Bab 3 - Mayat hidup?

37 8 0
                                    

"Gue gak takut hantu!" Bela Juan.

"Terus kenapa lo teriak-teriak gak jelas kayak tadi?"

"Ituu.." Juan menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Apa woyy??"

"Aaaaaaaa!!!!" Juan kembali berteriak tidak jelas. Dengan cepat Arin melihat arah tatapan Juan, dan ternyata...

Kosong

Tidak ada apa-apa dibalik pintu ruangan kesenian, hanya ada sebuah kecoa yang berjalan di tiang pintu.

Karena otak Arin cukup cerdas, dia sudah menyimpulkan apa yang membuat seorang kapten basket ketakutan. Arin tersenyum miring lalu menatap Juan dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Sekarang gue udah tahu apa yang ngebuat lo teriak-teriak gajelas." Arin masih menampilkan senyum miringnya.

"Emangnya lo tahu?" Tanya Juan khawatir cewek bernetra hitam itu mengetahui kelemahannya.

"Yaampun gue gak nyangka banget, cowok yang katanya paling keren disekolah takut sama kecoak." Arin terbahak-bahak mengingat raut wajah Juan tadi ketika cowok itu ketakutan melihat kecoak.

"Lo orang pertama yang tahu kelemahan gue, lo harus tutup mulut!"

"Gamauu, ini berita paling menarik buat disebar."

"Lo mau apa? Semua kemauan lo bakalam gue turutin, asal plisss jangan kasih tau ini sama yang lainn." Mohon Juan pada Arin.

"Emmm apa ya??" Arin tampak berfikir dengan bibir yang masih mengembangkan senyuman.

"Gue mau Raffa gak tahu soal gue yang ngasih hadiah di mejanya. Itu aja."

"Kalo cuma itu mah gampang, gue pandai jaga rahasia. Awas kalo lo ngasih tau yang lain soal rahasia gue!" Ancam Juan.

"Iya iya, sekarang kita bersihin ni ruangan." Arin masuk kedalam meninggalkan Juan yang masih waspada akan kecoak.

Arin menghentikan langkahnya, hatinya bergemuruh, tangannya tiba-tiba mendingin, deruan nafasnya tidak beraturan.

Beberapa kali Arin mengucek matanya memastikan apa yang ia lihat bukan halusinasi. Dengan perlahan Arin mendekat kearah sesuatu yang dibalut kain putih, hampir terlihat pocong pake selimut.

"Ada apa Rin?" Tanya Juan. Cowok itu melihat arah pandang cewek disampingnya, perlahan Juan mendekat ke kain putih itu. Dengan sejuta keberanian Juan membuka kain putih itu.

"Aaaaa!!!"

Jelas itu bukan teriakan Juan, tapi Arin.

Bagaimana bisa Arin tidak berteriak jika dirinya baru saja melihat sesuatu yang tidak ingin ia lihat. Seorang cowok dengan wajah sangat pias berada dibalik kain putih itu. Juan juga sedikit terkejut namun dia berusaha menetralisir rasa takutnya.

"Innalillahi." Ucap Juan dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

Juan kembali menutup tubuh cowok itu dengan kain putih yang tadi. Disekitar cowok itu terdapat sebuah obat-obatan yang Juan tidak tahu fungsi obat itu. Tapi dengan keadaan cowok yang ada dihadapannya sekarang Juan sudah tahu jika orang yang ada dihadapannya kini mencoba untuk bunuh diri dengan obat-obatan itu.

"Gue tau hidup itu sulit, tapi jangan sampe bunuh diri juga. Semoga lo tenang di alam sana." Ucap Juan tampak sendu.

Namun sedetik kemudian cowok yang Juan kira sudah meninggal itu membuka kain putihnya perlahan lalu mengucek matanya seperti orang bangun tidur.

Betapa terkejutnya Juan saat melihat mata hantu cowok itu yang sangat merah.

"Zz-zombieeee!!!!" Juan berlari terbirit-birit dari ruangan kesenian dan langsung menghampiri Arin yang masih ketakutan didepan ruan kesenian.

"Rin, ikut gue! Sekarang kita harus lapor ke guru kalo di ruangan kesenian ada zombienya!" Ucap Juan tegas.

"Leh emangnya tuh mayat hidup lagi??" Tanya Arin ketakutan.

"Iya! Ayoo!" Juan segera menyeret Arin ke ruang guru dengan langkah tergesa-gesa.

Setelah sampai didepan ruang guru, mereka langsung memasuki ruangan 7×8 meter itu. Mereka segera menghampiri Pa Adang yang terkenal dengan keramahannya kepada murid.

"Assalamu'alaikum Pa." Salam Juan dengan mencium punggung tangan pria paruh baya itu dan disusul oleh Arin.

"Ada perlu apa kalian datang kesini?" Tanya Pa Adang ramah.

"Itu pa, di ruang kesenian ada zombie." Jawab Arin dengan nada yang terlihat sangat ketakutan.

"Ah kalian mah suka ngarang cerita." Kekeh Pa Adang tidak percaya.

"Beneran pa, suerr." Juan mengangkat tangannya hingga jarinya membentuk huruf V.

"Ah gak mungkin ada yang seperti itu." Ucap Pa Adang masih tak percaya.

"Kalo gitu bapa ikut kita aja ke ruang kesenian biar bapa percaya." Putus Juan.

"Nah ayo pa."

Juan ArsenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang