Tara berdiri di pinggir jalan depan rumahnya dengan gusar. Ia sedang mencari kucingnya yang sehabis subuh tadi sudah pergi bermain dan belum kembali hingga sekarang. Padahal biasanya ia memberi Zipi sarapan paling lambat jam delapan pagi, tapi ini sudah hampir jam sembilan tapi kucing hitamnya itu belum juga kembali ke rumah.
"Paling Zipi masih jogging sama pacarnya, Ra. Sekarang tuh lagi musim kawinnya kucing," celetuk Tari yang sedari tadi menemani Tara.
"Maksud lo Zipi kawin sambil lari?" tanya Tara dengan wajah sedikit kesal.
Tari spontan mendorong bahu adiknya. "Ya nggak gitu konsepnya."
"Lagian lo sok tau banget. Umur Zipi belum ada setahun. Jangan kawin dulu lah. Nanti kalau fisiknya belum siap untuk hamil gimana?" Tara menghela napas untuk menghilangkan ketakutannya.
Tari menggelengkan kepalanya. Tara sekarang persis seperti seorang ibu yang cemas karena anak gadisnya belum pulang ke rumah. "Katanya mau disteril biar aman itu gimana? Jadi nggak?" tanya Tari.
"Iya, tapi gue mau tanya-tanya dulu ke dokter hewannya. Kucing umur sembilan bulan udah boleh disteril apa belum," jawab Tara. Setelah itu ia mulai berjalan tidak tentu arah lagi untuk mencari Zipi.
"Nanti juga pulang, Ra. Zipi kan udah hafal daerah sini." Tari yang mengekori Tara kembali menenangkan.
Tara menoleh pada kembarannya dengan mimik wajah resah. "Takutnya kalau main sampek depan minimarket kayak waktu itu gimana?" tanyanya mengingat kejadian Zipi yang ditemukan oleh Arin beberapa waktu lalu.
"Ra, minggir!" teriak Tari tiba-tiba.
Tara yang memang sedang berdiri di tengah jalan langsung menoleh ke arah sebuah motor yang melaju di belakangnya. Ia pun segera berlari menepi sebelum kendaraan yang dinaiki Roy itu semakin mendekat.
"Mentang-mentang daerah tempat tinggal kita biasanya sepi, tapi jangan santai mondar-mandir di tengah jalan gitu dong," omel Tari.
Tara yang dimarahi hanya bisa diam. Lalu tiba-tiba Roy yang ia kira akan langsung pergi begitu melewatinya ternyata malah menghentikan motor di dekatnya. Tara menatap laki-laki itu dengan pandangan penuh tanya. Penampilan Roy pagi ini juga mampu menyita perhatian Tara. Roy memakai baju koko di mana di sakunya terselip kacamata hitam. Celana panjang Roy berwarna gelap dan kakinya beralas sandal kasual. Untuk beberapa saat Tara berdiri diam mengamati dan menerka-nerka ke mana kiranya Roy akan pergi.
Apa Roy mau melayat ke rumah Kharisma? tanya Tara dalam hati.
"Kebetulan ketemu lo di sini. Gue cuma mau ngabarin kalau kucing lo ada di rumah kakek gue. Tadi main di halaman rumah terus sama Arin diajak masuk. Sekarang kucing lo tidur sama Arin. Sorry ya, Arin ngeyel pengin ngelonin kucing lo," kata Roy panjang lebar.
Tari langsung tersenyum senang ke arah Tara karena keberadaan Zipi sekarang sudah jelas ada di mana. Tara sendiri juga berangsur lebih tenang. Setidaknya kucingnya sedang berada di rumah orang baik. Tara tidak perlu khawatir Zipi akan mendapat kekerasan jika ada Arin yang menjaganya.
"Oh, iya nggak apa-apa. Bentar lagi gue ke sana deh, ngasih Zipi sarapan. Kalau Arin masih mau mainan sama kucing gue nggak apa-apa, nggak gue bawa pulang dulu," sahut Tara.
"Udah gue kasih makan kok," ujar Roy cepat memberi tahu. "Sama ikan direbus. Aman kan buat kucing?"
Tara yang masih tidak menyangka Roy punya inisiatif menyediakan makan untuk Zipi hanya bisa mengangguk dengan canggung. Ia terharu karena ada orang yang mau merawat kucingnya.
"Ya udah, gue cabut dulu." Roy menutup kaca helmnya dan bersiap menyalakan mesin motor.
"Oh iya, lo udah mendingan kan?" tanya Tara dengan ragu-ragu. Ia takut rasa khawatirnya terlalu kentara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Breadcrumbing [END]
RomanceSegalanya berjalan mulus saat Roy ternyata memilih pindah ke luar kota setelah lulus SMA. Menjauhnya laki-laki itu membawa angin segar bagi Tara. Usahanya untuk berhenti menyukai Roy menjadi lebih gampang. Namun, ketika bertemu kembali dengan Roy, k...