***
teman kelas Arin mulai curiga bahwa sedang terjadi sesuatu antara Arin dan Raffa. Karena biasanya mereka akan pergi kemanapun bersama-sama, ngobrol, atau mengerjakan pr. Beberapa hari ini sikap mereka berubahl, mulai dari kejadian di kantin, Arin yang terlihat asyik kejar-kejaran bersama Juan saat istirahat, dan di kelas Arin dan Raffa saling mengunci mulut untuk tidak saling bertanya.
Hawa dingin mereka memberikan efek bagi kelasnya, warga kelas jadi tidak terlalu banyak tingkah karena salah sedikit saja Raffa langsung marah-marah, seolah dia sedang meluapkan emosinya..
"Kenapa lo cemberut mulu sih Fa?" Tanya Otong yang memang suka mencairkan suasana.
"Apa urusannya sama lo?!" Ketus Raffa.
"Kalo ada masalah cerita aja, gausah dipendem." Saran Otong.
"Bener tuh." Fiko yang daritadi asik main game ikutan nimbrung.
"Tau ah!" Raffa beediri dan langsung keluar kelas.
Arin yang melihat Raffa keluar dengan wajah bad mood sedikit merasa bersalah. Pertemanan dirinya dan Raffa sudah hancur. Namun sedetik kemudian Arin bangkit dan menyusul Raffa.
"Fa tunggu!" Ucap Arin sedikit berteriak.
Raffa tidak mengenyahkan ucapan Arin malah mempercepat langkahnya. Langkah lebar Raffa membuat Arin sedikit kewalahan menyusul Raffa.
Mereka tiba di rooftop sekolah. Nafas Arin ngos-ngosan karena lelah mengejar Raffa.
"Ngapain ngikutin gue?!" Tanya Raffa tanpa melihat wajah Arin.
"Kenapa lo jauhin gue terus sih Fa? Apa salah seseorang menyimpan rasa sama lo? Apa sehina itu gue di mata lo sampe lo benci kayak gini?"
Mendengar penuturan Arin membuat hati Raffa sesikit mencelos. Dia bungkam tidak menjawab pertanyaan Arin, dirinya sendiri juga bingung kenapa tubuhnya otomatis menghindar saat Arin mendekatinya.
"Jawab gue Fa!"
"Iya gue benci sama lo! Bahkan udah jijik liat muka lo juga! Lo kayak cewek murahan tau gak? Ngemis-ngemis cinta kayak gitu."
Sakit, hati Arin sakit mendengar ucapan Raffa yang sangat menyayat hatinya. Namun dia mencoba tersenyum, menutupi rasa sakitnya yang sudah menjalar keseluruh tubuhnya.
"Gue emang sehina itu ya Fa dimata lo?" Arin tersenyum getir.
"Iya!"
"Kenapa? Kenapa Fa? Gue sadar kok, gue bukan tipe lo. Gue jelek, gue pendek, dan gue gak langsing kayak artis korea, gue juga gak kaya. Tapi satu hal yang harus lo tahu, gue gak gampang menyerah buat ngedapetin hati lo." Setelah mengatakan itu dia pergi meninggalkan Raffa yang masih berkecamuk dengan fikirannya.
"Aargghh" Dia meninju tembok pembatas rooftop dengan keras.
Disisi lain, satu tetes air mata jatuh begitu saja mengenai pipi mulus Arin. Dia menangis lagi.
***
"Jes, muka gue jelek ya? Badan gue gendutan ya? Sampe Raffa gitu banget sama gue?" Sudah beberapa kali Arin menanyakan hal itu kepada Jessica, seolah masih tidak percaya dengan pendapat Jessica.
"Lo cantik Rin, badan lo bagus, kulit lo juga putih, sampe banyak cowok yang ngantri buat jadi pacar lo." Jelas Jessica mulai malas.
Mereka sedang berada di kafe Andana, tempat nongkrong Arin sejak jaman kelas 3 SMP. Mereka barusaja pulang sekolah, Arin menyempatkan waktunya sebentar untuk membersihkan ruang kesenian. Dia terpaksa pulang duluan karena Jessica yang memaksanya untuk segera pulang karena mereka sudah ada janji untuk nongkrong sambil curhat-curhat manja.
Triing
Seseorang datang dibalik pintu kafe, wajah tampannya yang mirip oppa korea membuat pengunjung memfokuskan tatapan mereka ke arah cowok itu, terutama kaum hawa.
"Rin! Liat tuh ada cogan!" Ucap Jessica sangat antusias. Arin yang duduknya membelakangi pintu masuk membuat dia tidak tahu siapa yang baru saja masuk kedalam kafe. Dengan malas Arin mengalihkan pandangannya kearah cowok yang Jessica tunjuk.
Betapa terkejutnya dia. Arin beberapa kali mengucek matanya memastikan bahwa penglihatannya benar.
Cowok itu menyapu pandangannya untuk melihat meja mana yang kosong. Namun pandangannya terhenti kala dia melihat seorang gadis yang menatapnya terkejut. Cowok itu mengukir senyuman tipis, tanpa ragu cowok itu melangkag ke Arah gadis itu.
Arin langsung mengalihkan pandangannya ketika mata mereka bertemu. Dia fokus melihat jalanan yang masih banyak orang kesana-kemari dengan kendaraannya.
Puk, sebuah tepukan di pundaknya membuat Arin terkejut. Dengan cepat Arin menoleh dan benar saja, cowok itu sekarang sudah ada disampingnya.
"Hai." Sapa cowok itu dengan senyuman hangatnya yang tak pernah berubah.
"H-hai." Gugup Arin.
"Lo gak nyangka ya gue balik lagi?" Tanya cowok itu dengan tatapan yang tak lepas dari wajah Arin.
"Kenapa lo balik?" Tanya Arin penasaran. Sumpah dia masih tidak siap bertemu cowok ini, karena ada hal memalukan yang pernah Arin lakukan padanya.
"Lo gak rindu sama gue?" Ucap cowok itu sedikit kecewa.
"Nggak!" Jawab Arin ketus.
"Tapi lo masih inget kan kalo lo pernah jan-"
Dengan cepat Arin menutup mulut cowok itu, menyebalkan. Bisa-bisanya dia mengungkit hal itu disini.
Sebentar, serasa ada yang hilang disini.
"Jessica manaa?!!" Tanya Arin panik. Dia celingukan mencari Jessica namun hasilnya nihil, sahabatnya itu tidak ada di kafe.
"Udah gue usir." Ucap cowok itu enteng.
"Alvinnnooo!!! Nyebelin banget sih!!" Dia menarik rambut cowok yang bernama Alvin itu dengan keras. Kebiasaan Arin jika dia sudah kesal dengan Alvin.
"Sakir Rin sakit, ntar rambut gue rontok loh!" Alvin memegang kepalanya yang berdenyut nyeri, tenaga Arin ternyata sudah meningkat tiga kali lipat.
Karena melihat wajah Alvin yang sudah memerah, Arin melepaskan tangannya dari rambut cowok itu. Banyak pasang mata yang melihat kelakuan Arin terhadap Alvin, namun Arin abaikan dia langsung datang ke meja kasir untuk membayar pesanannya.
Alvin tidak diam saja, dia langsung menyusul Arin keluar kafe.
Alvin adalah sahabat kecil Arin dulu, teman bermain Arin satu-satunya karena dulu Arin tidak mudah akrab dengan orang lain. Pertemanan Arin dan Alvin juga terjadi karena orang tua mereka berteman, dan ibu Alvin sering berkunjung ke rumah Arin dengan membawa Alvin, lama-lama Arin tidak canggung lagi dan mulai berteman baik dengan Alvin.
Namun setelah lulus Sekolah Dasar Alvin pergi ke korea karena pekerjaan orangtuanya dan melanjutkan studynya di negri gingseng itu. Selain itu juga berhubung papa Alvin berasal dari Korea membuat mereka memilih menetap disana.
Namun Arin tidak menyangka bahwa Alvin akan kembali lagi ke Indonesia. Jika kalian ingin tahu, Alvin adalah cinta pertama seorang Arin Indira.
***See you next part
KAMU SEDANG MEMBACA
Juan Arsena
Teen FictionKita hanya orang-orang egois yang terobsesi pada sesuatu yang belum tentu bisa kita miliki." -Juan Arsena- •• 01-05-2020 #ideiniguedapetingituajapasguedidalemkamarmandihwhw