedikit. Perkiraannya, dengan bersikap cuek pasti Roy akan cepat pulang. Ternyata Roy malah duduk di kursi lain yang masih kosong. Kalau begini Tara menyesal karena ia memilih teras untuk dijadikan tempat merawat Zipi. Seharusnya tadi di dapur saja.
"Lo suka kucing ya?" Roy lagi-lagi bersuara. Berharap perhatian Tara sedikit terbagi untuknya. Namun, memang payah sekali. Pertanyaannya terlalu basa-basi.
"Kalau nggak suka mana mau sih gue ngerawat sampai kayak begini," jawab Tara sedikit ketus.
Roy menghela napas pelan. Mulai bingung bagaimana ia harus berbuat agar sikap Tara bisa sedikit bersahabat. Sedangkan Tara, ia malah berpikir sebaliknya. Harus dengan cara apa lagi supaya Roy berhenti bersikap sok akrab padanya. Jujur saja Tara risi. Sejak pertemuan di halaman belakang rumah Kakek Hasan dua hari yang lalu, tingkah laku Roy tiba-tiba berubah. Dari yang semula sok tidak kenal, kini malah bersikap seperti mereka adalah teman dekat.
Hati Tara lemah, kalau terus begini ia bisa goyah. Jika nanti betulan mengalami cinta lama bersemi kembali, bagaimana ia akan berkilah? Bukannya berkah, Tara takut mengulang sejarah. Sejarah patah hati karena cintanya pasti bertepuk sebelah tangan seperti yang sudah-sudah.
"Tante, Zipi kenapa kok disuapin?" Aku elus-elus gini diam aja. Biasanya langsung mau main." Arin mendekat, berdiri dengan lututnya dan kembali membelai bulu halus Zipi.
Tara sampai lupa. Ia hampir dalam mode judes terus padahal ada Arin. "Zipi sakit. Doain cepet sembuh ya," sahut Tara dengan suara lembut.
Arin menuruti kata Tara. Ia mendekatkan bibirnya ke telinga Zipi. Berniat berbisik, tapi suaranya sedikit keras hingga yang lain masih bisa mendengar. "Makan yang banyak, Pi. Biar kuat telus kenalan sama Celi."
"Celi? Maksud kamu Ceri, ya? Ceri itu siapa?" Tara menatap Arin penasaran.
"Ikan yupang yang kemalin dibeliin Mas Ayoy," jelas Arin.
Tara tidak bisa menahan tawanya. "Kok yupang, sih, Rin. Cupang," kata Tara meralat setelah tawanya reda.
"Yupang, Tante." Arin masih ngeyel. "Biyutiful cupang," jelasnya lebih rinci lalu terkekeh lucu.
Tawa Tara lagi-lagi berderai. "Ya ampun. Pasti yang ngajarin Mas Ayoy, ya?" tanya Tara disela tawanya.
Hati Roy tiba-tiba berdesir saat mendengar Tara menyebutnya dengan nama Ayoy seperti Arin. Ia merasa lebih dekat dengan Tara saat gadis itu memanggilnya dengan nama lain.
Arin mengangguk dengan riang. "Iya, Mas Ayoy yang ngasih tau."
"Ada-ada aja sih." Masih dengan sisa-sisa tawa, Tara melarikan tatapannya pada Roy.
KAMU SEDANG MEMBACA
Breadcrumbing [END]
RomanceSegalanya berjalan mulus saat Roy ternyata memilih pindah ke luar kota setelah lulus SMA. Menjauhnya laki-laki itu membawa angin segar bagi Tara. Usahanya untuk berhenti menyukai Roy menjadi lebih gampang. Namun, ketika bertemu kembali dengan Roy, k...