Kemarin Arin sudah bercerita panjang lebar pada Alvin tentang kisah cintanya pada Raffa. Mulai dari kedekatannya selama setahun sampai di titik Arin ditolak mentah-mentah oleh cowok itu. Tentu saja Alvin sangat marah, dia sampai mau mengunjungi Raffa untuk memberi dia pelajaran, tapi untungnya Alvin berhasil dibujuk. Tapi setelah Arin curhat panjang lebar dia langsung ambruk, badannya panas. Dia mengalami demam setelah menangis seharian, melihat itu Alvin sangat panik dan langsung membawa Arin ke dokter. Alhasil Arin terpaksa tidak masuk sekolah. Karena tidak mau merepotkan orang tuanya, Arin memilih dirawat di rumah.
"Nih makan buburnya, gue yang buatin." Alvin menyodorkan semangkuk bubur buatannya yang masih sedikit panas. "Atau mau gue suapin?" Saran Alvin sambil terkekeh. Cowok itu masih berseragam lengkap karena sepulang sekolah Alvin langsung datang ke rumah Arin untuk menjaga sahabatnya itu karena ayah dan ibunya sedang sangat sibuk-sibuknya. Mereka akan datang saat malam nanti, jadi Alvin diberi tugas untuk menjaga Arin sampai orang tua Arin datang.
"Gue bukan anak kecil lagi, maaf ya dari kemarin gue ngerepotin lo terus." Arin sangat merasa tak enak, karena sahabatnya itu harus kesana kemari membantu Arin.
"Gapapa, gue juga ikhlas kok. Lagian bukannya minta maaf, lo tau kan apa yang sebaiknya lo ucapin ke gue?"
"Hehe lupa, makasih Alvinooo." Arin tersenyum senang meski raut mukanya sangat pucat. Dia menyantap bubur buatan Alvin penuh semangat.
"Enak banget buburnya, biasanya kalo gue lagi sakit gue gamau makan bubur soalnya rasanya hambar banget. Tapi ini beda, rasanya bikin nagih." Arin terlihat lebih baik dari sebelumnya, gadis itu terlihat bahagia. Entah karena dia sudah meluapkan semuanya kemarin sehingga beberapa beban yang mengganggu fikirannya sudah hilang.
"Gue punya resep rahasia dong." Ucap Alvin bangga. "Nah gitu, lo harus banyakin senyum. Ntar wajah cantik lo ilang." Alvin mengusap rambut Arin dengan penuh perhatian, dia ingin sahabatnya ini terus tersenyum meski tanpa dirinya.
"Lwain kwali bhwagi-bhwagi dong rwlsepwnya." Pinta Arin dengan mulut penuh makanan. "Yaah buburnya udah mau abis." Arin melihat Alvin denga puppy eyesnya sambil menyodorkan mangkok ditangannya. Alvin yang cukup peka mengambil mangkuk itu lalu kembali ke dapur.
Sudah tiga kali Alvin bolak balik dari kamar Arin ke dapur. Dia tidak menyangka gadis ini akan sangat menyukai bubur buatannya.
"Lo rakus apa demen sih, lama-lama gue nyesel buatin lo bubur. Ini yang terakhir ya, untung gue bikinnya banyak." Alvin kembali ke dapur, untungnya masih ada sisa sedikit lagi, kalau tidak bisa bahaya.
"Hehehee, maafin yaaa." Arin nyengir tanpa dosa.
"Lo ga cape? Tadi disekolah gimana?" Tanya Arin penasaran karena Alvin sepertinya membolos.
"Mapel pa Eko ngebosenin, jadi gue kesini aja." Jawab Alvin santai
Kini tersisa suapan terakhir buburnya, Arin langsung meneguk air minum sebanyak-banyaknya. Sekarang perutnya terasa penuh.
"Padahal lo murid baru, harusnya taat sama peraturan sekolah bukannya membangkang. Besok-besok jangan gitu lagi yaa." Arin menasihati Alvin.
"Iya iyaaa." Jawab Alvin malas. "Sekarang lo minum obat dulu." Alvin sibuk mencari obat yang akan diminum Arin.
"Hooaamm, gue ngantuk. Nanti aja ya makan obatnya." Arin beralasan.
"Lo mau sakit terus?" Tanya Alvin tajam. Dia akan sangat serius perihal kesehatan sahabatnya itu.
Fakta ketiga, Arin tidak suka obat. Alasannya karena tidak bisa meminum obat tablet karena tidak bisa menelannya dan juga karena dia tidak suka obat tablet karena rasanya pahit semua. Alhasil setiap minum obat Arin selalu membubukkan obatnya dulu baru dia bisa minum obat. Fakta ini tidak bisa Alvin lupakan, dengan telaten dia membubukkan obat yang akan diminum Arin.
"Nih udah gue bubukin, harus diminum!" Saat ini Arin tidak bisa menolak permintaan Alvin, lebih tepatnya karena dia sangat takut pada teman kecilnya ini.
Dengan terpaksa Arin meminum beberapa obat itu, meskipun harus menahan rasa pahit dari obat itu. Alvin sangat bangga karena Arin sangat tidak membantahnya. Setelah itu Arin terlihat sangat mengantuk, Arin selalu seperti ini, setiap sudah memakan obat dia akan langsung tertidur. Alvin yang mengetahui itu dengan sigap membenahkan posisi Arin lalu menyelimuti sahabatnya itu.
"Lo besok mau sekolah?" Tanya Alvin memastikan.
"Ga, gue males. Besoknya aja."
"Kalo besok lo masih sakit, katanya Juan sama yang lain mau jenguk lo. Yakin gamau sekolah?"
"Gimana nanti aja." Arin mulai memejamkan matanya, sepertinya obatnya sudah bekerja.
"Semoga tenang di alam sana Rin." Ucap Alvin sambil mengelus rambut Arin lagi.
"Kok vibesnya kayak orang yang udah meninggal ga sih." Arin yang sudah menikmati tidurnya kembali membuka mata, sebal dengan kata-kata yang baru saja dilontarkan Alvin.
"Hahaha, canda Rin. Selamat beristirahat, jangan fikirin hal-hal yang lain, oke?"
"Sipp." Arin langsung menutupkan kembali matanya, tak lama kemudian dia langsung tertidur pulas.
Alvin tersenyum melihat Arin yang terlihat tenang dalam tidurnya. Lalu dia menutup gorden kamar gadis itu karena hari sudah mulai larut. Alvin pindah ke ruang tamu, menghabiskan waktunya sembari menunggu orang tua Arin pulang.
Saat malam tiba Aneu datang dan langsung menyuruh Alvin pulang, tidak lupa wanita yang umurnya yang sudah menginjak kepala empat itu berterima kasih pada Alvin karena dari kemarin cowok itu sudah banyak membantu merawat Arin sampai tidak pulang ke rumah.
"Makasih ya nak Alvin, maaf tante ngerepotin kamu. Harusnya tante yang ngejagain Arin." Aneu merasa bersalah karena di saat-saat seperti ini dirinya malah tidak ada di sisi anaknya.
"Gapapa tante, Alvin juga seneng bisa ngerawat Arin. Karena selama ini Alvin selalu gaada buat Arin, jadi sekarang mumpung Alvin masih disini harus banyak luangin waktu buat Arin." Alvin terlihat sedih mengingat dirinya yang tak bisa melakukan apa-apa. "Om Farel belum pulang tan?" Tanya Alvin karena tidak melihat sosok Ayah Arin.
"Katanya harus lembur, padahal anaknya lagi sakit tapi malah lembur." Aneu sedikit kesal. "kamu pulang ya lalu istirahat yang banyak. Kalo udah istirahat kamu boleh kesini lagi nengokin Arin." Aneu tersenyum simpul melihat tingkah anak temannya itu.
"Iya tante, Alvin pulang dulu ya. Assalamualaikum." Alvin berpamitan lalu pulang dengan sopir yang sudah menjemputnya.
"Waalaikumsalam." Jawab Aneu sambil mengantar kepergian Alvin dan memastikan anak itu pulang dengan selamat.
Aneu kembali ke kamar Arin. Melihat anak gadis semata wayangnya yang sedang tertidur pulas. Tak lama kemudian tangis yang dari tadi dia tahan langsung pecah, dia berusaha menahan isakannya takut karena takut ada yang mendengar.
***
Ada apa ya?
See you next bab!
KAMU SEDANG MEMBACA
Juan Arsena
Teen FictionKita hanya orang-orang egois yang terobsesi pada sesuatu yang belum tentu bisa kita miliki." -Juan Arsena- •• 01-05-2020 #ideiniguedapetingituajapasguedidalemkamarmandihwhw