7

39.9K 6K 1.9K
                                    

Typo mohon maaf!

Mereka berhadapan dengan keadaan hening. Saling memandang tanpa ada yang berniat membuka suara. Renjun masih terduduk diranjangnya, tubuh lemasnya masih belum sanggup untuk sekedar berdiri. Jaemin duduk tepat disisi ranjang, seakan ingin berkata namun tertahan ditenggorokan.

Wajah pucat pemuda Na itu sedikit banyaknya membuat Renjun khawatir. Dengan gerakan yang terlalu tiba-tiba, Jaemin mendekap tubuhnya. Menangis diantara perpotongan lehernya. Pelukan itu mengerat seiring tangis yang kian pecah.

"Maaf, maaf, maaf," gumam Jaemin.

"Tenanglah, ceritakan padaku ada apa?" Renjun mengusap lembut punggung bergetar itu.

"Aku egois, Renjun. Aku jahat karena sudah mengambil Ayah darimu. Mengambil ibu juga Johnny hyung. Aku minta maaf," ucapan tersendat itu membuat Renjun seakan terhipnotis. Tubuhnya kaku saat mendengar kata demi kata.

Dengan kembali menenangkan saudaranya, Renjun berujar dengan lembut. "Kau tidak mengambilnya. Kau memang pantas mendapatkan semua itu, tapi mereka tidak bisa menyikapinya dengan adil. Disamping mereka mencurahkan kasih sayang lebih padamu, harusnya mereka juga bersikap adil padaku." Renjun memang akan mengatakan apa yang ada diotaknya selama ia merasa benar. Bersikap terus terang untuk setiap hal yang dihadapi. "Kau tidak salah. Lagi pula kau tidak menginginkan itu semua untuk menjauhkanku dari mereka bukan?" Tanyanya kemudian dan dibalas gelengan kukuh Jaemin.

"Aku merasa bersalah karena selama ini kau kehilangan kasih sayang karena penyakitku. Aku tidak mau begini, Renjun. Tapi aku tidak bisa menolaknya," tutur Jaemin melepas pelukannya. "Dan aku juga ingin meminta maaf soal Jaehyun, kemarin aku hanya terbawa emosi saat meminta kau memutus hubungan dengannya. Sekarang, aku tidak akan mempermasalahkan hal itu lagi. Kami sudah sepakat untuk berakhir. Aku harap kau bahagia, Renjun."

Renjun diam menanggapi penuturan Jaemin yang dirasa mengingatkannya pada kejadian beberapa jam lalu saat Jaehyun berada disampingnya saat ia membuka mata. Haruskah ia percaya? Ah, rasanya terlalu cepat. Tapi, bagaimana dengan Jeno?

"JENO!" pekiknya tiba-tiba membuat Jaemin tersentak kaget. "Dimana Jeno?! Aku hampir melupakannya," ucapnya lagi.

Ditatapnya raut wajah Jaemin dengan lekat, "apa kau tahu dimana Jeno? Kau pasti tahu, Na. Bisa beritahu aku?" Renjun menanyakan perihal itu kepada orang yang bahkan tidak mengetahui siapa oknum yang sedang dibicarakan.

"Siapa Jeno?" Tanya si pemuda Na bingung sambil mengusap sisa air kata dipipinya.

Renjun tersadar dari kebodohannya, lantas menggeleng pelan. "Maaf, sepertinya aku salah bicara," alibinya. "Wajahmu pucat sekali, apa kau dalam keadaan baik?" Tangan kecilnya bergerak menyentuh pipi Jaemin dengan lembut. Mengusapnya pelan hingga mata si pemuda Na kembali memanas atas perlakuan itu.

Renjun terlalu baik untuknya, disaat dia telah merenggut kebahagiaannya, pemuda itu tetap menatapnya dengan kasih sayang. Entah ia harus membalas itu dengan apa, rasanya tidak ada hal sebanding dengan kesendirian yang dialami saudaranya selama ini. "Aku baik, hanya sedikit tidak enak badan. Tapi itu bukan masalah," jawab Jaemin dengan senyum tipis dibibirnya. "Apa kau sudah makan?"

"Sudah, Haechan tadi ke sini dan membantu aku makan."

"Ah, sepertinya aku keduluan. Nanti siang, aku akan datang lagi ke sini tepat waktu, jadi tunggu aku." Jaemin merapikan kembali bajunya yang nampak sedikit kusut.

"Akan aku tunggu," balas Renjun.

Saat Jaemin pamit hendak keluar, Renjun menahan lengannya. "Jaga diri baik-baik. Aku tidak suka melihatmu menangis apalagi aku sebagai alasannya. Soal Jaehyun dan hubungan kami, kita bicarakan setelah keadaanku lebih baik dari sekarang." Kata yang ia kutip dari percakapan yang ia ingat milik Jeno.

DIFFERENT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang