Bab 3

9.8K 1K 41
                                    

"Arin tadi malam ke sini sama Roy temen sekolah Tari dulu loh, Pa," kata Mama Tara setelah menyajikan sepiring sarapan untuk Papa Tara.

Papa sempat mengangkat alis karena heran. "Roy? Kok bisa kenal sama Arin?"

Mama menggeleng tidak mengerti. "Jangan-jangan Roy itu anak terakhirnya Pak Hasan?" tebak Mama.

Papa mendecak lalu menyahut, "Anak bungsunya Pak Hasan ya mamanya Arin itu."

"Oh iya." Mama terkekeh menyadari kesalahannya.

Mela yang sedari tadi hanya diam menyimak, akhirnya tidak tahan lagi untuk bertanya. "Om sama Tante kenal Roy?"

Dari bawah meja, kaki Tara menyenggol kaki Mela. Tara tidak habis pikir karena Mela selalu bersemangat jika sekelilingnya membahas Roy. Sepertinya sarapan bersama pagi ini harus Tara lalui dengan setengah hati.

Papa tertawa sebelum menjawab. Hal itu makin menambah rasa penasaran pada diri Mela. "Dulu Roy ngasih flashdisk ke Tari, Roy berpesan pokoknya harus nonton video yang ada di dalamnya. Tari kira itu isinya film, ya udah jadi kita semua nonton bareng. Tara waktu itu juga ikut nonton kan?" Papa beralih menatap Tara.

Tara hanya mengangguk pelan. Ia sebenarnya tidak mau mengingat momen yang Papa ceritakan. Tapi gara-gara Mela, sekarang semua itu harus terputar ulang di memorinya.

Mama yang sepertinya mulai tahu arah pembicaraan Papa pun ikut menjelaskan, "Ternyata flashdisk itu berisi video Roy yang sedang menyatakan cintanya buat Tari. Ya ampun ada-ada aja ide anak muda."

Mata Mela terbelalak lebar. Makanan yang baru saja ditelannya terasa berhenti di kerongkongan. Mela cepat-cepat meneguk air minumnya sembari melirik Tara yang terlihat tidak semangat. Mela kemudian mendesah pelan. Cerita tentang video pengakuan cinta yang Roy lakukan itu benar-benar baru Mela ketahui sekarang.

Mela akhirnya mengerti kenapa Tara mati-matian merahasiakan perihal perasaannya pada Roy. Pasti Tara malu jika keluarganya tahu ia pernah menyukai seseorang yang justru menaruh hati pada saudaranya sendiri. Mela tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan Tara saat menyaksikan Roy menyatakan cinta pada Tari waktu itu.

"Udah deh, Mama Papa nih kenapa jadi ingat-ingat masa lalu sih?" protes Tari.

"Emangnya kenapa? Meski kamu dulu nggak pernah menggubris perasaan Roy, setidaknya kenangan lucunya biar tetap diingat," sanggah Mama.

"Terserah Mama, deh." Akhirnya Tari hanya bisa mengalah. Lalu ia teringat sesuatu. "Ma, Arin tadi malam bilang ke Tara kalau adiknya udah lahir. Iya kan, Ra?" Tari menatap kembarannya yang masih diam saja dari tadi.

Tara mendongak dan mendapatkan Tari sedang menanti jawabannya. "Iya. Mbak Mayang tadi malam dibawa ke rumah sakit," terang Tara.

"Wah ikut seneng dengernya. Pak Hasan kira-kira ikut ke rumah sakit apa enggak ya?" tanya Mama lebih pada dirinya sendiri.

"Emangnya kenapa kalau Pak Hasan ikut ke rumah sakit?" Papa yang ternyata mendengar Mama pun bertanya alasannya.

"Berarti Arin di rumah cuma ditemenin sama Roy. Sarapan apa mereka kalau Mayang nggak ada di rumah?" Mama terlihat khawatir. Mungkin kepikiran Arin yang masih berumur empat tahun yang memang agak rewel kalau ditinggal mamanya.

"Roy bisa pesen makanan lewat aplikasi online kali, Ma," Tara menimpali.

"Daripada repot-repot pesen, mending kita bagi makanan dari acara semalam yang masih ada. Mama tadi udah panasin kok. Kue-kue lamaran juga ada banyak. Kamu antar ke sana ya, Ra?" Mama mulai beranjak menyiapkan makanan yang ia maksud.

Breadcrumbing [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang