Bab 6

8.7K 1K 24
                                    

"Tara! Sini deh, lo ikut kita ngumpul dulu," seru Yongki begitu ia menginjakkan kaki di dalam kafe.

Tara yang duduk di belakang meja kasir seketika kaget. Pengunjung kafe lainnya juga langsung menatap Yongki dengan terheran-heran. Sedangkan teman-teman yang datang bersama Yongki menunduk dalam dan ada juga yang berpura-pura mengamati interior kafe. Pokoknya mereka harus terkesan tidak mengenal Yongki yang urat malunya sudah putus.

Namun lain halnya dengan Monik, wanita itu tanpa ragu memukul punggung Yongki sampai si empunya mengaduh kesakitan. Dari posisinya, Tara tertawa melihat Monik mengomeli Yongki.

Kemudian Tara melirik jam di pergelangan tangannya. Nisa sudah telat masuk kerja lima belas menit. Hari ini Nisa memang masuk shift siang, karena paginya ia masih kuliah. Tidak biasanya Nisa terlambat tanpa mengabarinya dulu. Pikiran Tara menjadi cemas. Ponsel Nisa yang tidak bisa dihubungi makin membuat Tara khawatir jangan-jangan ada sesuatu yang terkadi pada Nisa.

"Ra!" panggil Yongki. Kali ini suaranya tidak selantang tadi.

Tara mengalihkan perhatiannya pada meja nomor lima di mana orang-orang kantor seberang duduk berkumpul. Yongki yang merasa panggilannya disahuti, langsung mengangkat sebuah undangan berwarna putih. Dari jauh pun Tara hafal apa yang Yongki pegang karena ia sudah sering mendapat undangan pernikahan. Tinggal dia saja yang belum berkesempatan mengundang teman-teman.

Duh, kapan bisa gantian, batin Tara.

Setelah itu Tara lekas tersadar. Siapa yang akan menikah? Pemilik kafe itu pun meninggalkan meja kasir. Lagipula belum ada pengunjung yang akan bertransaksi. Tara bebas pergi sejenak dari pekerjaannya. Meski sebenarnya ia agak malas karena ada Roy yang ikut dalam rombongan Mas Bayu. Sejak bersitegang kemarin pagi, bendera perang masih berkibar di antara keduanya sampai sekarang.

"Wih, Yongki mau nikah nih? Bisa banget ya lo selama ini pura-pura jomblo tapi tiba-tiba nyebar undangan. Siapa sih calonnya? Lo umpetin terus nggak pernah dikenalin ke gue." Tara berusaha terlihat santai. Meski jelas ia menghindari tatapan mata Roy.

Yongki terlihat salah tingkah. Lalu Tara menangkap seulas senyum malu-malu tercetak dari bibir Tia. Tara makin kaget lagi. "Jadi Tia, Yong? Lo mau nikah sama Tia?"

Monik memutar bola matanya. Sedangkan Saga malah sudah tergelak. Tara menjadi bingung dan rasa penasarannya makin bergejolak. Dasar Monik dan Saga tidak punya akhlak. Untung mereka pelanggan kafe, sehingga Tara menjadi sedikit sungkan untuk protes.

"Kalaupun di dunia ini laki-laki tinggal Yongki doang, Tia belum tentu mau nikah sama dia," kata Monik.

Yongki memandang Monik dengan keki. Lalu ia beralih bertanya pada Tia. "Emang iya begitu, Ti? Segitu enggak maunya lo sama gue?"

"Untuk kali ini gue setuju sama Monik," jawab Tia.

"Asem!" Yongki memandang Tia yang kini ikut terbahak bersama yang lain.

"Canda, Yong." Tia mengajak Yongki bersalaman.

Yongki hanya bergumam. Sama sekali tidak mempermasalahkan.

"Jadi ini siapa sih yang nikah?" tanya Tara kesal. Ia satu-satunya orang yang paling ketinggalan info.

"Makanya dapat undangan ya langsung dibaca dong, Neng. Biar nggak nebak-nebak mulu," sahut Mas Bayu yang membuat Tara meringis malu.

Tara mengambil undangan yang disodorkan padanya. Tertera nama Tia dan Ardi di bagian depan. "Selamat Tia. Diam-diam menghanyutkan nih, si mbaknya," goda Tara.

"Mohon doa restunya ya, semuanya." Tia tersenyum tulus.

"Perasaan waktu kita tugas ke luar kota bulan lalu lo masih jomblo deh, Ti. Tiba-tiba sekarang udah mau jadi istri orang." Monik memeluk Tia dengan haru.

Breadcrumbing [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang