Na Jaemin, mereka bilang kita kembar. Tapi mengapa berbeda?
Kau yang selalu diperhatikan serta aku yang selalu diacuhkan?
Na, Ayah bilang usia kita hanya terpaut sepuluh menit saja, tapi mengapa kasih sayang untukmu dan untukku terpaut begitu jauh? Aku tertinggal dibelakangmu, menjadi bayangan semu yang tidak akan pernah sejajar.
Tidak, jangan katakan aku iri padamu. Walaupun kenyataannya memang begitu.
Hehe bercanda, Na.
Lekas sembuh, ya. Maaf karena tidak menjagamu dengan baik. Aku menyayangimu.
-Huang Renjun.
Renjun menutup buku catatan dengan sampul hitam itu. Lalu memasukannya ke dalam laci meja belajar. Sejenak pikirannya kembali melanglang pada kejadian beberapa jam lalu.
Pemuda itu sedikit menggelengkan kepala. Lalu beranjak keluar kamar, memperhatikan kamar diseberang sana yang pintunya sedikit terbuka dengan gelak tawa terdengar bersahutan. Perasaannya sedikit lega mendengar itu. Kembali mengayunkan langkah menuju pintu putih bertuliskan Na Jaemin.
Terlihat banyak orang yang berada didalamnya. Seorang pemuda berkulit pucat duduk di ranjang dengan tangan tertancap infus. Wajah pucatnya membuatku meringis. Renjun hanya diam di ambang pintu, memperhatikan kedua orang tua, kakak, serta kakek dan neneknya.
Senyumnya terangkat saat Jaemin melirik ke arahnya. Melalui isyarat ia menanyakan keadaannya dan dibalas senyum manis olehnya. Semua yang ada disana ikut melirik ke arah pemuda mungil itu, mengamati dalam diam. Ingin pergi, namun rasanya tidak sopan.
"Maaf, jika aku mengganggu," ucapnya seraya membungkuk sopan.
Sepasang mata tajam memperhatikan dari sudut ruangan, Renjun sadar betul siapa itu.
"Renjun, kemari, nak." Nenek melambaikan tangan. Langsung Renjun turuti perkataannya dengan berjalan ke arahnya.
"Apa kau baik-baik saja?" Tanya wanita paruh baya itu hanya dibalas dengan anggukan. Sebenarnya tidak, kejadian tadi membuat telapak tangan Renjun terluka. Tergores oleh sebuah belati yang dibawa orang-orang itu. Cukup panjang dan menyakitkan, tapi ia masih bisa menahannya. Renjun mengepalkan tangan guna menutupi perban yang membalut disana.
"Tentu saja dia baik, Nek. Yang jatuh dari tangga itu Jaemin, bukan Renjun." Entah, perkataan itu terlalu menyakitkan untuk didengar. Sikap kakak pertamanya yang memang terlampau tajam dan dingin padanya. Renjun hanya mampu menunduk.
"Renjun, kau melalaikan lagi tugas yang Ayah berikan. Jika kami terlambat datang sedikit saja, apa yang akan terjadi pada adikmu?" Siwon mengeluarkan suaranya dengan nada rendah. Memandang anaknya dengan tatapan rumit.
"Kami hanya meninggalkan kalian sebentar, itupun untuk merayakan ulang tahun kalian." Wanita yang berstatus sebagai ibunya juga mengeluarkan suara dengan syarat akan kecewa.
Keadaan kembali hening. Renjun masih berpijak ditempatnya. Memandang semua orang yang kembali mengalihkan tatapan mereka. Hatinya kembali terluka. Apa salahnya?
"Kau kakak, seharusnya bisa melindungi adikmu," ujar Yoona lagi selaku ibu yang mengkhawatirkan anaknya.
Jaemin menggenggam tangan wanita itu. Seolah berujar untuk berhenti menghakimi Renjun. "Ibu, ini bukan salah Renjun. Itu kecelakaan." Jaemin membantah semua ucapan yang terlontar dari kedua orang tuanya.
Renjun masih berdiam diri tanpa bergerak dari tempatnya. Ia tidak berharap ada yang memihaknya. Karena itu tidak mungkin.
"Maksud ibu mempersiapkan kejutan untuk Jaemin? Sejak kapan kalian dengan suka rela merayakan ulang tahunku?" Setelah beberapa saat Renjun mengeluarkan isi kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIFFERENT
Fanfiction[TERBIT] Kisah Huang Renjun, seorang kembar dari keluarga kaya. Sedikit kisah asmara, dibumbui konflik keluarga. BxB || GAY || MPreg ©Jeojae 2020 Start : 5 Desember 2020 Finish : 27 Desember 2020 Pict : Pinterest