5

39.3K 6.6K 3.8K
                                    

Typo mohon maaf!

Tubuh itu berjalan dibawah dinginnya hujan gerimis. Matanya memandang lurus ke depan. Kedua telinganya tersumpal sepasang headset yang terhubung langsung pada ponsel pintar miliknya. Tudung hoodie yang dikenakan olehnya menutupi kepala dari rintik air. Jangan lupakan kedua tangan yang berada didalam saku hoodie. Sejauh mata memandang, tidak ada yang aneh. Bibir mungil itu terkatup rapat.

Renjun berjalan lurus tanpa henti. Seragam sekolah masih melekat ditubuhnya. Sedikit menggeram saat suara musik terganti oleh nada dering penanda panggilan masuk.

"Pulang cepat. Jangan keluyuran tidak jelas. Ini sudah hampir malam," ucap seseorang diseberang sana dengan nada memerintah membuat pemuda Huang itu memutar bola matanya malas.

"Ya, ya. Nanti aku pulang, setelah menuntaskan keinginanku," jawabnya masih terus berjalan.

"Kau bersama Jaemin?" Siwon bertanya dengan nada khawatir.

"Tidak."

Setelahnya ia kembali memutuskan panggilan itu. Terlalu sering ayahnya menanyakan hal yang bahkan tidak pernah ingin ia dengar.

Ayunan langkahnya terhenti sejenak dengan tangan mengepal erat. Sesak di dadanya kian bertambah dengan kalimat yang selalu terngiang di kepalanya.

"Anak haram!"

Matanya terpejam erat. Seseorang mengatakan itu beberapa waktu lalu. Bahkan Renjun tidak mengerti apa maksud dari perkataan itu. Anak haram? Setahunya setiap anak dilahirkan dalam keadaan suci. Pemahaman tentang anak yang disebut hanyalah untuk orang-orang yang tidak mengerti tentang paham hidup.

Sebenarnya tidak ada yang akan dilakukannya sekarang. Jarak tempuh dari sekolah menuju rumahnya cukup jauh. Sedangkan ia hanya mengandalkan kedua kakinya untuk pulang. Di musim hujan seperti ini, terlalu segan untuknya menaiki bus. Sebut saja ia trauma. Jika bukan musim hujan mungkin ia akan dengan leluasa berdesakan dengan orang lain didalam kendaraan umum itu.

"Aku melindungimu karena aku menyayangimu."

Netra itu kembali terpejam erat. Langkahnya kian dipercepat. Kenangan menyesakkan itu menyeruak begitu saja. Sangat menyakitkan hingga tubuhnya seakan mati rasa.

"Huang Renjun, ingatlah perkataan terakhirku. Aku mencintaimu."

Cairan bening itu menyeruak dari balik kelopak matanya. Menciptakan lelehan kecil pada pipinya. Tangan kecilnya mengusap kasar air matanya sendiri. Renjun lemah jika harus di ingatkan dengan masa itu. Masa dimana ia kehilangan sosok berharga dalam hidupnya.

Hingga sampai di sungai Han, Renjun duduk pada undakan tangga. Tangannya menangkup wajah yang sudah basah. Menangis keras disana. Tidak peduli jika orang lain akan memandangnya aneh. Toh persepsi orang berbeda. Tidak ada yang tahu bagaimana keadaannya.

"Kenapa... kenapa pergi?" Lirihnya tersendat.

Wajah itu selalu membuatnya rindu. Rindu untuk setiap momen yang sudah terlewat jauh.

"Aku rindu," lagi ia menangis begitu pedih.

Semesta seakan mendukung kesedihannya. Hujan yang awalnya hanya rintikan kecil, kini berubah deras hingga mampu menyamarkan suara tangisnya.

"Terus ingatlah aku, Renjun."

Renjun memukul kepalanya sendiri. Suara terakhir sebelum ia ditinggalkan menancap tepat dipikirannya. Hingga sekarang Renjun bahkan tidak mampu untuk menghilangkan bayangan itu.

"Sedang apa kau disini?" Hujan yang menampar ganas tubuhnya kini tidak lagi terasa saat seseorang datang dengan payung ditangannya. Renjun mengerjap sebentar sebelum bangkit dan menerjang tubuh tegap itu dengan pelukan erat.

DIFFERENT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang