2

46.7K 6.7K 2.2K
                                    

"Ayah, kenapa margaku berbeda?"

"Apa Injun tidak suka dengan marga itu."

"Injun suka, tapi Injun ingin mempunyai marga yang sama dengan Ayah, Nana, dan Johnny hyung."

Na Siwon tersenyum membalas ucapan putra kecilnya. "Cha, sudah malam. Injun harus tidur."

Renjun tersenyum kecut mengingat kilas balik kejadian terdahulu saat usianya menginjak tujuh tahun. Saat itu, ditengah cahaya remang kamarnya, Siwon menemaninya hingga ia terlelap. Membacakan dongeng juga bernyanyi lagi anak-anak. Itu dulu. Ya, karena sekarang Renjun sadar, ia sudah tidak pantas mendapatkan itu.

"Ayah, apakah Injun anak Ayah?"

"Tentu. Kenapa menanyakan itu?"

"Teman-teman bilang, Injun anak pungut. Anak pungut itu apa, Ayah?"

"Besok, jangan mendengarkan kata temanmu lagi." Siwon mendekap tubuh putra kecilnya yang saat itu tengah terbaring dengan kain kompresan pada jidatnya. "Injun anak Ayah, anak kandung Ayah."

Sekali lagi, Renjun merasakan sesak yang teramat. Rasa rindu terasa menumpuk dan terbengkalai. Dibiarkan tumbuh hingga waktu menggerusnya, tidak ada yang berubah. Renjun rindu Ayahnya yang dulu. Saat dimana Siwon yang selalu meluangkan waktu untuknya barang dua menit saja.

"Selamat ulang tahun, Ayah. Injun sayang Ayah!"

Siwon kembali tersenyum ditengah temaram lampu tidur dikamar anaknya. "Terimakasih, sayang. Ayah juga menyayangimu."

Kini usianya telah beranjak dewasa. Tidak ada lagi Renjun yang menyebut dirinya 'Injun'. Itu hanyalah panggilan kecil yang diberikan Siwon untuknya. Bahkan mungkin sekarang pria itu sudah tidak pernah menyebutkannya lagi. Tidak apa, itu bukan masalah untuk Renjun.

Kepahitan yang ia alami hampir sebelas tahun lamanya. Kini menjadi teman akrab untuknya. Heningnya malam selalu di isi dengan kenangan yang terputar bak kaset rusak di kepalanya. Lukisan abstrak selalu ia buat. Berimajinasi saat Siwon masih memperhatikannya, memeluknya dengan hangat dan mengusap air matanya saat ia menangis. Semua itu sudah Renjun tuangkan dalam berbagai karya lukisnya. Disimpan apik didalam lemari tanpa seorangpun mengetahuinya.

Malam ini setelah bertemu Jaehyun tadi, Renjun kembali menghabiskan waktu berkutat dengan alat lukis miliknya. Mencoret kanvas dengan cat hitam tanpa warna lain. Hatinya sedang dilanda kelabu, maka tidak akan ada warna lain yang ia pilih selain hitam.

Sebagian lukisan yang ia ciptakan secara cuma-cuma dilelang untuk kemudian hasilnya diberikan kepada yayasan atau panti asuhan.

"Ayah, Injun ngantuk. Ingin tidur dengan Ayah," rengek si kecil memeluk erat lengan kekar ayahnya dengan sebelah tangan. Sebelah lainnya mengucek mata yang sedikit memerah menahan kantuk.

"Ayo tidur, untuk malam ini Ayah tidur dengan Injun." Siwon merebahkan tubuhnya disamping sang putra. "Injun ingin dinyanyikan lagu apa malam ini?"

"Tidak. Injun hanya ingin Ayah berjanji untuk selalu ada untukku," balas si kecil.

"Ah, iya. Ayah janji."

"Pembohong!" Renjun menyelesaikan lukisannya lantas membuang kuasnya sembarang arah. Ia menatap lukisan itu dengan pedih. Gambar dimana seorang Ayah tengah menatap sang anak yang tengah tertidur.

"Nyatanya hingga umurku 18 tahun Ayah tidak pernah lagi ada untukku."

"PEMBOHONG!" Teriaknya melempar wadah catnya hingga berhamburan dilantai. Ia bergegas membawa lukisan itu keluar kamar. Lalu melemparkannya ke lantai, menimbulkan bunyi nyaring. Dalam lukisan itu dibubuhi tulisan 'Ayah Pembohong'.

DIFFERENT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang