09 : Player

1.2K 292 109
                                    

Dewi tetaplah Dewi, mau dia tidur di rumah sendiri atau pun di rumah orang, sleep walkernya bakalan kumat. Apalagi kalau dia kecapekan. Bisa sampai salto di kasur tuh. Deas menatap Dewi sambil senyum geli. Cewek itu sekarang lagi memeluknya. Menggusalkan hidung di dada bidangnya yang untungnya terhalang piyama biru.

Jarum jam berputar sebagaimana seharusnya. Dini hari. Deas ngerasa lapar, dia harus ngisi perutnya secepat mungkin. Tapi pelukan Dewi sangat erat.

Sampai Deas susah misahin dirinya dari ekhem istrinya.

Demi Tuhan, Deas nggak nyangka kalau dia bisa jadi suami Dewi. Perempuan yang disukainya sejak pertama masuk SMA.

Deas masih ingat, waktu itu dia daftar ke SMA 2 Angkasa sama Ibunya. Dengan modal NEM yang pas-pasan, dia diterima di sekolah favorit itu.

Sebenarnya Deas nggak niat lanjut SMA. Dia maunya masuk SMK aja. Tapi Ibu nggak setuju. Dari pada dikutuk jadi batu, mending nurut ibu aja.

Siang itu dia duduk di kursi putih depan kelas yang ditempelin 'pendaftaran jalur reguler' alias buat anak-anak yang kurang berprestasi. Di tempat pendaftarannya berdesakan banget. Banyak yang ngantre.

Sementara di kelas sebelahnya, cuma ada beberapa siswa-siswi yang seragam SMPnya rapi banget. Ada yang pake kaca mata tebel---kayaknya tuh anak kutu buku. Terus ada yang murah senyum, wajahnya tuh cerah banget dan dari tadi liatin terus cewek yang lagi motret awan. Cewek cantik yang pakai bando ungu muda.

Sumpah, Deas kicep liatnya. Baru kali ini dia liat cewek secantik---seimut itu. Dan jangan lupakan senyumannya yang bisa bikin Deas tepar kapan aja.

Ada hikmahnya juga masuk sekolah favorit ya. Langsung ketemu cewek cantik.

"Tuh kalo kamu berprestasi mah dek, masuknya jalur sana. Gak perlu ngantre gini." Ibu berbisik kepadanya.

Deas nggak ngehirauin omongan Ibu. Dia masih senyum lebar sambil merhatiin cewek tadi. Seolah gak ada hal yang lebih menarik dari si cewek itu. Dia seolah kehipnotis begitu aja sama pesonanya.

"Bu, liat deh."

"Apa dek?"

"Cewek yang pake bando ungu."

"Cantik bangeeet. Kok, agak mirip ya sama kamu, dek."

Deas malah blushing pas dia mau ngajak kenalan cewek itu. Ternyata namanya keburu dipanggil sama panitia pendaftaran.

Dan waktu pun berlalu, akhirnya dia tau nama si cewek bando ungu. Ternyata Dewi. Dan sialnya udah pacaran sama Jian pas kelar ospek. Dia kalah cepat.

Sekarang Dewi udah jadi istrinya. Tapi kalau boleh jujur, Deas kadang suka khawatir, gimana kalau Dewi diem-diem masih hubungan sama Jian.

Pelukan Dewi udah lumayan longgar, nggak seerat tadi. Jadi Deas bisa beranjak. Sebelum beranjak dari kasur sepenuhnya, Deas terdiam mandang wajah Dewi yang begitu tenang. Nggak sadar dia narik sudut bibirnya, tersenyum.

Semua ini masih terasa mimpi bagi Deas. Karena Dewi susah banget digapai. Tapi karena suatu alasan, akhirnya dia bisa hidup bareng Dewi.

Deas kemudian joget-joget ria sambil jalan ke arah dapur. Dia mau masak mi instan. Terus minum boba. Dini hari dong. Tapi apa daya, perutnya keroncongan, tenggorokannya pengen diisi yang manis.

***

Dewi kebangun karena sinar matahari yang lembut menyambut pandangannya pas dia pertama kali buka kelopak mata dari tidurnya. Dia ngerasa kalau tidurnya nyenyak banget. Dia natap ke sekitar. Ruangan yang asing. Interiornya pun asing. Ah iya, dia kan sekarang tingal di rumah Deas.

That Night Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang