"Kenapa gue gak bisa ngemilikin orang yang gue cintai?"
-Arin Indira-
^^
SMA Putra bangsa masih saja ramai meski waktu sudah menunjukkan pukul lima sore karena masih ada beberapa siswa yang menghabiskan waktunya dengan bermain basket.Seorang gadis berambut hitam legam sepunggung dengan setia duduk di tribun lapangan basket. Tangan kanannya menggenggam sebuah air mineral dan matanya tidak lepas dari seseorang yang ada dibawah sana.
Gadis itu tidak berhenti tersenyum karena melihat seseorang yang selama ini selalu mengganggu fikirannya.
"Lo Arin kan?" Tanya seseorang yang berjalan kearah Arin. Dia adalah Juan, ketua ekskul sekaligus kapten basket SMA Putra Bangsa.
"Eh iya. Lo Juan kan?" Jawab cewek yang bernama Arin dan kembali bertanya pada Juan.
"Iya dong, masa lo gak tahu ketua basket di sekolah ini." Ucapnya bangga. Setelah itu Juan duduk disamping Arin dengan memberi jarak dua kursi kosong ditengahnya.
"Ishh, kepedean banget. Btw kenapa lo tahu nama gue?" Arin mengalihkan kembali pandangannya kearah lapangan.
"Lo suka nungguin Raffa maen basket, trus Raffa juga suka cerita tentang lo sama temen-temen." Jawab Juan jujur. Memang, Arin selalu nempel dengan Raffa dimanapun itu, dan seluruh murid di sekolah juga tahu jika Arin menyimpan rasa lebih terhadap Raffa karena mereka cukup famous, namun entah tidak peka atau apa Raffa tidak mempercayai rumor itu.
"Sampe segitunya ya?" Tanya Arin malu.
"Ehm enggak juga sih." Juan menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Pertandingan selesai, Raffa yang menyadari kehadiran Arin langsung menghampiri cewek itu dengan keringat yang masih membanjiri tubuhnya.
"Nih minum dulu." Arin menyodorkan air mineral yang dari tadi ia pegang. Dengan senang hati Raffa menerimanya dan langsung meminumnya sampai habis.
"Yo pulang." Ajak Raffa.
"Tapi ke taman dulu ya, ada yang mau gue omongin." Pinta Arin.
Raffa menganggukan kepalanya sebagai jawaban. "Yo."
Raffa menggiring Arin ke parkiran. Apa yang terjadi selanjutnya?
Mereka meninggalkan sekolah, jangan berfikir jika mereka pulang semotor karena Arin selalu ditemani scoopy coklatnya.
Raffa berada dibelakangnya bersama motor ninjanya, entah kenapa selama ini Raffa selalu berada dibelakang Arin dibanding melangkah beriringan.
Senja mulai terlihat, namun dua sejoli itu masih bercakap-cakap di taman yang sering mereka kunjungi.
"Fa, kayaknya gue suka deh sama lo. Bener kata orang, gaada teman murni antara cowok sama cewek." Arin menatap Raffa yang ada dihadapannya dengan penuh binar.
"Gue juga suka sama lo, rasa yang wajar sebagai teman." Ujar Raffa dengan senyum tipisnya
"Tapi rasa suka gue sama lo lebih dari sekedar teman Raffa!" Jelas Arin membenarkan kembali kalimatnya.
"Dan gue gak bisa nerima itu Rin, pertemanan kita bisa ancur kalo salah satu dari kita punya rasa lebih." Cowok yang bernama Raffa itu memijat pelipisnya.
"Lo harus bisa bedain rasa cinta sama peduli Rin. Lo fikir selama ini gue baik sama lo karena gue suka sama lo? Lo gak usah baperan Rin! Dibaikin dikit aja bawa perasaan, kita temenan cuma baru setahun setengah tapi lo udah banyak tingkah kayak gini."
"Gue emang baperan! Tapi lo gak pernah tahu gimana cinta itu muncul, gue juga gak tahu kenapa gue bisa cinta sama lo, semua itu terjadi secara tiba-tiba Fa. Gue gak butuh lo jadi pacar gue, cukup bales perasaan gue aja udah buat gue seneng." Arin menundukkan kepalanya dalam. Pelupuk matanha sudah menggenang.
"Maaf, gue gabisa bales perasaan lo. Ini juga salah gue yang gak peka kenapa selama ini lo selalu berada disisi gue, ngasih perhatian lebih sama gue. Mulai sekarang sebaiknya buang jauh-jauh perasaan lo kalo lo masih pengen temenan sama gue." Raffa meninggalkan Arin sendiri dengan air mata yang turun begitu saja. Dadanya sesak, hatinya sakit, batinnya terluka.
Apakah dia baru saja ditolak? Tidak bisakah Raffa menghargai perasaan Arin? Apakah kisah cintanya harus berakhir setragis ini lagi? Arin fikir Raffa memiliki rasa yang sama terhadapnya, namun realitanya Raffa memang cowok yang baik pada siapapun dan Arin terlalu membawa perasaan atas perlakuan Raffa.
Arin terduduk di meja taman dengan kedua tangan yang menutupi seluruh wajahnya. Menangis tersedu-sedu berharap Raffa akan kembali dan meminta maaf lalu menenangkan Arin tapi itu hanyalah sebuah ekspetasi yang tidak akan menjadi realita.
"Kenapa cinta gue selalu berakhir seperti ini? Kenapa gue gak bisa ngemilikin orang yang gue cintai?" Ucap Arin disela tangisannya. Dia berhenti menutupi wajahnya, tangannya beralih meremas rok sekolahnya dengan kepala yang tertunduk dalam.
"Tuhan, kenapa orang yang gue cintai gak bisa cinta sama gue? Gue mohon sekali ini aja, gue mau ngerasain rasanya dicintai sama orang yang gue cintaii." Ucap Arin lemah.
***
"Jes, ini tuh dianya yang gak peka apa guenya yang terlalu berharap sih?" Arin menceritakan semuanya kepada Jesica sahabatnya dari jaman SMP.
"Dua-duanya." Ucap Jesica singkat.
"Gue fikir juga gitu." Ujar Arin dengan tatapan kosongnya.
Dia sudah tidak bisa menangis karena di hari yang sama dia sudah menangis dua kali. Pertama saat ditolaknya cinta Arin oleh Raffa, kedua saat Arin menceritakannya kepada Jesica.
Sekarang mereka berada di kamar Arin, saat tahu suasana hati sahabatnya sedang buruk Jesica langsung datang kerumah Arin karena dia takut terjadi apa-apa pada sahabat satu-satunya.
"Udahlah, gausah difikirin lagi. Mungkin Raffa bilang gitu sama lo karena dia syok aja. Positive thinking aja dulu ya." Jesica mengelus pundak Arin, setidaknya dia harus menenangkan Arin dulu.
"Lo besok sekolah kan?" Tanya Jesica.
"Hm." Jawab Arin singkat.
"Terus rencana lo gimana? Lo mau berhenti mencintai Raffa atau terus berjuang ngedapetin hatinya?"
"Liat aja besok." Jawan Arin masih dengan tatapan kosong dengan wajah datarnya.
Jeaica tidak bertanya lagi, dia langsung pamit dari rumah Arin. Jesica fikir sekarang Arin butuh menyendiri untuk menenangkan fikiranmya.
^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Juan Arsena
Teen FictionKita hanya orang-orang egois yang terobsesi pada sesuatu yang belum tentu bisa kita miliki." -Juan Arsena- •• 01-05-2020 #ideiniguedapetingituajapasguedidalemkamarmandihwhw