13

35.7K 5.5K 1.7K
                                    

Typo mohon maaf!
(Putar audio : NCT U My Everything)

Dua hari ia menunggu, menunggu hal yang mungkin menjadi babak penentu hidupnya. Ia tidak menyesali keputusannya, tidak sedikitpun. Renjun tahu bagaimana orang-orang terdekatnya menentang.

Sudah dua hari lamanya sejak ia melakukan tes itu. Kini ia sedang menunggu bagaimana hasilnya. Dan selama itu pula Haechan tidak ada didekatnya lagi. Renjun merasa lebih kesepian dari biasanya. Jika beberapa hari yang lalu ada sahabatnya yang setia menemani, kini hanya dirinya sendiri. Berada didalam satu ruangan tanpa seorang yang menemani bagai dikurung dalam penjara pengap tanpa alas.

Hal yang selalu ia lakukan selama itu, hanya dengan setia memandang keluar jendela. Entah itu untuk melihat gedung yang berjejer, melihat matahari terbenam secara langsung, ataupun menyaksikan hujan yang sering turun secara tiba-tiba. Semua ia ilustrasikan sebagai hal indah yang Tuhan berikan untuk menemaninya. Rintik hujan yang mengenai kaca seperti lagu penghantar tidur ketika dimalam hari.

Siang ini cuaca terlihat mendung, sepertinya hujan akan datang sebentar lagi. Renjun hanya duduk dikursi yang menghadap tepat keluar. Netranya tidak pernah bosan menatap apa saja yang bisa ia jangkau. Sekedar untuk mengalihkan perasaan sepinya.

Boleh ia berharap?

Disaat seperti ini, Renjun berharap ada seseorang yang datang merangkulnya. Memberinya semangat, tidak apa jika tidak banyak. Setidaknya dengan itu, ia masih merasa ada orang yang peduli. Namun itu hanya harapan. Karena kenyataannya, tidak ada seorangpun yang datang padanya kecuali Chanyeol.

Seberapa besar Renjun memupuk harapan, ia hanya bisa memendamnya sendiri tanpa kata yang terlontar secara langsung. Kepastian yang ia tunggu hanyalah hasil keputusan dari pihak rumah sakit. Entah kisah hidupnya akan berakhir dengan pengorbanan atau dengan cara lain yang lebih membahagiakan. Kedua pilihan itu tidak masalah baginya.

"Renjun," bariton itu menginterupsi lamunannya yang kian menjauh.

"Ya?" Balasnya mengalihkan pada Chanyeol yang baru saja memasuki ruangannya.

"Apa kau benar-benar tidak akan mengubah keputusanmu?" Chanyeol bertanya merujuk pada keputusan Renjun yang sudah dikata bulat itu. Berharap pemuda Huang itu membatalkan sesuatu yang akan merugikan dirinya sendiri.

"Paman sudah mendengarnya kemarin, ku rasa aku tidak perlu lagi menjelaskannya," tutur Renjun. Ia menatap Chanyeol dengan tanpa raut dingin.

Sebelum menjawab, pria yang berprofesi sebagai dokter itu menghela nafas berat. "Semua tes yang sudah kau lakukan, menyatakan tingkat kecocokan yang tinggi. Itu artinya kau layak menjadi pendonor untuk Jaemin. Ayolah Renjun, pihak rumah sakit bisa mencari pendonor lain selain dirimu," tutur pria itu frustasi menghadapi sikap keras kepala anak dihadapannya. Menyodorkan sebuah map dengan beberapa lembar kertas didalamnya.

Renjun terdiam kaku ditempatnya, benarkah? Hell, ia menangis dalam hatinya. Tuhan seakan melapangkan jalannya untuk segera meninggalkan dunia. "Baguslah. Sudah sejauh ini, Paman. Aku tidak bisa mengubah keputusanku begitu saja, aku lapang menerimanya. Jika Paman berkenan, tolong beri aku dukungan." Jelas raut wajahnya memancarkan hal lain.

Hanya dengan mendengar kabar itu, dadanya dipenuhi sesak tak berujung. Itu adalah kabar baik dan buruk dalam satu waktu. "Kapan operasinya akan dilakukan? Bukankah lebih cepat lebih baik? Penyakitku juga terlalu menyiksa, ini sudah kedua kalinya aku melakukan cuci darah selama dirawat." Tukas Renjun kembali menatap Chanyeol yang hanya diam, duduk dihadapannya dengan pandangan kosong.

"Paman tidak perlu banyak berpikir tentang hal ini. Aku tahu Paman salah satu dokter yang akan ikut serta dalam operasi besar nanti." Renjun meraih tangan besar pria itu. "Cukup lakukan tugas Paman dengan baik, juga jangan lupa dukung aku. Disaat seperti ini, yang aku butuhkan adalah dukungan."

DIFFERENT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang