12

40.1K 5.9K 1.5K
                                    

Typo mohon maaf!

Duduk sendirian ditaman rumah sakit membuatnya benar-benar dilanda sepi. Menunggu seseorang dibawah pohon dengan pakaian yang sama. Setelah rumah sakit, sebab ia masih belum diperbolehkan meninggalkan tempat itu. Renjun mengedarkan pandangannya menyapu seluruh taman. Banyak orang yang bercengkrama hangat, tawa dan senyum terumbar lepas disana.

Perasaan yang tak asing menelusup ke dalam hatinya. Ingin rasanya ia menikmati masa-masa seperti ini bersama orang yang mungkin berharga dalam hidupnya. Setidaknya untuk yang terakhir, sebelum dirinya kembali harus menghadapi kenyataan pahit.

Ya, keputusannya sudah bulat.

"Renjun," ujar seseorang disertai tepukan dibahunya.

Renjun tersadar dari lamunan, melihat siapa saja yang baru datang. Tiga orang lelaki duduk disampingnya. Pemuda Huang itu tersenyum tipis, entah, ia merasa dadanya dipenuhi sesak. Johnny yang sebelumnya tidak pernah menatapnya lembut, kini berganti. Duduk disamping kanannya dengan melempar tatapan hangat yang menenangkan. Kenapa harus disaat seperti ini?

"Maaf," ujar Johnny seraya menggenggam jemari yang lebih kecil darinya. Mengusapnya pelan. Tidak ada jawaban dari pemuda yang memandang lurus ke depan.

"Aku rasa kalian perlu waktu berdua," ucap Haechan menarik Ten untuk menjauh.

Beberapa saat mereka tenggelam dalam pemikiran masing-masing. Hingga Johnny yang memulai percakapan. "Maaf, Renjun," ujarnya lagi. "Aku tahu salahku terlalu banyak, aku tahu aku terlalu sering memberi kesakitan padamu."

Renjun masih bergeming ditempatnya. Ia bukanlah seseorang yang hebat dalam menyimpan rasa sakit. Pribadinya adalah seseorang yang akan gamblang mengungkapkan apa yang dirasanya. Namun kini, entah kalimat apa yang harus ia utarakan untuk menjawab pernyataan Johnny. Bibirnya seakan kelu, hatinya tengah menikmati hujaman kesakitan.

"Renjun, aku sungguh minta maaf. Setelah ini, aku berjanji tidak akan membuatmu sakit lagi. Maaf untuk semua perilakuku, maaf untuk perkataan yang mungkin terlalu menusuk untukmu. Hal apa yang harus aku lakukan agar kau mau bicara padaku?" Ucap si lelaki jangkung itu. Mengusap pelipis adiknya, menyentuh luka yang bahkan masih belum kering sepenuhnya. "Aku bahkan tidak tahu keadaanmu separah ini, apa yang terjadi sebelumnya?"

"Apa yang terjadi padaku sebelumnya, itu tidak akan penting untukmu. Dan, aku memaafkanmu. Berdirilah, Hyung," tutur Renjun meraih bahu tegap itu agar bangun dari kegiatan bersimpuhnya. "Duduklah lagi disampingku," lanjutnya.

Menurut apa yang dikatakan adiknya, Johnny duduk disamping si pemuda mungil. Menyaksikan matahari pagi yang baru menyembul itu dengan pandangan tak terartikan. Renjun membalas genggaman pada tangannya, seolah mengatakan bahwa dirinya tidak akan sekejam itu dengan menolak permintaan maaf seseorang.

Pemuda Huang itu menumpukan kealanya dibahu gagah sang kakak. Tidak peduli jika mereka saudara tak seibu. Renjun hanya ingin menikmati masa itu masa yang akan menjadi kenangan untuk kehidupan selanjutnya. Ia sudah memutuskan sesuatu, yang mungkin akan membuatnya rugi.

"Kau tahu apa yang aku takutkan saat berhadapan denganmu?" Tanya Renjun pelan. Gelengan ia dapat dari Johnny yang sedang diam mendengarkan. "Tatapanmu, aku takut saat kau menatapku dengan tatapan bengis milikmu. Seolah aku adalah hal yang paling kau benci di dunia ini."

Helaan nafas berat dari Renjun menjelaskan semua yang Johnny tidak mengerti. Hatinya mencelos mendengar penuturan adiknya. Ketidakadilan yang ia lakukan kepada kedua adiknya membuat salah satu dari mereka mengalami kehancuran tanpa seorangpun yang tahu. Ia tahu, Renjun mengalami tekanan dari berbagai pihak.

DIFFERENT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang