.
.
.
.
Minho menoleh cepat sesaat permukaan buku jarinya disentuh, meraba canggung sebelum akhirnya telapak besar tersebut sepenuhnya berada di atas miliknya. Ia tarik iris mata ke kanan, bibirnya pun tak lepas dari pias senyuman di kala si pengemudi balas pandangan. Hyunjin menggodanya dengan alis yang naik, mungkin lelaki itu sadar bagaimana interaksi mereka munculkan semburat merah muda di pipi kekasihnya.
Minho jatuhkan punggungnya ke seat bangku yang ternyata empuk sekali, nyaman dengan balutan kulit yang sepertinya asli dan diproduksi dengan teknologi tinggi. Minho bisa hirup parfum mewah yang menguar dari botol kaca persegi lima yang tersangkut di dashboard- ia tidak tahu bagaimana mendeskripsikan aromanya, kopi? Tidak terlalu pekat namun wangi itu sangat pas untuk merileksasikan pikiran yang penat.
Satu fakta baru yang ia dapat, Hyunjin ternyata anak konglomerat. Ia tidak pernah berpikir apapun tentang latar belakang. Perihal Hyunjin, ia tidak tahu banyak, selain apa yang tampak. Umur hubungan mereka terbilang baru, dua bulan berlalu sejak resminya mereka sebagai sepasang kekasih, tak urung buat keduanya masih kaku untuk bertukar informasi lebih jauh.
Hyunjin itu pemuda baik, tampan- sangat tampan, jejak prestasinya bagus dan terlahir di keluarga yang luar biasa mapan. Rasa bersyukurnya datang akan fakta ia dipilih untuk disukai dari puluhan orang (atau lebih) yang menggilai, namun tak pungkiri was-was akan kemungkinan lain, bagaimana Hyunjin tidak serius dengan komitmen yang mereka tempuh kini?
Kalau Chan-
Hembusan napas berat Minho menarik perhatian Hyunjin yang tengah mengendara.
"Kenapa?"
Sedikit tersentak dengan suara yang menginterupsi, Minho membawa badannya tegap sembari gelengkan kepala pelan, memaksakan senyum untuk tunjukkan bahwa keadaannya tak perlu dipusingkan.
"Dingin?" Hyunjin bertanya lagi, namun atensinya sudah berpaling ke arah kaca film yang tampakkan arus jalan, walau sesekali ekor matanya melirik ke si pujaan. Ibu jarinya mengusap punggung tangan Minho, kemudian menggenggamnya erat. Ia tarik ke atas untuk ia tiup katupan mungil itu sebelum bubuhkan kecupan ringan di buku jari Minho yang mengepal. Gerakan tersebut kembali hantarkan panas di sekitar pipi, daun telinganya pun sudah sangat merah hingga Hyunjin yang tak sengaja melihat itu hampir meloloskan kikikan geli.
Genggaman mereka terlepas sesaat kala Hyunjin menggunakan tangan kirinya untuk menyalakan radio, kemudian beranjak lagi untuk mengapit milik Minho seperti sebelumnya.
You and I alone and
People may be watching, I don't mind
"Cause anywhere with you feels right
Anywhere with you feels like
Paris in the rain
Seoul in the rain with my Minho woo.."
Minho menyerngit dengan tatapan geli, kemudian tertawa keras melihat bagaimana Hyunjin menyelesaikan dubbingnya pada bait lagu yang terputar. Hyunjin terlihat mengerikan dengan aksi tiba-tiba dan dramatisnya yang menggoyangkan genggaman mereka ke udara, bahkan menaruhnya di depan dada dengan mata memicing layaknya seorang yang sedang menghayati sebuah ayat alkitab.
Ramalan cuaca tampaknya bersahabat dengan implikasinya di ruang nyata, setidaknya untuk mereka berdua yang lagaknya dimabuk asmara; saling tertawa dengan iringan lagu cinta, pula dibarengi hujan yang jadi pelengkap mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
PRANKSTER.
FanfictionMinho is just confused by his junior。 Top Hyunjin, Bottom Lee Know. Hyunknow' story written in Bahasa. (Pictures belongs to the rightful owner.) ㅡ cj.