Tara menggeleng berkali-kali, tapi Tante Ida telanjur larut dalam euforia. Kini Tara hanya bisa diam dan merutuk Mela dalam hati. Pasti Mela yang membocorkan rahasianya pada Lana hingga dokter itu entah kenapa sampai mengira Tara dan Roy menjalin hubungan khusus.
Setelah Lana pergi, Tara segera menjelaskan pada Tante Ida agar tidak menjadi salah paham yang berkepanjangan. "Saya bisa jelasin, Tante. Dokter barusan itu teman SMA saya. Biasa, namanya juga teman. Jadi suka bercanda."
Bukannya percaya, Tante Ida malah tertawa dengan suara pelan. "Jangan grogi gitu deh. Ayo coba santai aja kalau bicara. Sama Mama pacarnya sendiri kok masih kaku."
Tara menghela napas berat. "Tante nanti tanya aja sama Roy, pasti penjelasan versi dia nggak akan jauh beda sama saya. Karena kami memang nggak ada hubungan apa-apa."
Tante Ida lagi-lagi tertawa seraya mengelus lengan Tara. "Oke, oke. Kalau kalian memang masih malu buat terus terang, nggak apa-apa deh. Tapi Tante percaya sama teman kamu tadi, dan Tante seneng karena pacar Roy ternyata seperti kamu. Mudah-mudahan awet sampai pelaminan ya."
Tara tidak bisa berkata-kata lagi. Pundaknya merosot lemas ketika Tante Ida memeluknya. Ia sudah berusaha meyakinkan, tapi nyatanya penjelasannya tidak didengar sama sekali.
"Oh iya, maaf banget Tante nggak bisa antar kamu pulang. Habis ini Tante ada acara sama keluarga di rumah mertua. Sebenarnya sih Tante pengin ngajak kamu buat dikenalin ke keluarga besar. Tapi kamu kan harus ngerawat Nisa. Ya udah lain kali aja kalau ada pertemuan keluarga lagi," kata Tante Ida panjang lebar.
Mencoba tenang, Tara meraih sebelah tangan Tante Ida untuk digenggam. "Mohon maaf saya harus mematahkan harapan Tante. Untuk mencegah Tante kecewa di kemudian hari, saya harus mengatakan ini sekali lagi. Saya sama Roy nggak ada hubungan apa-apa."
Pandangan Tante Ida berangsur meredup. "Apa ada kesan buruk terhadap pertemuan pertama kita? Kamu memutuskan untuk mengaku nggak ada hubungan apa-apa dengan Roy karena Tante tadi ada salah bicara ya? Kamu merasa tertekan punya calon mertua seperti Tante?"
Tara makin mengeratkan genggamannya. Ia lekas menggeleng dan menjawab, "Tante jangan berpikir seperti itu. Untuk ukuran pertemuan pertama, saya langsung suka kok ngobrol dengan Tante. Tante baik dan nggak segan untuk ngantar saya ke rumah sakit di saat orang lain mungkin akan merasa direpotkan. Tante sangat cocok disebut sebagai ibu mertua idaman. Tapi, semua itu nggak bisa merubah kenyataan. Saya bicara soal ini karena memang begitu adanya. Saya sama Roy cuma teman."
Melihat sorot keseriusan di mata Tara, Tante Ida sedikit demi sedikit mulai percaya.
"Di saat orang lain bilang kalau saya sama Roy pacaran padahal kenyataannya tidak, ditambah kepergok sama mamanya Roy sendiri, jujur saja rasa malunya makin bertumpuk-tumpuk. Jadi tolong Tante percaya, ya, sama saya. Setidaknya itu bisa mengurangi rasa malu saya." Tara menunduk. Ia tidak tahu lagi harus menjelaskan dengan cara apalagi selain memelas seperti ini.
Tante Ida mengusap-usap punggung Tara, lalu menuntun Tara untuk mengangkat wajahnya agar mereka bertatapan. "Jangan malu. Kesalahpahaman memang kadang terjadi. Maaf Tante sampat ngeyel dan nggak percaya. Jadi teman kamu tadi cuma bercanda?"
Tara mengangguk.
Mama Roy berdecak lalu menanggapi, "Padahal Tante udah klik sama kamu. Oh, kalau kamu sekarang memang nggak pacaran sama Roy, ya udah nanti Tante akan bikin kalian jadi sepasang kekasih."
Tara melotot tidak percaya dengan apa yang ia dengar barusan. "Maksud Tante?"
"Tante berangkat dulu ya. Kamu nanti pulangnya hati-hati." Tante Ida malah mengalihkan pembicaraan lalu melangkah pergi meninggalkan Tara yang masih berdiri mematung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Breadcrumbing [END]
RomanceSegalanya berjalan mulus saat Roy ternyata memilih pindah ke luar kota setelah lulus SMA. Menjauhnya laki-laki itu membawa angin segar bagi Tara. Usahanya untuk berhenti menyukai Roy menjadi lebih gampang. Namun, ketika bertemu kembali dengan Roy, k...