6

38.9K 6.2K 1.8K
                                    

Typo mohon maaf!"

"Renjun, dengarkan aku," suara itu mengalun rendah dengan tangan menggenggam erat tangan yang lebih kecil.

"Apa?" Renjun bergetar ketakutan.

"Jika sesuatu terjadi, ingatlah aku selalu. Tapi jangan pernah membayangkan aku berada disisimu," terdengar tegas namun syarat akan kesedihan. Netra yang saling beradu, memandang sendu dengan perasaan gundah.

Keadaan hujan membuat jalanan lebih licin dari biasanya. Tikungan itu menjadi tikungan terakhir sebelum bus yang ditumpangi keduanya tergelincir dijalanan. Dentuman keras terdengar memekakkan telinga.

"Jeno," lirih Renjun dengan badan yang mati rasa.

Yang dipanggil memandang dengan sendu. "Aku melindungimu karena aku menyayangimu," gumam Jeno dengan kesadaran menipis. Keduanya sama-sama basah, entah itu karena air hujan atau darah keduanya yang sudah tercampur.

Posisinya kini terbalik, jika awal Renjun yang berada disisi jendela bus, kini Jeno menopang tubuhnya. Serpihan kaca menembus punggung pemuda Lee itu. Renjun mendapat beberapa luka, namun tidak separah orang didepannya. "Kita akan bersama kan?" Tanyanya sendu. Renjun memeluk erat tubuh itu, tidak peduli saat tangannya perih tertancap kaca bus yang pecah.

"Huang Renjun, ingatlah perkataan terakhirku. Aku mencintaimu."

"Lee Jeno!"

"YAK LEE JENO?!"

Tidak ada pergerakan selain air mata yang merembes melewati pelipis. Tubuh terbujur kaku dengan alat medis menempel sebagai penopang hidupnya. Kamar yang semula nampak lenggang kini disulap menjadi kamar rawat untuk sang pemilik.

"Mau sampai kapan, Renjun?" Siwon menggenggam tangan dingin itu dengan tangan besarnya. "Ini sudah lebih satu minggu, apa kau masih betah menutup mata?"

"Paman, Tante Yoona memanggilmu dibawah," ucap Jaehyun yang baru saja datang menepuk pelan pundak yang sedikit bergetar itu.

Siwon bangkit dari duduknya. Mengangguk sebelum berpamitan.

"Bolehkah aku disini?" Tanya lelaki jangkung itu.

"Ya, jagalah dia," balas Siwon.

Jaehyun mengambil alih tempat yang baru saja diduduki Siwon. Menatap Renjun dengan tanpa binar, seperti biasa. Namun kini berbeda keadaan, nuraninya menolak untuk sekedar memalingkan pandangannya. Paras itu terlihat sangat pucat. Mata yang biasa membalas tatapan datarnya kini terkatup rapat, seakan enggan untuk terbuka.

Tangan besarnya terayun mengusap air mata pada sisi wajah mungil Renjun. Apa yang terjadi hingga pemuda itu menangis dalam tidur panjangnya? Berharap itu bukan hal buruk.

Bibir mungil itu terlihat sedikit terbuka dari luar masker oksigen yang membungkusnya. Sedikit tidak tega saat merasakan dingin pada permukaan kulit itu. Tidak ada yang tahu perihal Renjun yang akan kembali atau tidak. Ia hanya berharap Tuhan memberikan sedikit waktu untuknya melihat kembali senyum dari seseorang didepannya. Walaupun selama mereka terikat hubungan itu, Jaehyun tidak pernah lagi melihat binar bahagia dari Renjun.

.
.
.
.

"Kenapa kau membawaku ke sini?"

"Agar kau merasa tenang, bukankah ini lebih baik?" Tanya si sosok pemilik eye smile itu.

"Ya, tapi kenapa harus hutan? Disini memang tenang, tapi begitu dingin karena pepohonan lebat. Apa kau sering kemari?" Renjun menghalangi netranya dari terpaan silau mentari yang muncul dari celah dedaunan. Ranting pohon yang rindang membuat suasana terkesan lebih dingin.

DIFFERENT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang